Liputan6.com, Jakarta - Jepang meyusul Amerika Serikat dan Inggris di antara negara-negara maju yang mencatat inflasi tertinggi. Negara ini mencatatkan inflasi konsumen inti tertinggi dalam delapan tahun sebesar 3,0 persen pada bulan September 2022.
Dilansir dari CNBC International, Jumat (21/10/2022), inflasi Jepang melebihi target 2 persen bank sentral negara tersebut selama enam bulan, ditambah dengan nilai yen yang merosot ke posisi terendah dalam 32 tahun terus mendorong biaya impor.
Baca Juga
Data inflasi menyoroti dilema yang dihadapi Bank of Japan ketika mencoba untuk menopang ekonomi dengan mempertahankan suku bunga yang sangat rendah, namun memicu penurunan yen.
Advertisement
Kenaikan indeks harga konsumen inti (CPI) Jepang, yang tidak termasuk harga makanan segar tetapi termasuk harga BBM, sesuai dengan perkiraan pasar median dan mengikuti kenaikan 2,8 persen pada Agustus 2022. Itu adalah laju kenaikan tercepat sejak September 2014, menurut data yang dirilis pada Jumat (21/10).
"Kenaikan harga saat ini sebagian besar didorong oleh kenaikan biaya impor daripada permintaan yang kuat. Gubernur Kuroda dapat mempertahankan kebijakan untuk sisa masa jabatannya hingga April, meskipun pertanyaannya adalah apakah pemerintah akan mentolerirnya," kata Takeshi Minami, kepala ekonom di Norinchukin Research Institute.
Dengan inflasi Jepang yang masih moderat dibandingkan dengan kenaikan harga di negara ekonomi besar lainnya, BOJ telah berjanji untuk mempertahankan suku bunga rendah.Â
Inflasi Inggris Sentuh 10,1 Persen, Rekor Tertinggi dalam 40 Tahun
Indeks harga konsumen atau inflasi Inggris kembali naik menjadi 10,1 persen pada September 2022, tertinggi dalam 40 tahun. Angka tersebut diterbitkan pada Rabu oleh Kantor Statistik Nasional (ONS) Inggris pada Rabu (19/10/202).
Dilansir dari CNBC International, Rabu (19/10/2022) inflasi Inggris sempat berada di angka 9,9 persen di bulan Agustus 2022, turun dari 10,1 persen di bulan Juli, didukung oleh penurunan harga BBM.
ONS mengatakan bahwa kenaikan harga pangan, transportasi dan energi merupakan faktor terbesar terhadap inflasi Inggris saat ini.
Harga pangan di Inggris naik 14,6 persen year-on-year, biaya transportasi juga naik 10,9 persen dibandingkan tahun lalu, sementara harga furnitur dan barang-barang rumah tangga naik 10,8 persen.
Nilai Pound Sterling jatuh terhadap dolar setelah berita tersebut, diperdagangkan pada 1,1289 dolar AS, turun dari 1,1330 dolar AS.
Seperti diketahui, angka inflasi juga akan berdampak pada pendekatan Bank of England dalam waktu dekat. Bank Sentral Inggris tersebut juga sempat menyebutkan bahwa inflasi bisa menyentuh 11 persen tahun ini.
Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa "bantuan ekonomi untuk yang paling rentan" akan menjadi prioritas karena Inggris menghadapi tingkat inflasi yang tinggi, bersama dengan "mengupayakan stabilitas ekonomi yang lebih luas serta mendorong pertumbuhan jangka panjang yang akan membantu masyarakat."
Advertisement
Dunia Digempur Inflasi, Ekonomi RI Masih Bisa Tumbuh 5 Persen Lima Kuartal Beruntun
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mewaspadai tekanan inflasi yang tengah dihadapi negara dunia. Namun begitu, ia optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terus naik di atas 5 persen selama lima kuartal beruntun.
Airlangga bersyukur, kerjasama pemerintah dan pihak swasta mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh di atas 5 persen selama tiga kuartal terakhir.
"Dan, berharap di kuartal ketiga dan keempat kita bisa menargetkan pertumbuhan di atas 5 persen. Sehingga secara year on year di akhir tahun kita targetkan 5,2 persen, mudah-mudahan bisa tercapai," kata Menko Airlangga dalam forum Economic Outlook 2023 yang diselenggarakan Sinarmas, Senin (17/10/2022).
Di sisi lain, ia tetap memasang mata terhadap pelemahan ekonomi global. Itu sesuai ramalan Dana Moneter Internasional (IMF) per Oktober 2022, dimana pertumbuhan ekonomi global diprediksi akan turun menjadi 2,7 persen pada 2023, setelah sebelumnya tumbuh 3,2 persen di sepanjang tahun ini.
Sedangkan pada 2022, IMF pun memperkirakan angka inflasi global bakal tembus 8,8 persen di tahun ini, meski terpangkas jadi 6,5 persen pada 2023 mendatang.
"Tentu kita perlu berhati-hati, dunia sedang menghadapi the perfect storm yaitu Covid-19 yang belum berakhir, konflik Rusia-Ukraina, tantangan climate change di beberapa negara yang mengalami banjir, termasuk di beberapa kota di Indonesia," paparnya.
"Kemudian commodity price dan cost of living atau inflasi atau harga pangan yang masih jadi beban perekonomian ke depan," imbuh Airlangga.