Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menegaskan komitmennya dalam mendukung dialog sosial, di tengah maraknya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan sejumlah perusahaan.
Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani menekankan pentingnya dialog sosial dan mendorong perundingan bipartit di tingkat perusahaan antara pengusaha dan pekerja/buruh. Menurut dia, komunikasi yang lebih terbuka antara pengusaha dan pekerja akan menciptakan solusi yang lebih efektif dalam menghadapi dinamika ketenagakerjaan.
Advertisement
Baca Juga
"Pentingnya dialog sosial antara pengusaha dan pekerja merupakan bagian konsep hubungan industrial Pancasila, yang menekankan penyelesaian masalah secara dialogis, bukan konfrontatif. Pengusaha dan pekerja memahami posisi serta kepentingan masing-masing. Sehingga dapat mencapai keseimbangan yang saling menguntungkan," ujarnya dalam acara dialog sosial bersama Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) di Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Advertisement
Seiring dengan perkembangan waktu, Shinta mengatakan, hubungan antara Apindo dan serikat pekerja semakin erat dan kolaboratif. Sejak 2016, Apindo bersama KSBSI dan CNV Internationaal serta Programma Uitzending Managers (PUM) mengadakan Training of Trainers yang membahas perjanjian kerja bersama dengan pendekatan yang lebih sehat dan konstruktif.
Sebagai tindak lanjutnya, forum diskusi ini diselenggarakan sebagai wadah untuk membangun kesepahaman mengenai arah kebijakan ketenagakerjaan ke depan. Seraya merumuskan strategi yang melindungi pekerja dan memperkuat daya saing dunia usaha dalam mengembangkan bisnis yang berkelanjutan.
"Ke depan, Apindo akan terus memperkuat dialog sosial dengan berbagai organisasi serikat pekerja guna berkontribusi dalam penciptaan 19 juta lapangan kerja baru. Karena pada akhirnya, perlindungan tenaga kerja yang paling kuat adalah melalui penciptaan pekerjaan yang berkualitas dan berkelanjutan," imbuhnya.
Tuntut Kepastian Hukum
Di sisi lain, Shinta mengakui bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan kesempatan kerja melalui kebijakan dan program ekonomi yang inklusif. Namun, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu segera diatasi.
Mulai dari target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang membutuhkan regulasi yang berdaya saing, pekerjaan yang berkualitas dengan pekerja yang memiliki kompetensi tinggi, serta dukungan teknologi yang dapat menghasilkan produktifitas tinggi.
"Kami menghargai reformasi struktural yang dilakukan pemerintah. Sehingga tantangan ke depan adalah memastikan keberlanjutan dan kepastian hukum, regulasi serta menjaga iklim usaha yang sehat," kata Shinta.
Advertisement
Regulasi Tepat Sasaran
Selain itu, regulasi soal ketenagakerjaan harus mendorong pertumbuhan ekonomi, bukan sekadar kebijakan administratif di atas kertas. Pasalnya, berdasarkan data BPS, hanya 36 persen pekerja formal yang menerima upah setara atau lebih dari upah minimum.
Sedangkan pekerja di sektor formal hanya mencakup sekitar 41 persen dari total angkatan kerja. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas kebijakan upah minimum dalam menjaga keberlangsungan dunia usaha dan kestabilan ekonomi Indonesia.
"Kami berharap penyusunan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru, sebagai tindak lanjut Putusan MK Nomlr 168 tahun 2023, dapat dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan mengacu pada penciptaan kesempatan kerja yang berkelanjutan," tuturnya.
Premanisme dan Keamanan Berusaha
Lebih lanjut, Shinta menyoroti aksi premanisme yang merugikan dunia usaha masih menjadi tantangan besar. Lemahnya penegakan hukum terhadap premanisme memberikan sinyal negatif bagi calon investor dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
"Apindo mendesak pemerintah untuk mengambil langkah tegas dalam menegakkan hukum guna menciptakan iklim investasi yang kondusif," pinta Shinta.
Dukungan bagi UMKM
Peranan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen dan berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 61 persen.
Oleh karena itu, kebijakan yang mendorong UMKM untuk masuk dalam rantai pasok global menjadi krusial.
"Berbagai program pembinaan dan insentif diperlukan untuk membantu UMKM berkembang. Sehingga pekerja di sektor ini mendapatkan perlindungan yang lebih baik," pungkas Shinta.
Advertisement
