Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat pada Selasa pagi dibayangi meningkatnya laju inflasi di dalam negeri.
Kurs rupiah pagi ini menguat 15 poin atau 0,1 persen ke posisi 15.288 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.303 per dolar AS.
Baca Juga
"Sentimen yang mempengaruhi pergerakan rupiah adalah mulai melandainya nilai dolar AS. USD Index saat ini berada di kisaran 111, setelah sebelumnya mencapai nilai 114," kata analis Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Revandra Aritama dikutip dari Antara, Selasa (4/10/2022).
Advertisement
Selain itu, lanjut Revandra, penguatan bursa saham Wall Street juga memberikan tekanan kepada dolar AS, sehingga rupiah bisa sedikit menguat.
Meskipun begitu, Revandra menilai pelaku pasar tetap harus mencermati kondisi lokal. Inflasi Indonesia pada September 2022 yang diumumkan kemarin mencapai 5,95 persen (yoy).
"Secara bulanan, inflasi naik lebih dari 1 persen, terimbas dari kenaikan harga BBM. Tingginya nilai inflasi ini dapat memberikan pengaruh pada pergerakan nilai rupiah," ujar Revandra.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 1,17 persen pada September 2022 atau adanya kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dari 111,57 pada Agustus menjadi 112,87 pada September 2022.
Penyumbang Inflasi
Penyumbang inflasi pada September utamanya dari kenaikan harga bensin, tarif angkutan dalam kota, beras, minyak solar, tarif angkutan antarkota, tarif kendaraan online, dan bahan bakar rumah tangga.
Dengan terjadinya inflasi pada September, maka inflasi tahun kalender September 2022 terhadap Desember 2021 sebesar 4,84 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) September 2022 terhadap September 2021 sebesar 5,95 persen.
Revandra memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak di kisaran level 15.250 per dolar AS hingga 15.350 per dolar AS.
Pada Senin (3/10) lalu, rupiah ditutup melemah 76 poin atau 0,5 persen ke posisi 15.303 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.227 per dolar AS.
Advertisement
Jika Resesi Global Terjadi, Ekonom Sepakat Pelemahan Rupiah Tak Bakal Dalam
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memprediksi kondisi perekonomian dunia ke depan terancam semakin kelam, dimana banyak negara akan jatuh ke dalam lubang resesi global. Namun, sejumlah ekonom sepakat kondisi tersebut tidak akan banyak memukul nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Ekonom Bank Permata Josua Pardede tak memungkiri, tren penguatan dolar AS terhadap mata uang global terus berlanjut. Sehingga mendorong pelemahan seluruh mata uang Asia, termasuk rupiah. Namun, ia mencatat, tingkat Depresiasi rupiah terhadap USD sebesar -6,6 persen secara tahun berjalan atau year to date (ytd).
"Cenderung tingkat pelemahan rupiah lebih rendah jika dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya Rupee India (-9,3 persen ytd), Ringgit Malaysia (-10 persen ytd), Peso Filipina (-13,6 persen ytd), Bath Thailand (-13 persen ytd)," terang Josua kepada Liputan6.com, Jumat (30/9/2022).
"Mempertimbangkan kondisi yang terjadi adalah sentimen penguatan dolar AS terhadap mata uang global termasuk rupiah, maka diperkirakan sifatnya sementara dan belum menggambarkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia," sambungya.
Bank Indonesia juga berpotensi untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya. Tujuannya, kata Josua, di satu sisi untuk menjangkar inflasi yang cenderung meningkat, sekaligus disaat bersamaan untuk mendorong stabilitas nilai tukar rupiah.
"Oleh sebab itu mempertimbangkan faktor fundamentalnya, rupiah diperkirakan berpotensi untuk menguat kembali di bawah level 15.000 per USD pada akhir tahun 2022 ini," ungkapnya.
Lebih Volatile
Sementara Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menyebut nilai tukar rupiah ke depan memang masih akan lebih volatile. Tapi, ia menambahkan, itu masih relatif lebih terkendali.
"Kalau kita melihat daripada rupiah sudah melemah ke atas 15.000 per dolar AS. Tapi sebetulnya kalau kita bandingkan presentase pelemahannya dibandingkan awal tahun year to date, itu tidak terlalu besar dibandingkan negara atau mata uang lain," kata Faisal kepada Liputan6.com.
Menurut dia, dampak arus modal keluar (capital outflow) juga relatif masih bisa diredam untuk rupiah. Itu lantaran kondisi makro ekonomi Indonesia yang lebih stabil dibandingkan negara-negara lain.
Selanjutnya, dari sisi foreign reserve atau cadangan devisa juga relatif lebih kuat. Untuk kemudian kalau ada pelemahan rupiah bisa diperangi dengan menggelontorkan cadangan devisa..
"Jadi dorongan Capital outflow sebenarnya sudah mulai terjadi, tapi tidak masif, dan bisa diredam dengan berbagai instrumen. Kalau kita melihat masih akan di kisaran 15.000 per dolar AS sampai akhir tahun ini," pungkasnya.
Advertisement