Liputan6.com, Jakarta Marka pemutusan hubungan kerja (PHK) membuat para pekerja buruh menjadi khawatir. Kejadian PHK yang terus berulang setiap tahun ini menanti solusi konkret dari pemerintah.
Pengamat Ketenagakerjaan dan Direktur Eksekutif BPJS Watch, Timboel Siregar meminta pemerintah memastikan hak pekerja bisa diberikan. Maka, diperlukan pengawasan yang lebih ketat.
Advertisement
Baca Juga
"Jadi itu yang kita berharap sebenarnya, yang si pengusaha itu harus ditindak lanjuti oleh pengawas gitu loh. Jangan sampai melakukan PHK sebelum Hari Raya itu tadi," kata Timboel kepada Liputan6.com, Senin (10/3/2025).
Advertisement
Peran Pengawas Ketenagakerjaan
Dia mengatakan, pengawas ketenagakerjaan harusnya bisa memastikan para pekerja mendapatkan hak-haknya. Di sisi lain, pekerja juga perlu mendapatkan edukasi soal ketentuan PHK secara maksimal.
"Nah itu yang pertama, yang kedua memang tentunya si pekerja juga harus diedukasi ketika dia pun di PHK menjelang lebih dari satu bulan, dia juga harus bisa mendapatkan edukasi bahwa dia harus mengatakan tidak mau di PHK," ucapnya.
"Sehingga ada proses perselisihan yang akhirnya memastikan si pekerja itu dapat THR gitu. Nah ini kan persoalan memang edukasi masyarakat pekerja kita juga kan kurang ya dan sebagainya. Nah tetapi tentu bahwa ada upaya yang harus dilakukan oleh pengawas lebih berkualitas," sambung dia.
Perbaiki Daya Beli
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai industri lokal saat ini sedang lesu dan masih menghadapi tantangan seperti tingginya tingkat suku bunga hingga isu perang dagang China dan Amerika Serikat. Hal tersebut berdampak langsung kepada kelangsungan dunia usaha.
Melihat hal tersebut, dia menyarankan pemerintah untuk ambil bagian. Terutama untuk mengantisipasi meluasnya dampak buruk dari kondisi industri yang sedang melemah.
"(Pemerintah perlu) memperbaiki daya beli, terutama kelas menengah dan kelas Bawah yg banyak mengkonsumsi produk industry. JIka ini tidak bisa, siapkan program kewirausahaan dan pendampingan serta modal lunak bagi karyawan yang di PHK," pungkasnya.
Advertisement
Curhatan Buruh
Kelompok buruh mengeluhkan praktik pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi menjelang periode ramadan atau lebaran Idul Fitri. Ada dugaan PHK itu sengaja dilakukan untuk melepas kewajiban pembayaran tunjangan hari raya (THR) ke karyawan.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat mengisahkan tren PHK massal sebetulnya dimulai sejak 2020 lalu. Kala itu, industri terdampak pandemi Covid-19. Mirah mencatat tren itu berlanjut hingga puncaknya di 2025 ini.
Di samping itu, khusus soal PHK saat mendekati ramadan itu jadi modus lama yang dilakukan oleh perusahaa. Termasuk dengan lebih dulu menghabiskan pekerja kontrak sebelumnya.
"Nah biasanya kalau yang dari dulu nih kalau dulu itu dia yang kontrak-kontrak yang dulu nih sebelumnya, tadi saya sampaikan gitu, yang kontrak-kontrak dihabisin gitu ya kalau menjelang kontrak diselesaikan di kontrak yang menjelang puasa di cut off gitu untuk menghindari pembayaran THR," ungkap Mirah kepada Liputan6.com, Senin (10/3/2025).
Modus lainnya yang ditemukan dia adalah pemilik modal menutup perusahaannya sekaligus merumahkan pegawainya. Kemudian, datang lagi dengan perusahaan baru dengan sistem kerja baru.
"Tapi nanti modelnya adalah outsourcing atau juga pekerja kontrak harian lepas gitu. Nah tren ini saya perhatikan dari tahun ke tahun dan itu susah menyampaikan kepada pemerintah," ungkapnya.
"Seharusnya pemerintah jeli gitu ya kayak gini-gini ini kan gak boleh lah ini kan cara-cara nakal gitu ya cara-cara curang gitu," tambah dia.
