Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick ThohirĀ membeberkan target pencapaian, termasuk misi dan visi menjelang masa akhir menjabat sebagai Menteri BUMN dalam pemerintahan Jokowi, yang tinggal berjalan dua tahun.Ā
Ā
Dalam sesi diskusi SOE International Conference di Bali pada Senin (17/10), yang juga dihadiri oleh mantan PM Inggris Tony Blair, Erick Thohir mengungkapkan pihaknya perlu mempercepat transformasi BUMN.
Ā
Dia mengatakan jika salah satu poin yangĀ disampaikan pada presentasi di Komisi VI DPR, terkait keberlanjutan transformasi regulasi BUMN. "Salah satu isu utama yang kita dorong, bahwa BUMN bisa mempunyai kekuatan untuk konsolidasi, untuk menutup perusahaan yang tidak lagi untung atau mampu bersaing, daripada menunggu bertahun-tahun di tutup," jelas dia.Ā
Ā
Menteri BUMN pun mengutip pernyataan mantan PM Inggris Tony Blair, terkait pentingnya membuat keputusan yang tepat dan cepat di tengah era digital yang terus bergerak.Ā "Inilah mengapa kita ingin mengubah beberapa regulasi BUMN. Mungkin akan sukses, dan kemungkinan sebaliknya," ujar Erick.Ā
Ā
Misi kedua, adalah membuat peta jalan 2024-2034 yaitu mengkonsolidasi atau penyederharnaan anak usaha BUMN dari 41 menjadi 30.
Ā
"Tapi dari semua ini kita juga perluĀ benchmarking dengan pemain global. Salah satunya di industri kesehatan kita. Industri kesehatanĀ kita saat ini masih kecil, dibandingkanĀ dengan pasarnya," bebernya.Ā
Ā
Menurut Erick Thohir, jika BUMN mengkonsolidasi industri kesehatan, dari perusahaan vaksin, klinik, telemedicine, hingga asuransi kesehatan, hal ini akan mendorong kosistem yang bermanfaat bagi masyarakat.
Ā
"Inilah mengapa konsolidasi diperlukan hingga 10 tahun mendatang," tambahnya.
Ā
Selain itu, Erick Thohir juga menyinggung masalah stabilitas pasokan minyak goreng. Meskipun tidak terlibat secara langsung, dia menyerukan bahwa konsolidasi BUMN bisa berperan mengatasi masalah tersebut.Ā
Ā
"Jika kita melakukan merger dengan PT yang menaungi penanaman (kelapa sawit) dengan perusahaan utama, hal ini bisa mendorong kepemilikan 2.6 juta hektar (kelapa sawit). Maka itu bisa menjadikan kita pemilik lahan kelapa sawit terbesar di dunia. Namun untuk apa? tentunya tak hanya sebagai bisnis, juga untuk intervensi bila pasar tidak stabil," papar dia.