Gara-gara Curi Uang Tiket Penumpang, Sopir di Jepang Terancam Kehilangan Uang Pensiun Rp1,4 Miliar

Kini, sopir tersebut masih menunggu hasil putusan akhir terkait pencairan dana pensiunnya.

oleh Teddy Tri Setio Berty Diperbarui 25 Apr 2025, 20:40 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2025, 20:40 WIB
Ilustrasi Yen (Foto: Jun Rong Loo/Unsplash)
Ilustrasi Yen (Foto: Jun Rong Loo/Unsplash)... Selengkapnya

Liputan6.com, Tokyo - Seorang pengemudi bus Jepang dengan pengalaman kerja selama 29 tahun kehilangan uang pensiunnya sebesar USD 84.000 atau setara Rp1.4 miliar setelah ketahuan mencuri uang tiket bus penumpang senilai USD 7 setara Rp117 ribu.

Pada tahun 2022, saat memeriksa rekaman kamera dasbor, anggota Biro Transportasi Kota Kyoto melihat salah satu pengemudi bus kota Jepang mengantongi uang 1.000 yen, alih-alih memasukkannya ke mesin pemroses tiket, sesuai prosedur standar.

Ketika dikonfrontasi tentang insiden tersebut, pria itu menyangkal bertanggung jawab, tetapi akhirnya dipecat dan dana pensiunnya yang lebih dari 12 juta yen dibatalkan.

Sopir yang tidak disebutkan namanya itu menggugat kota Kyoto, tetapi putusan Mahkamah Agung menguatkan keputusan kota tersebut, dengan alasan bahwa perilaku pria itu dapat mengikis kepercayaan publik terhadap sistem transportasi lokal.

Setelah uang pensiunnya sebesar Rp1,4 miliar ditolak, pengemudi bus yang tidak puas itu menggugat otoritas di Kyoto, tetapi kalah dalam pertempuran hukum.

Namun, putusan itu dibatalkan oleh Pengadilan Banding yang memutuskan bahwa hukumannya terlalu berat.

Awal bulan ini, Mahkamah Agung Jepang memberlakukan kembali putusan semula, dengan alasan bahwa tindakannya dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem.

Menurut surat kabar Minichi, Biro Transportasi Kyoto memuji keputusan Mahkamah Agung tersebut.

“Setiap pengemudi bus bekerja sendiri dan mengelola uang publik. Kami menanggapi dengan sangat serius bahwa penggelapan yang terkait dengan bidang pekerjaan kami ini terjadi,” kata Shinichi Hirai, seorang pejabat di Biro Transportasi Umum Kyoto, kepada AFP.

“Jika tindakan tegas kami tidak diterima, maka organisasi kami bisa menjadi ceroboh, dan itu bisa mengakibatkan terkikisnya kepercayaan publik.”

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya