Rizal Ramli Minta Universitas Padjadjaran Beri Gelar Doktor Honoris Causa ke Bung Hatta

Menurut Rizal Ramli, koperasi adalah pilihan tepat yang dijadikan konsep dasar perekonomian nasional oleh Bung Hatta berdasarkan pengalamannya bermukim di Eropa selama sebelas tahun.

oleh Tira Santia diperbarui 16 Des 2022, 19:44 WIB
Diterbitkan 16 Des 2022, 19:20 WIB
Ekonom senior Rizal Ramli dalam diskusi “Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045”, yang digelar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. (Istimewa)
Ekonom senior Rizal Ramli dalam diskusi “Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045”, yang digelar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom senior Rizal Ramli meminta kepada Universitas Universitas untuk memberikan penghargaan terhadap Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi dan peletak dasar perekonomian nasional di Undang-undang Dasar 1945.

Hal ini diungkapkan dalam diskusi Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045, di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, Jumat (16/12/2022).

“Karena itu pada kesempatan ini saya juga meminta Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran memberikan gelar Doktor Honoris Causa bidang ekonomi kepada Bung Hatta sebagai penghormatan,” kata Rizal Ramli.

Seperti diketahui, selama ini anugerah Doktor Honoris Causa bidang ekonomi belum pernah diberikan kepada Bung Hatta. Gelar Honoris Causa pernah didapatkan oleh wakil presiden pertama RI itu dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1950-an dan dari Universitas Indonesia pada tahun 1975, namun bukan untuk bidang ekonomi, melainkan bidang hukum.

Melanjutkan pernyataannya Rizal Ramli menjelaskan, koperasi adalah pilihan tepat yang dijadikan konsep dasar perekonomian nasional oleh Bung Hatta berdasarkan pengalamannya bermukim di Eropa selama sebelas tahun.

Selain menyelesaikan studi ekonomi di Belanda Bung Hatta sebagai tokoh pergerakan juga berkecimpung di dalam pergaulan yang luas di Eropa dalam rangka perjuangan mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa.

Sistem Welfare State

Ekonom senior Rizal Ramli dalam diskusi “Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045”, yang digelar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. (Istimewa)
Ekonom senior Rizal Ramli dalam diskusi “Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045”, yang digelar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. (Istimewa)

Pada tahun 1920-an, saat berada di Eropa itulah Bung Hatta merasakan langsung dampak dari depresi ekonomi dahsyat yang melanda Benua Biru itu, yang kala itu disebut pula zaman Malaise, akibat praktek kapitalisme yang ugal-ugalan.

Bung Hatta tidak ingin mencontoh sistem yang tidak membawa keadilan ekonomi dan kesejahteraan bagi rakyat seperti itu. Ia lebih memilih mengadopsi sistem welfare state (negara kesejahteraan), seperti di negara-negara Skandinavia yang mengedepankan koperasi.

Lebih jauh Rizal Ramli juga mencontohkan kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh Kanselir Jerman Otto Von Bismarck pada pertengahan abad ke 19, dimana ia tidak menginginkan rakyat Jerman kala itu terseret ke dalam sistem ekonomi komunisme.

Bismarck kemudian membuat kebijakan berupa social security system atau sistem jaminan sosial untuk rakyatnya. Sehingga sampai kini Jerman dikenal sebagai salah satu negara dengan jaminan sosial yang tinggi.

Lalu apa yang harus dilakukan untuk kemajuan koperasi di negeri ini ?

“Koperasi dibesarkan bukan dengan aturan-aturan atau dengan melibatkan lembaga pengawasan yang lebih gede lagi, seperti OJK,” tandas Rizal Ramli.

Pengelolaan Kurang Profesional

Ekonom senior Rizal Ramli dalam diskusi “Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045”, yang digelar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. (Istimewa)
Ekonom senior Rizal Ramli dalam diskusi “Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045”, yang digelar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. (Istimewa)

Panel ahli bidang ekonomi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini juga menyoroti umumnya lembaga koperasi di Indonesia kurang profesional dan kurang transparan.

Karena itu misalnya ia menyarankan untuk menunjukkan transparansi koperasi perlu menyampaikan laporan keuangan secara berkala, yaitu tiga bulan sekali di media massa. Supaya anggota dan masyarakat umum mengetahui.

Selain itu, lanjutnya, harus ada target bagi lembaga koperasi, misalnya berapa besar kontribusinya untuk perekonomian nasional, terhadap lapangan kerja, bagaimana total kreditnya, dan beberapa hal lainnya.

“Tidak ada kata terlambat untuk membesarkan koperasi, yang ada hanya pemimpin yang berpikir lambat,” ujar Rizal Ramli.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya