Pengamat: Wisata ke Candi Borobudur Jangan Cuma Foto-Foto, tapi Juga Belajar Sejarah

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengaku setuju langkah pemerintah akan membatasi wisatawan yang masuk ke bagian atas Candi Borobudur.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 06 Jun 2022, 17:45 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2022, 17:45 WIB
FOTO: Menikmati Keindahan Candi Borobudur saat Sunrise
Wisatawan menikmati matahari terbit atau sunrise dengan latar belakang Candi Borobudur di Punthuk Setumbu, Karangrejo, Magelang, Jawa Tengah, Senin (16/5/2022). Punthuk Setumbu menjadi destinasi favorit di Jawa Tengah, terlebih saat libur Waisak yang terkenal dengan keindahan alam Candi Borobudur dan sekitarnya saat matahari terbit. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengaku setuju langkah pemerintah akan membatasi wisatawan yang masuk ke bagian atas Candi Borobudur. Terlepas dari harga yang disebut bakal Rp 750.000 per orang, ia menekankan pada seleksi yang masuk ke kawasan tersebut.

“Memang ini kalau bicara kebijakan ya ini kebijakan pemerintah ini maunya untuk melindungi warisan budaya dari kerusakan,” katanya saat dihubungi Liputan6.com, Senin (6/6/2022).

Informasi, pemerintah berencana menaikkan tarif masuk kawasan bangunan Candi Borobudur menjadi Rp 750.000 per orang untuk wisatawan lokal. Sementara, untuk wisatawan yang masuk kawasan hingga pelataran Candi Borobudur cukup membayar Rp 50.000 per orang.

Kendati begitu, Trubus memandang pemerintah bisa menggunakan cara lain selain mematok harga yang terhitung tinggi tersebut. Misalnya dengan menyeleksi pengunjung yang masuk ke kawasan atas bangunan candi.

Ia menuturkan, dalam melakukan seleksi ini bisa dilakukan oleh pemandu wisata yang ditugaskan. Apalagi, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut pengunjung yang masuk ke kawasan bangunan candi perlu didampingi pemandu atau guide.

“Itu tujuannya supaya mereka-mereka itu tidak sekadar foto-foto, selfie-selfie disitu, tapi untuk pendidikan sejarah, kebudayaan dan lain-lain,” ungkapnya.

“Untuk melakukan seleksi itu sebelumnya kasih sosialisasi, bisa kasih sosialisasi, di bawah itu bisa ditaruh plang atau petunjuk masuk ke atas itu tujuannya apa, belajar seni, pahat ukir atau kebudayaan dunia. jadi ditanyakan,” tutur Trubus.

Sementara itu, untuk pengunjung dengan tujuan berfoto semata di kawasan atas, bisa diberlakukan pengenaan denda. Bahkan, angka dendanya, kata dia, bisa lebih besar dari harga patokan tarif tiket masuk.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kecakapan Pemandu

Candi Borobudur
Candi Borobudur, credit: @unsplash Steffen

Dengan bertumpu pada peran pemandu tadi, Trubus menaruh perhatian lebih pada kecakapan pemandu. Menurut informasi yang diterimanya, masih ada pemandu wisata di kawasan Borobudur yang dinilai kurang ilmiah.

“Itu perlu dioptimalkan pemandunya, itu kebanyakan gak menguasai candi secara ilmiah, yang dijelaskan itu yang mistik-mistik, itu yang seperti itu disingkirkan, jadi masyarakat diedukasi terkait pembangunan candi secara ilmiah,” terangnya.

Dengan begitu, harapannya, masyarakat yang masuk ke wilayah atas itu mendapatkan pengetahuan yang sesuai dengan basis ilmiah. Serta, mendapatkan penjelasan secara rasional.

“Disitu peran pemandu candi itu yang profesional. Kalau ada yang naik bukan untuk mempelajari bisa diberitahu ‘tapi anda harus kena sanksi ini’ itu,” imbuhnya.

 


Bentuk Kategori

Candi Borobudur
Candi Borobudur (Dok. Unsplash/ Snowscat)

Lebih lanjut, Trubus meminta Menko Luhut dan otoritas terkait lainnya membentuk kategori wisatawan yang bisa mengakses ke kawasan atas Candi Borobudur. Kembali tujuannya untuk menjalankan seleksi agar sesuai dengan kapasitas 1.200 orang per hari.

“Saya sarankan ke Pak Luhut, niatnya itu kan baik ya untuk membatasi, tapi menurut saya tak perlu disebutkan nominalnya. Itu berdasarkan keperluannya saja dia disana,” katanya.

“Ada kategori, misal hanya untuk nonton doang dan anak-anak itu gak perlu naik,” imbuh dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya