Liputan6.com, Jakarta - Penurunan daya beli masyarakat jelang Lebaran 2025 tengah jadi sorotan. Tergambar dari data Badan Pusat Statistik (BPS) perihal Indeks Harga Konsumen (IHK) Februari 2025, yang turun atau mengalami deflasi sebesar 0,48 persen (month to month) dan 0,09 persen (year on year).
Meskipun BPS menyangkal terjadinya deflasi bukan sepenuhnya disebabkan oleh penurunan daya beli, sejumlah ekonom memandang tingkat daya beli masyarakat memang terjadi pelemahan. Lantaran beberapa faktor semisal program efisiensi anggaran pemerintah, hingga maraknya aksi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca Juga
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menilai bawah efisiensi anggaran pemerintah jadi problem utama yang membuat daya beli masyarakat lesu jelang Lebaran.
Advertisement
"Karena tadi, banyak kegiatan-kegiatan pemerintah yang memberikan dampak pada beberapa sektor tidak terjadi. Misalnya hotel, restoran, makan, minum, itu kan juga pengaruh. Itu kan bukan hanya di pusat, tapi juga di daerah," urainya kepada Liputan6.com, Jumat (28/3/2025).
Faktor kedua, maraknya aksi PHK yang dilakukan sejumlah pabrikan dan pelaku industri turut memberi andil besar terhadap pelemahan daya beli masyarakat.
"Saya kira PHK yang sudah terjadi tiga bulan terakhir, bahkan sebelum-sebelumnya juga pengaruh. Ini yang saya kira juga jadi faktor," kata Tauhid.
Senada, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengutarakan, masifnya pemutusan hubungan kerja di dua bulan awal tahun ini jadi salah satu alasan utama belanja masyarakat terhambat.
Adapun data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, terdapat 18.610 orang yang terkena PHK dari Januari hingga Februari 2025. Jumlah tersebut naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2024. Bahkan, jika mengacu data Serikat Buruh, sudah ada 60.000 buruh di-PHK dari 50 perusahaan.
Nailul mengatakan, kondisi PHK yang masif membuat kinerja konsumsi melemah. Dengan salah satu indikatornya adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
"Pada Januari 2025, terjadi penurunan IKK hingga 0,4 persen (month to month) dibandingkan IKK Desember 2024. Situasinya cukup anomali," ungkap dia kepada Liputan6.com.
"Jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun. Kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi di bulan Februari 2025," terangnya.
Â
Apa Solusinya?
Menanggapi situasi tersebut, Tauhid Ahmad meminta pemerintah untuk mendorong lebih banyak kucuran anggaran lagi untuk belanja lorgram. Dan tidak hanya terpaku pada beberapa program prioritas Presiden Prabowo Subianto, semisal makan bergizi gratis (MBG).
"Bukan hanya MBG, tapi yang lain. Ini kan belum kelihatan. Pengadaan barang dan jasa lainnya belum kelihatan," sebut dia.
"Saya kira ini harus didorong. Bisa aja ada relaksasi di beberapa sektor hotel dan restoran agat bisa lebih tumbuh. Saya kira itu jadi peluang untuk membentuk perubahan," dia menekankan.
Tak hanya itu, ia pun mendorong masyarakat, khususnya kelompok menengah atas agar mau lebih banyak mengeluarkan koceknya untuk belanja. Khususnya di periode awal April pasca Lebaran 2025.
"Di kuartal kedua saya kira kan ada waktu liburan seminggu dan sebagainya. Masyarakat harus dorong belanja lebih banyak di waktu liburan. Artinya masyarakat tuh kelompok menengah atas," pintanya.
Â
Advertisement
Pemerintah Harus Kendalikan Harga
Di sisi lain, ia pun menyarankan pemerintah agar bisa lebih menjaga stabilisasi harga di pasaran. Sebab, meskipun pemerintah telah memberi sejumlah insentif jelang Lebaran, ia menyebut masih ada beberapa produk barang/jasa yang terlampau tinggi secara harga.
"Harga-harga kan naik. Penting untuk dijaga agar inflasi tetap rendah. Karena kalau kita lihat di dalam seminggu terakhir harganya tinggi sekali, di luar prediksi pemerintah," bebernya.
"Ini yang saya kira akhirnya mengurangi konsumsi. Jadi inflasi dari berragam, termasuk administered price yang diatur pemerintah bisa lebih kurang," dia menegaskan.
Tak lupa, ia berharap investasi dan pembukaan lapangan kerja bisa lebih digenjot lagi. "Terakhir, investasi dan penciptaan lapangan kerja harus didorong lebih cepat. Kalau enggak agak berat kita nanti," pungkas Tauhid.
