Stok Daging Sapi Aman hingga Akhir Tahun, Harga Rata-Rata Rp 133.670 per Kg

Harga rata-rata sapi hidup di tingkat produsen per 9 Oktober 2022 berada di Rp 50.600 per kg, dengan harga tertinggi di provinsi Banten Rp 55.750 per kg.

oleh Arief Rahman H diperbarui 11 Okt 2022, 09:30 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2022, 09:30 WIB
Kepala BPN atau National Food Agency Arief Prasetyo Adi mengatakan, ketersediaan dan harga daging sapi sejauh ini masih stabil. (Dok BPN)
Kepala BPN atau National Food Agency Arief Prasetyo Adi mengatakan, ketersediaan dan harga daging sapi sejauh ini masih stabil. (Dok BPN)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pangan Nasional menyebut ketersediaan dan harga daging sapi sejauh ini masih stabil. Kondisi ini akan terus dikawal oleh Badan Pangan Nasional, terutama menjelang momen akhir tahun dimana ada peningkatan konsumsi.

Kepala Badan Pangan Nasional atau National Food Agency Arief Prasetyo Adi mengatakan, harga daging sapi di tingkat konsumen relatif stabil dalam empat bulan terakhir dengan rata-rata Rp 133.670 per kg.

“Sejauh ini, harga di tingkat konsumen masih di bawah usulan Harga Acuan Pembelian atau Penjualan (HAP) Peraturan Badan Pangan Nasional tahun 2022 yang telah dibahas dan disepakati bersama lintas Kementerian dan Lembaga serta stakeholder pangan terkait, yaitu sebesar Rp 140.000 per kg,” ujar Arief, dalam keterangan resmi, Selasa (11/10/2022).

Sementara itu, berdasarkan Info Harga Pangan yang dihimpun dari Panel Harga Pangan NFA, harga rata-rata nasional daging sapi per 9 Oktober 2022 berada di Rp 134.064 per kg. Dengan harga tertinggi Rp 160.000 per kg di provinsi Kalimanta Utara dan terendah Rp 109.000 per kg di provinsi Maluku.

“Per 9 Oktober kemarin harga daging sapi di tingkat konsumen juga terpantau stabil dan berada di bawah HAP. Tren ini akan kita pantau terus sehingga kalau pun terjadi kenaikan dapat segera diantisipasi agar peningkatannya tidak melebihi HAP atau harga kesetimbangan Rp 140.000 per kg,” ungkap Arief.

Ia menjelasakan, NFA tidak hanya menjaga dan memastikan stabilitas harga di tingkat konsumen, melainkan turut memantau dan menjaga stabilitas harga sapi hidup di tingkat peternak.

 

 

Harga Sapi Hidup

Pedagang Mulai Karantina Hewan Kurban Dampak Virus PMK
Pekerja memberi pakan sapi kurban yang sedang menjalani karantina di kawasan Pondok Kopi, Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (15/6/2022). Virus PMK juga menyebabkan harga jual hewan kurban naik 20-30 persen dari tahun sebelumnya, mulai kisaran Rp17,5 juta hingga Rp38 juta per ekor. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Adapun, harga rata-rata sapi hidup di tingkat produsen per 9 Oktober 2022 berada di Rp 50.600 per kg, dengan harga tertinggi di provinsi Banten Rp 55.750 per kg dan terendah di provinsi NTT Rp 45.000 per kg. Angka tersebut masih di bawah HAP, yaitu Rp 56-58 ribu/kg.

Sebagai kelanjutan stabilisasi harga daging sapi, perlu diwujudkan keseimbangan harga baik di tingkat produsen maupun konsumen. Peternak dan konsumen harus mendapatkan harga pembelian/penjualan yang wajar.

Menurutnya, harga sapi yang terlalu rendah di tingkat peternak akan mengganggu keberlangsungan usaha, sehingga mempengaruhi suplai. Sebaliknya, jika harga daging sapi yang terlalu tinggi, konsumen akan terdampak dengan adanya peningkatan inflasi.

“Instrumen pengendalian harga ini telah diatur dalam usulan Harga Acuan Pembelian/Penjualan (HAP) Peraturan Badan Pangan Nasional tahun 2022. Tujuan kami mewujudkan petani dan peternak sejahtera, pedagang untung, masyarakat tersenyum. Hal tersebut hanya bisa diwujudkan apabila terjadi kesetimbangan harga baik di tingkat produsen (petani dan peternak) dan konsumen,” ujarnya.

