Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menerbitkan aturan teknis sebagai turunan dari kebijakan instalasi PLTS Atap. Menyusul adanya potensi kebijakan yang bertabrakan antara industri PLTS atap dan kebijakan PLN.
Untuk diketahui, PLN membatasi instalasi PLTS atap hanya 10-15 persen dari kapasitas terpasang. Hal ini disebut akan menurunkan minat terhadap listrik dari energi baru terbarukan (EBT) dan tak menarik dari sisi keekonomian.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana tengah mencari jalan keluar dengan PLN. Tujuannya, agar kebijakan transisi ke energi bersih dan pembatasan yang dilakukan PLN tak bertabrakan.
Advertisement
"Ya tadi saya sudah saya WA (WhatsApp) terus dengan PLN, ya kita harus mencari bagaimana caranya ini (bisa selesai)," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Ia menyebut, pemerintah saat ini tengah mendorong transisi energi bersih. Artinya, seluruh pihak terkait, termasuk PLN, juga ikut mendorong hal tersebut.
"Ini kan bertabrakan di luar segala macam, kita lagi bekerja untuk hal tersebut, udah lama sih, tapi kan belum selesai," ungkapnya.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Dadan mengungkap aturan teknis akan dirampungkan tahun ini.
Menyusul peraturan menteri terkait transisi energi dan instalasi PLTS atap sudah dikeluarkan sebelumnya.
"Mungkin bulan depan kita ada, bukan kebijakan baru, tapi arahan teknis, teknisnya seperti apa, Permennya kan sudah ada tinggal teknisnya aja," paparnya.
Â
Target Bauran Energi
Sebelumnya, kebijakan pemanfaatan PLTS atap 10-15 persen oleh PLN dinilai bisa membuat listrik tenaga matahari ini tak menarik dari sisi keekonomian.
"Membatasi 10-15 persen kapasitas PLTS membuat keekonomian PLTS jadi rendah dan tidak menarik. Minat masyarakat memasang PLTS atap menjadi turun," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa dikutip dari Antara, ditulis Kamis (11/8/2022).
Fabby mengatakan untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025, maka Indonesia perlu menambah 14 gigawatt pembangkit energi bersih sebagai salah satu langkah konkret menurunkan emisi karbon.
Menurut dia, apabila melihat dokumen RUPTL PLN, Indonesia hanya akan membangun 10,9 gigawatt pembangkit energi terbarukan hingga tahun 2025. Sehingga masih ada kekurangan tiga sampai empat gigawatt untuk mencapai bauran 23 persen.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Aturan itu menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018.
Â
Advertisement
Belum Sesuai Aturan
Meski aturan tersebut menyatakan kapasitas maksimum sistem PLTS atap mencapai 100 persen dari daya tersambung pelanggan PLN, namun realisasinya pelaku industri masih belum bisa memasang pembangkit listrik matahari dan hanya terbatas sampai 15 persen.
Perusahaan penyedia sistem listrik surya atap, ATW Solar, mengakui adanya pembatasan tersebut dengan maksimal instalasi kapasitas PLTS sebesar 10-15 persen dari total kapasitas terpasang berlangganan dengan PLN.
Sales Engineer ATW Solar, Tungky Ari mengatakan kebijakan itu bertolak belakang dengan peraturan ESDM yang menetapkan kapasitas maksimal sistem PLTS atap adalah 100 persen.