Jam Kerja Pekerja Swasta Jakarta Diatur, KSPI Yakin Produktivitas Bakal Turun

Pengaturan jam kerja dari sisi pekerja jelas sangat memberatkan dikarenakan mayoritas pekerja di Jakarta adalah masyarakat urban yang bertempat tinggal di luar Jakarta.

oleh Arthur GideonTira Santia diperbarui 25 Okt 2022, 11:15 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2022, 11:15 WIB
Pemprov DKI Akan Dukung Pencabutan Status Pandemi Covid-19
Aktivitas pekerja saat jam pulang kantor di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022). Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkapkan bakal mendukung pemerintah pusat jika hendak mencabut satus pandemi Covid-19 menjadi endemi dan akan menyesuaikan program-program penunjang kebijakan tersebut. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menanggapi soal rencana pengaturan jam kerja di Jakarta. Menurut dia, hal ini bukan persoalan sepakat atau tidak. Tetapi lebih kepada apakah kebijakan ini akan mengganggu ritme bisnis dan ritme sosial para pekerja, atau tidak.

"Dari sisi perusahaan, mereka punya kewajiban delivery on time untuk mengirim produk dan jasanya, terutama yang orientasi ekspor. Nah jam kerja negara tujuan ekspor tentu berbeda dengan jam kerja di Indonesia," kata Said dalam keterangannya, Selasa (25/10/2022).

Dia mencontohkan, misal di Jepang dan Eropa masih pagi tapi di Indonesia sudah malam. Sehingga ritme jam kerja operasional pabrik dan pekerjaan administrasi perusahaan akan terganggu.

Sementara dari sisi pekerja, jelas sangat memberatkan dikarenakan mayoritas pekerja di Jakarta adalah masyarakat urban yang bertempat tinggal di luar Jakarta. Mereka kebanyakan tinggal di Bodetabek. Sehingga ritme sosial dan jam tidur atau istirahat pasti terganggu.

"Yang kena jam kerja pagi pasti berangkat pagi-pagi sekali sehingga mengabaikan peran anaknya yang harus berangkat sekolah. Dan yang terkena jam kerja agak siang pasti pulangnya malam sekali sehingga jam tidur mereka dan keluarga bisa terganggu," ujarnya.

Dia menilai dengan ritme kerja seperti ini, pada akhirnya produktivitas pekerja akan menurun.

Menurut Said Iqbal, sebaiknya bersabar sedikit agar Pemda DKI menuntaskan dan memperluas sistem transportasi publik massal yang terkoneksi dan terintegrasi meliputi Trans Jakarta, LRT, MRT, hingga mengcover area Jabodetabek. Dan itu sedang dikerjakan oleh pemerintah.

"Dengan kebijakan apapun, pasti kemacetan tetap ada selama produksi mobil dan motor tidak dikontrol dengan tidak diimbangi pengembangan ratio ruas jalan dan sistem mass public transportation seperti yang dilakukan di Geneva Swiss," pungkasnya.

Jam Kerja Karyawan Swasta Jakarta Bakal Diatur, Pengusaha Protes

Pemprov DKI Akan Dukung Pencabutan Status Pandemi Covid-19
Aktivitas pekerja saat jam pulang kantor di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022). Sebelumnya, Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan akhir pandemi sudah di depan mata. Meski begitu, ia menegaskan bahwa hingga saat ini Covid-19 belum selesai. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan keberatan terkait rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan mengatur jam kerja sektor swasta menyusul kemacetan yang terjadi jelang masuk dan pulang kantor.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Anton J. Supit mengungkapkan waktu kerja sektor swasta telah mengacu kepada peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang tidak mengatur saat mulai dan berakhirnya jam kerja.

"Peraturan ketenagakerjaan hanya membatasi maksimum waktu kerja sehari atau seminggu, dengan konsekuensi membayar upah lembur apabila melebihi dari waktu yang telah ditetapkan. Peraturan perundangan tidak mengatur saat mulai dan berakhirnya jam kerja setiap harinya. Jam mulai dan berakhirnya waktu kerja merupakan kewenangan perusahaan," katany dikutip dari Antara, Selasa (23/8/2022).

Anton menuturkan perusahaan akan menerapkan waktu kerja atau jam kerja bagi karyawannya sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan. Pengaturan waktu kerja termasuk jam masuk dan jam pulang kantor, pada umumnya diatur dalam Peraturan Perusahaan (PP) dan/atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

"Kedua instrumen pengaturan internal di perusahaan, harus dikomunikasikan bahkan dalam hal diatur dalam PKB, hal itu harus dirundingkan dahulu antara manajemen dan serikat pekerja/serikat buruhnya," kata Anton.

Ia melanjutkan pada beberapa fungsi di organisasi perusahaan, apabila memungkinkan telah banyak diterapkan model Work From Home (WFH) atau gabungan antara WFH dan WFO. "Sehingga dengan penerapan metode ini sudah membantu juga mengurangi kepadatan lalu lintas," ujarnya.

Penyeragaman jam masuk dan pulang kantor, lanjut Anton, juga perlu dikaji lebih mendalam karena beberapa sektor industri tertentu ada kaitannya dengan jam kerja di luar negeri seperti bursa efek atau kegiatan ekspor impor, yang melibatkan berbagai institusi seperti perbankan dan bea cukai.

Ia menilai hal utama yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah menyediakan transportasi umum dan prasarana yang memadai baik kuantitas dan kualitasnya.

"Dengan demikian masyarakat didorong untuk dapat menggunakan transportasi umum yang nyaman dan aman," ujar Anton.

 

 

Negara Rugi Rp71 Triliun Akibat Kemacetan, Dirlantas Usul Atur Jam Masuk Kerja

Pemprov DKI Akan Dukung Pencabutan Status Pandemi Covid-19
Aktivitas pekerja saat jam pulang kantor di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022). Menurut Riza Patria, pencabutan status pandemi menjadi pandemi merupakan kewenangan pemerintah pusat. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sebelumnya, Direktur Lalu Lintas atau Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Latif Usman mengatakan negara merugi Rp71 triliun per tahunnya akibat kemacetan kendaraan. Apalagi saat ini muncul kemacetan di DKI Jakarta, pasca sudah tidak ada lagi pembatasan akibat Covid-19. Sehingga perlu adanya perubahan jam kerja.

"Dengan kemacetan jalan ada kerugian negara per tahun sekitar Rp71 triliun, ini bukan hanya Jakarta sih, ini seluruh Indonesia," ujar Latif saat dihubungi, Kamis (21/7/2022).

Karena itu, Latif membuat usulan mengatur jam operasional kendaraan untuk mengurai kemacetan. Sebab kemacetan terjadi karena volume kendaraan yang menumpuk pada jam kerja.

"Kepadatan arus itu menumpuk di jam enam sampai sembilan karena seluruh kegiatan masyarakat dimulai rata-rata jam 07.00 Wib, 08.00 Wib, 09.00 Wib. Jadi mereka akan berangkat bersama-sama dari rumah dengan waktu yang bersamaan," katanya.

Sedangakan, menurut pengamatan Latif, diantara jam 09.00-15.00 Wib terdapat kelenggangan. Meskipun begitu pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi lain.

"Masih kita rapatkan, nanti akan kita koordinasikan dengan instansi terkait dan bersangkutan. Sehingga kami mengusulkan aktivitas masyarakat diatur oleh jam kerja mereka sendiri jadi masing-masing instansi tersebut," terangnya. 

Infografis Jam Malam di Jakarta, Perlukah? (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Jam Malam di Jakarta, Perlukah? (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya