Kaya Lithium, Kadin Gandeng Australia Barat Bangun Industri Baterai

Kadin Indonesia menggandeng pemerintah Australia Barat dalam mengembangkan industri baterai kendaraan listrik. Mengingat, Indonesia memiliki cadangan nikel yang banyak dan Australia sebagai penyupai lithium dunia.

oleh Arief Rahman H diperbarui 21 Feb 2023, 22:33 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2023, 22:33 WIB
Baterai Mobil Listrik
Kadin Indonesia menggandeng pemerintah Australia Barat dalam mengembangkan industri baterai kendaraan listrik. Mengingat, Indonesia memiliki cadangan nikel yang banyak dan Australia sebagai penyupai lithium dunia. (Foto: Electrek).

Liputan6.com, Jakarta Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia menggandeng pemerintah Australia Barat dalam mengembangkan industri baterai kendaraan listrik. Mengingat, Indonesia memiliki cadangan nikel yang banyak dan Australia sebagai penyupai lithium dunia.

Atas potensi tersebut, maka kerja sama kedua negara ini diperlukan untuk mengejar target pengembangan industri baterai kendaraan listrik. Kerja sama ini dituangkan dalam penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) untuk mengeksplorasi peluang kemitraan dalam mineral kritis, seperti nikel.

Penandatanganan MoU dilakukan pada 21 Februari di Perth, Australia Barat, sebagai tindak lanjut dari komitmen yang dibuat selama B20/G20 pada November 2022.

Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan sinergi kedua negara dalam pengembangan industri baterai akan meningkatkan daya saing Indonesia dalam pasar global dan menciptakan lapangan kerja baru untuk masyarakat Indonesia. Apalagi Kedua negara memiliki cadangan mineral yang cukup penting untuk produksi baterai, dengan potensi saling melengkapi untuk mewujudkan kerja sama yang saling menguntungkan.

"Kita harus memanfaatkan kesempatan ini untuk bersama-sama mengembangkan pabrik manufaktur baterai di Indonesia dengan memanfaatkan lithium Australia dan investasi yang menguntungkan, sehingga dapat merealisasikan potensi cadangan nikel Indonesia dan tenaga kerja yang melimpah," kata Arsjad dalam keterangannya, Selasa (21/2/2023).

Investasi

MoU ini mencakup upaya mempromosikan investasi dan kerja sama untuk kepentingan bersama Australia Barat dan Indonesia. Utamanya dalam mengoptimalkan peluang untuk mengembangkan mineral kritis dan industri baterai dengan nilai tambah yang tinggi.

"Kemitraan strategis antara Kadin Indonesia dan Pemerintah Australia Barat merupakan tonggak penting untuk mewujudkan ambisi membangun ‘pusat produksi' atau kekuatan utama di industri kendaraan listrik. Kami sangat antusias untuk bekerja sama dengan Pemerintah Australia Barat untuk mencapai tujuan bersama dan mengeksplorasi peluang pengembangan industri mineral kritis dan baterai yang memiliki nilai tambah," tambah Arsjad.

Informasi, Australia Barat dan Indonesia memiliki sejarah kerja sama di sektor sumber daya, dengan beberapa perusahaan tambang Indonesia beroperasi di Australia Barat dan perusahaan-perusahaan Australia Barat melakukan investasi di sektor pertambangan Indonesia.

Dalam kerja sama ini, Kadin Indonesia dan Pemerintah Australia Barat akan menjalin kemitraan industri dalam rantai pasok mineral penting di kedua wilayah. Serta berbagi informasi tentang pembaruan hukum atau peraturan. MoU ini diharapkan dapat mempercepat kerja sama dan merangsang pengembangan industri baterai dan EV global.

 

Nilai Tambah

Mengisi baterai mobil listrik
Mengisi baterai mobil listrik (Arief/Liputan6.com)

Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mencatat ada peluang keuntungan yang berkali lipat dari pengembangan industri baterai kendaraan listrik. Meski diakuinya proses ini bukan perkara mudah.

Toto mencatat Indonesia bisa mencapai nilai keekonomian yang besar dengan hilirisasi nikel. Nilainya bisa menjadi 11 kali lipat dari nikelnya itu sendiri. Jika dikembangkan lebih lanjut menjadi baterai, nilai ekonominya bisa meningkat 40 kali lipat.

Soal langkah itu, Toto mengakui bukan hal yang mudah. Prosesnya memakan waktu pengolahan dari bijih nikel menjadi konsentrat, lalu diolah lagi menjadi M-sulfat. Lalu, diproses menjadi prekursor, kemudian jadi material katoda hingga dikonversi menjadi baterai ion lithium.

"Di sini perlu kita komunikasikan bahwa membangun industri (baterai) ini tidak mudah, akan membutuhkan waktu yang lama. Tapi akan sangat strategis di Indonesia karena nilai dari baterai itu hampir bisa 11 kali dari nilai nikel, dan bahkan itu kalau sudah sampai baterai precursor dan baterai cell bisa hampir 40 kali lipat dari segi nilainya sendiri," urainya dalam Rapat Panja Komisi VI DPR RI, ditulis Kamis (16/2/2023).

 

Butuh Waktu

Toto mengatakan, Indonesia bisa menjadi produsen battery cell sendiri. Tapi, prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama pula.

"Walau kita sudah bermitra dengan (perusahaan produsen baterai) nomor 1 dan nomor 2 di dunia, itu kita membutuhkan hampir 4 tahun untuk bisa mendapatkan battery cell kita dari nikel Indonesia," ungkapnya.

Ada dua proyek besar dalam membangun ekosisten baterai kendaraan listrik ini. Yakni, proyek Dragon dan Proyek Titan. Keduanya menggaet perusahaan produsen baterai terbesar dunia.

 

Tantangan

Mobil Listrik GIIAS 2019
Teknologi fast charging pada mobil listrik DFSK Glory E3 dipamerkan dalam GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019 di ICE BSD, Tangerang, Jumat (19/7/2019). Glory DFSK E3 hanya perlu waktu 30 menit untuk mencapai 80 persen daya baterai. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Pemerintah Indonesia memiliki ambisi besar untuk menjadi pemain penting industri kendaraan listrik (EV) dunia. Bahkan, Indonesia digadang-gadang bisa menjadi penguasa baterai kendaraan listrik secara global.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B Pandjaitan mengatakan, faktor kunci dari resiliensi hilirisasai mineral yang bernilai tambah tinggi sebagai fokus Indonesia untuk mempercepat komitmen global dalam transisi energi.

"Meskipun Indonesia kaya akan nikel, nampaknya hal ini belum mampu menjadikan Indonesia sebagai raja baterai kendaraan listrik dunia karena tidak tersedianya lithium yang notabene menjadi bahan utama pengembangan industri baterai EV," ujar Luhut, dikutip dari akun instagramnya, Selasa (14/2/2023).

Menurut Luhut, dengan melihat kondisi tersebut, diperlukan kolaborasi dengan pihak lain untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai 'raja' baterai kendaraan listrik.

"Di hadapan para pengusaha Lithium, saya sampaikan bahwa Australia adalah kandidat terbaik dan partner potensial kami untuk mengembangkan industri baterai EV, karena setengah dari lithium dunia ada di negeri Kangguru," tambah Luhut.

"Untuk itu, kami perlu mendapatkan kepercayaan agar bisa bekerja sama dengan salah satu raksasa Lithium dunia, dengan mempertimbangkan beberapa kemudahan kebijakan yang akan kami berikan namun tetap dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan," tegasnya.

 

Banner Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia
Banner Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia. (Liputan6.com/Fery Pradolo)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya