Liputan6.com, Jakarta - Kekaguman kepada KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur datang dari banyak arah. Sebagian menyebutnya tokoh pluralisme, sebagian lagi menobatkannya sebagai pembela kaum lemah.
Namun, bagi ulama sekaliber KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, kekaguman itu datang dari sisi yang jarang disorot, fikih dan cara Gus Dur mengelola kekuasaan dengan kepala dingin.
Dalam sebuah video yang dinukil dari kanal YouTube @burhanudin4628 Minggu (20/04/2025), Gus Baha mengungkapkan kekagumannya terhadap Gus Dur, terutama pada momen genting saat presiden keempat RI itu dilengserkan. Bukan karena Gus Dur menang secara politik atau bertahan dengan kekuatan, melainkan justru karena ia mundur tanpa pertumpahan darah.
Advertisement
“Saya akan mengagumi Gus Dur dari segi fikih ketika Gus Dur dilengserkan dari Presiden,” ujar Gus Baha dalam video tersebut. Menurutnya, inilah momen paling hikmah yang membedakan Gus Dur dari tokoh-tokoh lain dalam sejarah kepemimpinan nasional.
Gus Baha menjelaskan, ketika seseorang memiliki kekuasaan, dan memiliki cukup kekuatan untuk melawan, namun memilih jalan damai, itu menunjukkan tingkat keimanan dan kematangan fikih yang tinggi. “Gus Dur tidak menggunakan kekuatan itu untuk balas dendam atau menumpahkan darah,” lanjutnya.
Sebagai ulama, Gus Baha memandang tindakan Gus Dur bukan hanya sebagai strategi politik, tapi sebagai bentuk penghayatan terhadap fikih dalam konteks kekuasaan. Ia menyebut Gus Dur sebagai orang yang memahami hukum Tuhan secara menyeluruh, termasuk dalam hal menjaga nyawa manusia dan keutuhan bangsa.
Lebih dari sekadar simbol demokrasi, bagi Gus Baha, Gus Dur adalah sosok faqih yang mampu menerjemahkan ajaran agama ke dalam tindakan nyata, bahkan di tengah badai politik yang bisa membuat siapa saja kehilangan kendali. “Itulah puncak keulamaan dan kepemimpinan,” kata Gus Baha.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Penjelasan Gus Baha Soal Gus Dur
Menurut Gus Baha, jika Gus Dur memilih melawan saat itu, konflik horizontal mungkin tidak bisa dihindari. “Tapi beliau tidak ingin darah rakyat tumpah hanya demi kekuasaan. Itu keputusan orang berilmu yang takut pada Allah,” jelasnya.
Ia pun mengajak masyarakat untuk tidak menilai peristiwa pelengseran Gus Dur hanya dari perspektif politis. “Jangan lihat Gus Dur itu hanya dari sudut politik, lihatlah juga dari cara pandang fikih, cara beliau menjaga maslahat umat,” kata Gus Baha dalam video itu.
Sementara dikutip dari NU Online, KH Abdurrahman Wahid dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia keempat pada 20 Oktober 1999. Namun, belum genap dua tahun menjabat, Gus Dur dimakzulkan pada 23 Juli 2001.
Pelengseran ini bukan perkara sederhana. Penulis buku Menjerat Gus Dur, Virdika Rizky Utama, menyebut bahwa Gus Dur dilengserkan karena hendak menjalankan agenda reformasi yang sesungguhnya. Ia ingin mengurangi pengaruh kelompok Orde Baru dalam berbagai lini kehidupan bangsa.
Menurut Virdika, langkah-langkah reformis Gus Dur membuat kekuatan lama merasa terancam. Di saat kekuatan reformis belum sepenuhnya solid, kekuatan Orde Baru justru masih terorganisasi dan bertekad merebut kembali kendali politik nasional.
Pada awalnya, Gus Dur mencoba merangkul banyak kelompok. Namun dalam perjalanannya, ia memecat siapa pun yang tak sejalan dengan visinya. Salah satu yang paling menonjol adalah pemecatan Jusuf Kalla yang bahkan dituduh terlibat dalam praktik KKN.
Namun, Gus Dur tidak membuktikan sendiri tuduhan itu, dan menyerahkan pembuktian kepada pihak lain. Langkah ini, menurut Virdika, menjadi boomerang politik yang dimanfaatkan lawan-lawannya di parlemen.
Advertisement
Langkah Kontroversial Gus Dur
Selain itu, Gus Dur juga membuat langkah kontroversial dengan membubarkan Departemen Penerangan dan menghapus Dwifungsi ABRI. Hal ini memicu amarah dari militer yang selama 32 tahun menikmati posisi strategis di berbagai sektor negara.
Salah satu tindakan Gus Dur yang juga menjadi pemicu pemakzulan adalah permintaan maaf kepada korban tragedi 1965. Meski tidak ramai diberitakan, langkah itu menimbulkan reaksi kuat di kalangan politisi dan militer konservatif.
Riak-riak ketidakpuasan terhadap Gus Dur dikapitalisasi menjadi narasi bahwa ia terlibat dalam agenda tertentu yang mengganggu status quo. Padahal, langkah-langkah itu sebenarnya bagian dari upaya pemurnian demokrasi pasca-Orde Baru.
Namun, seperti yang disampaikan Gus Baha, alih-alih melawan balik dengan kekuatan yang ia miliki, Gus Dur memilih mundur dengan damai. Keputusan itu membuat bangsa ini tetap utuh, dan tidak terjerumus ke dalam perang saudara.
Kini, dua dekade setelah peristiwa itu, Gus Dur dikenang bukan hanya sebagai presiden yang dilengserkan, tapi sebagai negarawan dan ulama besar yang memahami fikih secara menyeluruh. Sebagaimana dikatakan Gus Baha, warisan Gus Dur bukan kekuasaan, tapi keteladanan.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
