Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan mendorong semua pihak untuk mengedepankan dialog sosial bipartit guna menghindari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tengah dinamika perekonomian. Kemnaker juga siap mendampingi semua pihak dalam mencari win-win solution.
“Mari kita sikapi isu PHK ini secara berimbang dengan terus mengedepankan dialog dengan para pemangku kepentingan, sehingga PHK menjadi jalan paling akhir jika terjadi kemelut bisnis. Kemnaker bersama seluruh Dinas Tenaga Kerja di Provinsi/Kab/kota akan selalu siap mendampingi untuk mencari solusi yang terbaik,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri, melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, Rabu (2/11/2022).
Baca Juga
Dirjen Putri mengatakan, pihaknya telah melakukan berkoordinasi dengan lintas kementerian/Lembaga, Dinas-dinas Ketenagakerjaan, serta mitra terkait guna memantau perkembangan isu PHK di Indonesia.
Advertisement
Dari hasil koordinasi, didapati bahwa telah terjadi PHK di beberapa sektor, walaupun semua pihak telah berupaya untuk menghindari PHK dan mengupayakan PHK sebagai upaya terakhir dari suatu permasalahan hubungan industrial.
“Kami telah menerima beberapa informasi terkait jumlah PHK, khususnya di sektor industri padat karya orientasi ekspor seperti garmen, tekstil, dan alas kaki,” katanya.
“Namun informasi dan data ini masih harus kami crosscheck dengan data dari Kementerian/Lembaga lainnya, termasuk Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, dan Dinas Tenaga Kerja di setiap provinsi dan kab/kota,” katanya melanjutkan.
Menurut Dirjen Putri, sejumlah penyebab terjadinya PHK beberapa waktu ini di antaranya adalah dampak pandemi COVID-19 yang masih dirasakan; transformasi bisnis di era digitalisasi; hingga geopolitik global yang berdampak pada melemahnya daya beli di sejumlah negara tujuan ekspor produk Indonesia.
Cegah PHK
Selanjutnya, guna mencegah semakin banyak jumlah PHK dan perselisihan hubungan industrial, pihak akan terus melakukan upaya-upaya di antaranya mendorong dialog bipartit antara manajemen/pelaku bisnis dan serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB), utamanya pada sektor industri padat karya berorientasi ekspor dan industri berbasis platform digital.
“Dialog ini bertujuan untuk mencari titik temu atas kendala di tingkat perusahaan yang akan berdampak pada PHK dan perselisihan hubungan industrial. Semangat musyawarah mufakat kami yakin dapat mengatasi kendala/tantangan di setiap perusahaan, dan untuk itu Kemnaker beserta Dinas-Dinas Tenaga Kerja di seluruh Indonesia siap mendampingi pencapaian mufakat tersebut,” jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga mendorong Mediator Hubungan Industrial yang ada di Kemnaker maupun di seluruh daerah agar terus melakukan pendampingan kepada pengusaha dan pekerja, untuk mendiskusikan opsi-opsi pencegahan PHK; serta berkoordinasi dengan para Pengawas Ketenagakerjaan terkait upaya pencegahan tersebut.
“Kami juga berharap kiranya Dinas-Dinas Tenaga Kerja dapat terus memantau kondisi ketenagakerjaan di daerah masing-masing daerah dan melaporkannya kepada Kemnaker,” katanya.
Advertisement
Resesi Global Menghantui, Menaker Khawatir Ancaman PHK Massal
Dunia sedang tidak baik-baik saja. Presiden Joko Widodo beserta seluruh menteri telah mewanti-wanti semua agar bersiap menghadapi kemungkinan terburuk di 2023, salah satunya adalah resesi global.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah melihat ancaman resesi global di 2023 pasti akan berdampak ke sektor ketenagakerjaan di Indonesia. Salah satunya terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Ancaman resesi ekonomi global dapat berdampak pada sektor ketenagakerjaan, seperti terjadinya pemutusan hubungan kerja secara massal," kata Menaker Ida Fauziyah saat acara Festival Job Fair Nasional di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (30/10/2022).
Terlebih, sektor ketenagakerjaan di Indonesia masih merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Di sisi lain, sektor ketenagakerjaan juga sedang menghadapi revolusi industri yang melahirkan otomasi dan disrupsi di berbagai bidang yang secara sangat signifikan mengubah lanskap pasar kerja di Indonesia.
"Memang kondisi kita kini sudah mulai pulih, tetapi permasalahan lainnya juga bermunculan, termasuk ancaman resesi ekonomi," ujarnya.
Untuk menjawab tantangan dan peluang di atas, Kemnaker terus mendorong peningkatan sumberdaya manusia. Terutama mengenai kompetensi dan daya saing tenaga kerja.
Dalam konteks ini pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi menjadi solusi untuk meningkatkan daya saing angkatan kerja dan mengurangi angka pengangguran. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi.
"Sejalan dengan kebijakan Bapak Presiden, kami juga telah mencetuskan transformasi dalam sektor ketenagakerjaan. Langkah-langkah transformasi itu kami tuangkan dalam 9 lompatan Kementerian Ketenagakerjaan," kata dia.
Sembilan lompatan tersebut adalah Transformasi BLK, Link and Match Ketenagakerjaan, Reformasi Perluasan Kesempatan Kerja, Pengembangan Talenta Muda, Perluasan Pasar Kerja Luar Negeri, Visi Baru Hubungan Industrial, Reformasi Pengawasan Ketenagakerjaan, Pengembangan Ekosistem Digital Ketenagakerjaan, dan Reformasi Birokrasi.
Wamenkeu: Pasca Pandemi, Situasi Parah Dunia Saat Ini di Luar Dugaan
Publik dunia tidak ada yang menyangka, situasi ekonomi global pasca pandemi Covid-19 akan dibalut banyak ketidakpastian yang menyebabkan krisis ekonomi. Diawali dengan konflik geopolitik Rusia dan Ukraina, ditambah gejolak inflasi, yang berimbas terhadap kenaikan harga komoditas.
Hal itu diungkapkan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam acara tahunan The Indonesia 2023 Summit, Rebuild The Economy 2023: Tackling Uncertainity Challenges through Stronger Economic and Industry Policy, yang digelar MUFG, Danamon dan Adira Finance, Kamis (27/10/2022).
Berkaca ke belakang, Suahasil mengatakan, pemerintah sudah memprediksi, geliat ekonomi akan kembali berjalan seusai wabah pandemi. Sehingga itu akan meningkatkan kepercayaan diri pasar.
"Dari awal kita sudah membayangkan, kalau pandeminya mau selesai, maka ekonomi akan muncul, permintaan/demand akan muncul, tetapi supply side-nya mungkin belum bisa langsung memproduksi barang dan jasa seperti sebelum pandemi," ungkapnya.
"Maka akan ada missmatch. Akibatnya, harga naik, inflasi. Jadi kita membayangkan inflasinya akan terjadi kalau pandeminya berakhir," kata Suahasil.
Advertisement