Liputan6.com, Jakarta - Inflasi konsumen Jepang melampaui target 2 persen bank sentral negara itu di bulan Juni 2022, ketika ekonomi menghadapi tekanan dari harga bahan baku global yang tinggi.
Kenaikan inflasi di Jepang menandai hasil yang berbeda dari prediksi bank sentral (Bank of Japan) sebelumnya, bahwa kenaikan harga baru-baru ini di negara itu bersifat sementara, bahkan ketika rumah tangga khawatir tentang biaya hidup yang tinggi.
Baca Juga
Dilansir dari Aljazeera, Jumat (22/7/2022) indeks harga konsumen (CPI) Jepang, termasuk biaya energi, naik 2,2 persen pada Juni 2022 dari tahun sebelumnya, menurut data pemerintah negara itu.
Advertisement
Angka ini menyusul kenaikan inflasi Jepang sebesar 2,1 persen pada Mei dan April 2022, yang kini menunjukkan kenaikan.
Selain itu, melemahnya nilai mata uang yen secara tajam juga menaikkan biaya impor, yang diperkirakan akan membuat inflasi konsumen Jepang di atas target Bank of Japan tahun ini, menurut para analis.
Tetapi kenaikan inflasi di Jepanh masih jauh lebih kecil dibandingkan di Amerika Serikat dan Eropa.
Inflasi di 19 negara zona euro telah melesat ke level tertinggi sepanjang masa di atas 8 persen. Inflasi di Inggris bulan lalu juga berada pada tingkat tertinggi dalam 40 tahun.
Bank of Japan pada Kamis (21/7) menaikkan perkiraan inflasi konsumen intinya untuk tahun fiskal ini yang berakhir pada Maret 2023 menjadi 2,3 persen dari semula 1,9 persen.
Tetapi bank sentral Jepang tersebut mempertahankan suku bunganya yang sangat rendah bahkan ketika banyak negara memperketat kebijakan untuk mendinginkan tekanan harga.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tertinggi dalam 40 Tahun, Inflasi Inggris Sentuh 9,4 Persen di Juni 2022
Inflasi Inggris secara tahunan melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun pada Juni 2022 karena kenaikan harga BBM dan pangan.
Dilansir dari Channel News Asia, Rabu (20/7/2022) Indeks Harga Konsumen (CPI) Inggris melonjak menjadi 9,4 persen pada Juni 2022 dari 9,1 persen pada Mei 2022, menurut Kantor Statistik Nasional negara itu.
Menurut analis, angka inflasi terbaru memberikan tekanan pada bank sentral Inggris atau Bank of England (BoE) untuk menaikkan suku bunga sebanyak 50 basis poin, atau setengah poin persentase, pada pertemuan kebijakan berikutnya di bulan Agustus mendatang.
"Di Inggris, kami melihat pembacaan CPI yang mengejutkan dan tekanan ada pada Bank of England terkait langkah yang diperlukan sebelum terlambat untuk mengendalikan inflasi," kata Naeem Aslam, kepala analis pasar di Avatrade.
Sejauh ini, Bank of England telah menaikkan suku bunga utamanya sebanyak lima kali sejak Desember 2021, menaikannya menjadi 1,25 persen dari rekor terendah 0,1 persen.
Namun, Gubernur Bank of England Andrew Bailey pada Selasa (19/7) menyatakan bahwa "peningkatan 50 basis poin akan menjadi salah satu pilihan pada pertemuan berikutnya".
Selain inflasi, indeks harga eceran Inggris (RPI) juga naik menjadi 11,8 persen pada Juni 2022 dari 11,7 persen pada Mei 2022.
Sebagai informasi, indeks harga eceran penting di negara itu karena mencakup pembayaran bunga hipotek yang digunakan oleh serikat pekerja dan pengusaha ketika menegosiasikan kenaikan upah.
"Ada banyak beban untuk anggaran rumah tangga karena tingkat inflasi yang tinggi terus melampaui pertumbuhan upah, menurunkan nilai pendapatan riil di seluruh Inggris," ungkap Yael Selfin, kepala ekonom di KPMG UK.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Inflasi AS Meroket 9,1 Persen di Juni 2022
Inflasi Amerika Serikat melonjak hingga 9,1 persen pada Juni 2022, didorong kenaikan harga makanan dan BBM yang brlangsung di negara itu.
Dilansir dari Channel News Asia, Kamis (14/7/2022) Consumer Price Index sebesar 9,1 persen selama 12 bulan terakhir hingga Juni 2022, merupakan peningkatan terbesar sejak November 1981, menurut Departemen Tenaga Kerja AS.
Energi menyumbang setengah dari kenaikan harga di AS dalam sebulan, karena harga bensin melonjak 11,2 persen pada Juni 2022 dan 59,9 persen selama setahun terakhir.
Biaya energi di AS secara keseluruhan mencatat kenaikan tahunan terbesar sejak April 1980.
Ditambah lagi, perang Rusia-Ukraina telah mendorong harga energi dan pangan global lebih tinggi, serta harga gas AS bulan lalu mencapai rekor lebih dari USD 5 per galon.
Namun, biaya energi di AS telah mereda dalam beberapa pekan terakhir, yang dapat mulai mengurangi beberapa tekanan pada konsumen.
Tetapi bank sentral atau Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan melanjutkan kenaikan suku bunga agresifnya karena mencoba meredam lonjakan harga dengan mendinginkan permintaan sebelum inflasi naik lagi.
Di tengah naiknya inflasi, survei ekonomi The Fed juga menunjukkan kekhawatiran resesi yang meningkat.
Laporan yang disebut sebagai Beige Book ini mengumpulkan pandangan dari 12 distrik The Fed, melihat pertumbuhan ekonomi akan berjalan biasa-biasa saja.
Adapun lima distrik yang mengkhawatirkan ada peningkatan risiko resesi.
"Serupa dengan laporan sebelumnya, prospek pertumbuhan ekonomi masa depan sebagian besar negatif di antara distrik yang melaporkan, dengan ekspektasi melemahnya permintaan lebih lanjut selama 6 hingga 12 bulan ke depan," kata laporan itu, dikutip dari CNBC International.