Stok Daging

FOTO: Penjualan Daging Sapi di Pasar Senen Merosot Akibat Virus PMK
Pedagang memotong daging sapi di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Selasa (31/5/2022). Maraknya kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak seperti sapi dan kambing sejak beberapa waktu lalu, serta ditambah masih tingginya harga berimbas pada merosotnya penjualan daging di Pasar Senen hingga 50 persen. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sementara itu, dari sisi ketersediaan, berdasarkan Neraca Pangan Nasional, stok daging ruminansia sampai dengan akhir Desember 2022 diperkirakan tersedia 59 ribu ton. Jumlah tersebut diperoleh setelah memasukan rencana importasi.

Stok daging ruminansia yang ada di BUMN Pangan saat ini berdasarkan data Perum Bulog dan ID FOOD, tercatat daging sapi sekitar 664 ton dan daging kerbau sekitar 24 ribu ton.

Arief menuturkan, penguatan stok pangan sebagai cadangan pangan nasional akan terus di genjot NFA bersama kementerian dan lembaga terkait. Termasuk mengamankan stok komoditas daging ruminansia. Upaya ini sejalan dengan arahan Presiden RI agar kita bersiap menghadapi potensi krisis pangan, salah satunya melalui penguatan stok cadangan pangan berbagai komoditas.

Arief mengatakan, guna memenuhi kebutuhan konsumsi daging nasional sebesar 59 ribu ton per bulan, saat ini Indonesia masih membutuhkan suplai daging dari luar negeri. Untuk itu, dalam rangka mengamankan ketersediaan dan stabilitas harga perlu dijalankan solusi jangka pendek dan jangka panjang secara paralel.

“Solusi jangka pendek salah satunya menyiapkan alternative supply dari negara lain guna mengantisipasi lonjakan harga karena single supply. Langkah tersebut dijalankannya bersamaan dengan pembenahan tata kelola dan ekosistem peternakan nasional yang terus didorong,” pungkasnya.

 

Jaga Stok Beras

Stok Beras Bulog Aman Hingga Akhir Tahun 2021
Petugas mendata ketersediaan stok beras di Gudang Bulog Divisi Regional DKI Jakarta, Kelapa Gading, Rabu (29/12/2021). Dirut Perum Bulog Budi Waseso menjamin tahun ini stok beras aman dan tidak ada impor untuk kebutuhan Cadangan Beras Pemerintah. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Kepala Badan Pangan Nasional, Arif Prasetyo Adi mengungkapkan kenaikan harga beras tidak bisa dihindari. Sebab, ada beberapa kenaikan harga, seperti harga pupuk hingga biaya distribusi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Hari ini badan pangan nasional memang mengundang seluruh stakeholder terutama kementerian dan lembaga BUMN juga ada. Jadi memang tidak bisa dihindari kenaikan harga," ujar Arif, dalam Konferensi pers, di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Senin (3/10).

Kendati demikian, walaupun terjadi kenaikan harga beras, kebutuhan daya beli masyarakat akan beras tetap tinggi. "Ketersedian Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) hanya 30 hingga 40 ribu ton, bulan lalu sudah terdistribusi sebanyak ribu ton," terang Arif.

 

Serap Sesuai Harga

Imbas Kenaikan BBM, Harga Beras Ikut Merangkak Naik
Pekerja memasukkan beras ke dalam karung di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (8/9/2022). Kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada melonjaknya harga beras di Pasar Induk Cipinang hingga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kilogram akibat bertambahnya biaya transportasi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Bulog membeli beras langsung ke para petani yang seharusnya menyerap Rp 8.300 per kg, per hari ini dinaikkan menjadi Rp 8.800 per kg, sementara untuk stok Bulog hari ini sekitar 800 ribu ton. "Tetapi Bulog menyerap sesuai sama harga yang kita tentukan bersama-sama," kata dia.

"Memang kita semua mungkin dalam minggu ini saya dan juga teman-teman dari Bulog dan juga teman teman dari kementerian pertanian Akan ke Sulawesi Selatan untuk menyerap," ungkapnya.

Lebih lanjut pihaknya tidak akan tinggal diam untuk memenuhi stok beras dan target bulog sampai akhir tahun sebesar 1,2 juta ton. "Jadi nanti berapapun yang diminta kita harus penuhi. jadi tadi ada permintaan 3.000 ton dari teman teman pedagang. Per minggu ini kita harus siapkan karena Jakarta ini berkontribusi 27 persen nasional," tambahnya.

INFOGRAFIS JOURNAL_ Ancaman Krisis Pangan Sudah Didepan Mata?
INFOGRAFIS JOURNAL_ Ancaman Krisis Pangan Sudah Didepan Mata? (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya