Peringatan KPK ke Kemenkeu: Sistem Informasi Minerba Jadi Lahan Basah Oknum

KPK mengungkapkan masih ada praktik penyelewengan dalam Sistem Informasi Mineral dan Batu bara Antar Kementerian/Lembaga (SIMBARA) yang dibuat Kementerian Keuangan

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Des 2022, 13:10 WIB
Diterbitkan 13 Des 2022, 13:10 WIB
Tambang Batu Bara milik Bukit Asam di Tanjung Enim, Sumatera Selatan
Tambang Batu Bara milik Bukit Asam di Tanjung Enim, Sumatera Selatan (dok: PTBA)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengungkapkan masih ada praktik penyelewengan dalam Sistem Informasi Mineral dan Batu bara Antar Kementerian/Lembaga (SIMBARA) yang dibuat Kementerian Keuangan.

SIMBARA yang dibuat untuk mengawasi batu bara dan produk mineral ekspor lainnya masih bisa diakali oleh pihak yang tidak bertanggungjawab yang merugikan negara.

"Untuk mengawasi batu bara ada SIMBARA. Ini ternyata tidak menyelesaikan masalah," kata Alexander dalam Puncak Peringatan Hakordia Kementerian Keuangan di Komplek Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat, Selasa (13/12).

"Dari monitoring yang kita lakukan ini banyak sekali yang ilegal dan mainnya sungguh sangat cantik," sambungnya.

Hasil monitoring KPK kata Alex menyimpulkan, tidak mungkin praktik-praktik tersebut tidak diketahui aparat. Mengingat penambangan batu bara dilakukan dalam jangka waktu panjang.

"Dan mohon maaf, rasanya tidak mungkin, tidak diketahui aparat karena menambang batu bara ini enggak sehari, seminggu atau sebulan tapi tahunan," ungkap dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Modusnya

Tambang Batubara
Pertambangan batu bara di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. (Liputan6.com/ Abelda Gunawan)

Alex menjelaskan modus yang digunakan pengusaha untuk mendapatkan batu bara bersertifikasi. Caranya penambang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) secara diam-diam membeli dari penambang ilegal.

"Dari batu bara ilegal itu bisa dapat sertifikat 'halal' ini dari perusahaan yang punya IUP. Mereka punya IUP tapi ambil juga dari pengusaha illegal," katanya.

"Mainnya kayak gitu, jadi keluar produknya legal karena dikeluarkan perusahaan legal yang dapat IUP," kata dia.

Sayangnya, praktik-praktik seperti ini tidak bisa langsung ditindak KPK. Padahal praktik ini jelas-jelas merugikan negara.

"Ini yang kita enggak bisa masuk. Padahal semua masuk ke SIMBARA tapi kita belum mampu menertibkan tambang-tambang ilegal tadi," kata dia.

 


Tentang SIMBARA

FOTO: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara Setelah Indonesia Longgarkan Larangan Ekspor
Gambar udara menunjukkan seorang pekerja berdiri di atas truk bermuatan batu bara di Pelabuhan Karya Citra Nusantara (KCN) Marunda, Jakarta, 17 Januari 2022. Indonesia melonggarkan larangan ekspor batu bara. (ADEK BERRY/AFP)

Sebagai informasi, SIMBARA merupakan sistem digitalisasi terkait alur produksi hingga penjualan batubara yang terintegrasi dengan seluruh Kementerian/Lembaga terkait. SIMBARA akan dilakukan secara komprehensif yaitu melalui konsolidasi keseluruhan, berbagai aplikasi di KESDM, Kemendag, Kemenkeu, Kemenhub dan Bank Indonesia.

Pengembangan SIMBARA pada 2020 meliputi pengecekan validitas bukti bayar PNBP dokumen ekspor yang disampaikan melalui sistem di Kementerian Perdagangan serta ketersediaan alat analisis dalam pengawasan ekspor.

Untuk perkembangan SIMBARA 2021 difokuskan terhadap penjualan batubara domestik dan penjualan mineral lainnya dengan output antara lain terkoneksinya sistem dan aliran data dengan Inaportnet di Kementerian Perhubungan.

Output juga termasuk pengecekan validitas pembayaran bukti PNBP untuk data di Kemenhub dan tersedianya tools analysis untuk pengawasan penjualan domestik.

Sementara SIMBARA tahun ini dikembangkan dengan mengintegrasikan data devisa hasil ekspor oleh Bank Indonesia dalam rangka mengawasi penjualan minerba ekspor dan memastikan devisa tersebut mengalir ke negeri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya