Begini Ramalan Resesi Para Tokoh Ekonomi Ternama Dunia

Perdebatan resesi telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 08 Okt 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2022, 14:00 WIB
Ilustrasi resesi, ekonomi
Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Berbagai badan internasional, bank dan organisasi ekonomi, termasuk Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) mulai menyuarakan peringatan resesi pada ekonomi global. 

Sementara perdebatan resesi telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir, survei terhadap 400 CEO perusahaan di AS yang dilakukan oleh perusahaan konsultan KPMG mengungkapkan, sekitar 90 persen respondennya melihat penurunan ekonomi akan datang.

Amerika Serikat sendiri telah mengalami pertumbuhan PDB yang negatif dalam dua kuartal berturut-turut di tahun 2022, yang dilihat oleh publik luas sudah memasuki resesi.

Namun, tidak sedikit juga yang masih menanti informasi final dari Biro Riset Ekonomi Nasional AS terkait situasi ekonomi di negara itu.

Meskipun demikian, hal itu tidak menghentikan miliarder, investor, dan tokoh ekonomi ternama dunia untuk secara terbuka menyatakan pandangan mereka tentang apakah AS dan ekonomi global secara resmi sedang—atau dengan cepat menuju—resesi.

Berikut adalah beberapa pernyataan terkait ramalan resesi yang disampaikan tokoh-tokoh ekonomi ternama dunia, dikutip dari Fortune, Sabtu (8/10/2022) :

JPMorgan Chase CEO, Jamie Dimon

Pada Mei 2022, Dimon memperingatkan investor tentang turbulensi ekonomi yang akan datang dan volatilitas pasar, hal ini mengantisipasi — dan memprediksi bahwa perang Rusia-Ukraina masih akan berlanjut dan The Fed akan mengejar kebijakan moneter yang lebih ketat.

Dimon kemudian pada Juni 2022 memperingatkan badai besar pada ekonomi. 

"Kita tidak tahu apakah badai itu kecil atau badai super. Sebaiknya Anda menguatkan diri," ujarnya saat kitu.

Pandangan bos perbankan ternama di AS itu pun tidak berubah beberapa bulan kemudian, dan dia mengakui pada panggilan klien pada September 2022 bahwa, meski ekonomi AS kuat, dia hanya melihat peluang 10 persen perlambatan ekonomi yang tidak mengarah ke resesi. 

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. Dok: Twitter @KGeorgieva

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva sempat menyebut, jika ekonomi global secara teknis mengalami penurunan, efeknya masih bisa terasa seperti resesi. 

Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg pada September 2022, Georgieva mengatakan kenaikan suku bunga akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. 

"Untuk ratusan juta orang, ini akan terasa seperti resesi, jadi bersiaplah," ujar Georgieva saat  itu.

"Mudah-mudahan, jika kita mengendalikan inflasi, maka kita dapat melihat fondasi untuk pertumbuhan dan pemulihan," tuturnya.

Georgieva mengungkapkan bahwa IMF sekali lagi akan menurunkan proyeksinya untuk pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 dalam sebuah laporan yang akan datang, mengatakan kepada audiens di Universitas Georgetown, bahwa "Risiko resesi meningkat" sebagai akibat dari pandemi, meningkatnya inflasi, serta perang Rusia-Ukraina.

"Beberapa guncangan, salah satunya perang, mengubah gambaran ekonomi sepenuhnya," kata Georgieva. "Jauh dari sementara, inflasi menjadi lebih persisten," tambah dia. 

Presiden Bank Dunia David Malpass

Resesi
Ilustrasi Grafik Resesi Credit: pexels.com/Burka

Selama pidato di Universitas Stanford pekan lalu, presiden Bank Dunia David Malpass memperingatkan "badai" dari kenaikan suku bunga, inflasi yang tinggi, dan perlambatan pertumbuhan yang memicu resesi global.

"Kenyataan yang sulit dihadapi ekonomi global, dan terutama negara berkembang. Serangkaian peristiwa keras dan kebijakan ekonomi makro yang belum pernah terjadi sebelumnya akan membawa pembangunan ke dalam krisis," kata Malpass.

"Ini memiliki konsekuensi bagi kita semua karena sifat ekonomi global dan peradaban yang saling terkait di seluruh dunia," ungkapnya saat itu. 

Di bawah kebijakan saat ini, menurut Malpass, produksi energi global mungkin membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun untuk melakukan diversifikasi dari Rusia setelah perang di Ukraina.

Itu berarti "prospek jangka pendek yang sangat menantang," terutama bagi negara berkembang, yang dapat memicu kombinasi pertumbuhan rendah dan inflasi tinggi yang dikenal sebagai stagflasi.

Pada awal September 2022, Bank Dunia juga mengeluarkan penelitian yang memprediksi resesi global paling cepat tahun depan.

Direktur Jenderal WTO, Ngozi Okonjo-Iweala

Kantor WTO di Jenewa, Swiss.
Kantor WTO di Jenewa, Swiss. (Source: AFP)

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) juga telah menyiratkan gambaran suram tentang resesi global.

"Indikatornya tidak terlihat bagus," kata direktur jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala kepada Bloomberg pekan lalu.

"Saya pikir resesi global—itulah yang menurut saya sedang kita hadapi," ungkapnya.

Menurut Okonjo-Iweala, abungan dari kenaikan harga pangan dan energi, serta efek berkelanjutan dari perang Rusia-Ukraina mengancam negara-negara di seluruh dunia dengan penurunan ekonomi.

Pada April 2022, WTO menurunkan perkirannya untuk pertumbuhan perdagangan tahun ini menjadi 3 persen, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 4,7 persen. WTO juga memperkirakan akan memangkas proyeksi pertumbuhan perdagangan tahun 2022, kata Okonjo-Iweala.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya