Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mencatat penerimaan pajak per September 2022 mencapai Rp 1.310,5 triliun atau melonjak 54,2 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
“Penerimaan negara kita masih cukup kuat, tumbuhnya 54,2 persen sampai dengan September 2022 atau mencapai Rp 1.310,5 triliun untuk penerimaan pajak saja,” kata Menkeu dalam konferensi pers APBN KITA, secara virtual, Jumat (21/10/2022).
Baca Juga
Untuk rinciannya, tercatat realisasi PPh nonmigas mencapai Rp 723,3 triliun atau 96,6 persen dari target APBN. Menkeu, optimis PPh nonmigas pasti akan mencapai target dari APBN bahkan lebih.
Advertisement
“Ini artinya untuk PPh nonmigas sudah pasti akan mencapai target atau melebihi targetnya,” imbuhnya.
Disisi lain, realisasi PPN dan PPnBM sudah tercatat mencapai Rp 504,5 triliun atau 78,9 persen dari target APBN. Kemudian, realisasi penerimaan PBB dan pajak lainnya sebesar Rp20,4 triliun atau 63,2 persen dari target APBN.
Sementara, realisasi penerimaan dari PPh migas kini mencapai Rp6 2,3 triliun atau 96,4 persen dari target APBN. Sri Mulyani menyebut, kinerja penerimaan pajak yang sangat baik ini tentunya masih didukung oleh tren peningkatan harga komoditas.
Tak hanya itu saja, kinerja penerimaan pajak turut ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang ekspansif dan implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), serta didorong oleh low base effect pada tahun lalu.
Lebih lanjut secara bulanan, kinerja penerimaan pajak sebetulnya menunjukkan pertumbuhan yang mengalami normalisasi sepanjang kuartal III-2022. Oleh karena itu, Menkeu memprediksi tren penerimaan pajak yang baik akan berlanjut hingga akhir 2022.
2 Sumber Penerimaan Pajak Terbesar: PPS dan Kenaikan Tarif PPN
Sebelumnya, realisasi penerimaan pajak negara hingga Agustus 2022 mencapai angka Rp 1.171,8 triliun, naik 58,1 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) jadi pengungkit utama penerimaan pajak tersebut, terutama pada realisasi per Juni 2022.
Khususnya untuk ruang lingkup peraturan UU HPP yang meliputi program pengungkapan sukarela (PPS), serta kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen yang dimulai per April 2022.
"Program PPS yang berakhir di Juni (2022) dan kemarin terkait dengan penyesuaian PPN, dua itu lah kontribusi terbesar," ujar Suryo dalam sesi media briefing di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (4/10/2022).
"Juni memang betul-betul paling ini, karena Juni batas waktu PPS. Di bulan lain, apalagi di tiga bulan Juni-Agustus agak melandai lagi, karena harga komoditas fluktuatif," dia menambahkan.
Advertisement
Pengaruh Harga Komoditas
Lebih lanjut, Suryo juga tak memungkiri, kenaikan harga komoditas baik di pasar domestik maupun internasional turut memberikan dampak besar terhadap penerimaan pajak hingga Agustus 2022.
"Harga komoditas betul-betul berefek di Agustus sampai September (2022). Tren harga komoditas refleksinya di PPh. Ada semacam pemerataan dari setoran pajak dari waktu ke waktu karena peningkatan harga komoditas," bebernya.
Suryo pun optimistis target penerimaan pajak hingga akhir tahun ini, seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022 sebesar Rp 1,6 triliun bisa dicapai.
"Kita usahakan semaksimal mungkin. Untuk menerapkan target ya kita pasti menghitung ekspektasi dan segala macam, kalkulasi pasti ada," pungkas dia.