Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, meminta pemerintah daerah (pemda) membebaskan pengenaan pajak kendaraan listrik. Menurutnya, itu jadi kunci agar Indonesia tidak kalah saing dari Thailand untuk jadi pemain penting di sektor industri tersebut.
Airlangga Hartarto tak memungkiri, salah satu pendapatan terbesar daerah berasal dari pajak kendaraan bermotor. Namun, pemerintah pusat meminta pengertian pemda agar mau jalan beriringan dalam program elektrifikasi kendaraan bermotor.
Baca Juga
"Yang membedakan fasilitas bea masuk, pajak, dan lain-lain yang membedakan antara kita dengan kompetitor Thailand itu adalah pajak kendaraan bermotor," ujar Menko Airlangga Hartarto dalam Rakornas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah, Selasa (6/12/2022).
Advertisement
"Jadi Indonesia berbeda. Semua insentif sama, Dengan ditambahkannya pajak kendaraan bermotor daerah yang rata-rata sebesar 12,5 persen kita tidak lebih kompetitif dibandingkan Thailand," jelas dia.
Oleh karenanya, ia memohon pengertian pemda dan kepala daerah untuk rela membebaskan pajak kendaraan listrik. Sehingga Indonesia punya daya tawar lebih dari sekadar negara penghasil green energy.
Terlebih, Airlangga menyebut, Indonesia sudah punya image baik di hadapan dunia, saat menggelar showcase pemakaian mobil listrik bagi seluruh tamu negara dalam gelaran KTT G20 Bali lalu.
"Jadi saya menghimbau di berbagai daerah, mungkin Bali, Jakarta, kalau boleh elektrifikasi ini dinolkan. Sehingga kita apple to apple dengan Thailand," pinta Airlangga.
"Kalau enggak, pusat elektrifikasi otomatis larinya ke Thailand. Ini yang di luar pemerintah pusat. Tapi dengan (Undang-Undang) HKPD tentu bisa kita harmonisasikan," paparnya.
Jadi Produsen Kendaraan Listrik Terbesar Dunia, Indonesia Bakal Dibanjiri Investasi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakini, akan banyak investor berbondong-bondong datang ke Indonesia. Jika Indonesia berhasil membangun sebuah ekosistem yang besar dengan mengintegrasikan nikel, tembaga, bauksit, dan timah untuk kendaraan listrik atau Electronic Vehicle.
“Kalau baterainya jadi, kita tidak usah muter-muter ke investasi. Orang akan datang ke sini, percaya ke saya, karena ekosistem besarnya ada disini,” kata Jokowi dalam Rapimnas KADIN 2022, Jumat (2/12/2022).
Bahkan Jokowi mengaku sudah menghitung, kedepan produksi EV baterai itu 60 persen akan ada di Indonesia. Sehingga, siapapun yang akan membuat mobil dan motor listrik akan datang ke Indonesia, karena bahan bakunya sudah lengkap.
“Saya sudah hitung-hitung nanti produksi EV battery itu 60 persen ada di Indonesia, percaya ke saya. Sehingga siapapun yang ingin membangun mobil dan motor listrik pasti bakal kesini karena lebih efisien barangnya semua ada, tembaganya ada, bauksitnya, untuk mobil badan pesawat semuanya ada disini,” ujarnya.
Namun, menurut Jokowi, mengintegrasikan sumber daya alam yang dimiliki agar menjadi suatu ekosistem yang besar masih dihadapkan dengan kesulitan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antar Pemerintah pusat maupun daerah serta dengan para stakeholder.
“Yang sulit dari dulu adalah mengintegrasikan itu menjadi ekosistem yang besar. Itu yang tidak pernah kita kerjakan. Ini proyek jalan sendiri, itu jalan sendiri sehingga tidak memiliki nilai tambah yang besar,” ujarnya.
Justru akhirnya Indonesia dimainkan oleh negara lain, karena belum mampu untuk mengintegrasikan kekayaan alamnya menjadi ekosistem besar. Misalnya, tembaga sudah lebih dari 50 tahun ada di Papua, namun smelternya ada di Jepang dan Spanyol.
“Contoh saja, tembaga sudah lebih dari 50 tahun di Papua, smelternya ko ada di Jepang, Spanyol, kita dapat apa? Kita diem saja, terus pengusaha daerah dapat apa, UMKM kita dapat apa? Ini gerbong besar. Inilah ekosistem ini akan dibangun kalau bisa mengintegrasikan itu,” ujarnya.
Advertisement
Bakal Integrasikan
Kendati demikian, Jokowi menyatakan akan berusaha keras untuk menintegrasikan hal itu semua untuk mendorong Indonesia menuju ke peradaban baru, yakni Indonesia emas 2045.
“Saya akan berusaha sekuat tenaga agar ini terintegrasi dan menjadi lompatan negara kita menuju peradaban baru,” ujarnya.
Jika semuanya berhasil diintegrasikan, maka sumber daya alam seperti nikel, tembaga, timah dan bauksit tersebut akan menghasilkan nilai tambah yang lebih besar dari sebelumnya.
“Saya ceritakan mengenai nikel yang dulu ekspor mentah hanya USD 1,1 miliar berarti kira-kira sekitar Rp 18 triliun. Sekarang sudah lebih dari Rp 320 triliun naiknya 18 kali lipat. Itu hanya urusan nikel mentah menjadi stainless steel, belum menjadi EV baterai kemudian menjadi mobil dan pesawat, saya tidak tahu berapa puluh kali lipat nilai tambah itu akan muncul,” pungkasnya.