Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo melalui pernyataannya saat membuka acara Business Matching Belanja Produk Dalam Negeri 2023, mengatakan bahwa fenomena impor pakaian bekas atau yang biasa disebut thrifting ini sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.
Jokowi juga sudah memerintahkan untuk mencari betul oknum yang terlibat dengan pengadaan impor pakaian bekas ini. Perkembangannya dalam satu hingga dua hari sudah banyak yang ditemukan.
“Jadi yang namanya impor pakaian bekas, setop! Menganggu, sangat mengganggu,” tegas Jokowi pada keterangan pers yang dilakukan seusai pembukaan acara tersebut pada Rabu (15/3/2023).
Advertisement
Sebelumnya, Jokowi juga mengingatkan kembali kondisi bahwa pendapatan di APBN yang digunakan untuk mengimpor pakaian bekas tersebut berasal dari pajak rakyat. Proses mengumpulkan pendapatan negara itu pun sulit, tetapi justru digunakan untuk membeli produk impor.
Untuk membereskan masalah ini, pemerintah bekerja sama dengan Polri, terutama terkait adanya barang impor yang hanya diganti kemasannya agar terlihat seperti produk lokal.
“Dipikir saya enggak tahu. Ini hati-hati, diperintahkan ini pada Polri untuk dicek betul kalau ada seperti ini,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Optimalisasi Produk Lokal
Optimalisasi produk dalam negeri ini juga akan berkaitan dengan tunjangan kinerja (tukin), salah satu indikatornya melihat pada penggunaan anggaran untuk membeli produk dalam negeri. Setelah ini direalisasikan, Jokowi mengaku akan menindak tegas dengan memberlakukan sanksi.
“Kalau masih coba-coba untuk beli produk impor dari uang APBN atau APBD, sanksinya tolong dirumuskan Pak Menko, biar semuanya kita bekerja dengan sebuah reward and punishment semuanya,” katanya.
Acara Business Matching Belanja Produk Dalam Negeri 2023 ini dilaksanakan di Istora GBK Jakarta pada 15 sampai 17 Maret 2023. Pada 2022 lalu, acara ini juga diselenggarakan di Bali dengan catatan terkait komitmen belanja PDN mencapai Rp214 triliun.
Fenomena Thrifting atau Belanja Pakaian Bekas Impor
Kegiatan ini menjadi semakin populer terutama di kalangan anak muda Indonesia.
Thrifting mengarah pada kegiatan menjual kembali pakaian bekas milik orang lain dengan kualitas yang masih bagus diikuti harga yang jauh lebih murah daripada harga beli awalnya pakaian tersebut.
Kini thrifting di Indonesia banyak diadakan dengan menjual kembali pakaian bekas hasil impor, hal inilah yang membuat geram Presiden RI Joko Widodo.
Thrifting barang impor ini berperan dalam menjatuhkan UMKM lokal. Hal ini pun didukung oleh Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yang menyebut kegiatan tersebut mencederai gerakan nasional membeli produk dalam negeri.
“Thrifting itu produk-produk pakaian bekas dari luar itu lebih banyak produk ilegal. Ini memukul produsen fesyen dalam negeri. Terutama pelaku UMKM,” kata Teten, dikutip dari DetikJatim, Rabu (15/3/2023).
Advertisement
Kisah Awal Munculnya Thrifting
Istilah ‘thrift’ berasal dari bahasa Inggris yang secara harfiah berarti hemat. Diperkirakan, kata ini muncul sekitar tahun 1300-an.
Melansir The State Press, istilah tersebut bukan mengacu pada kondisi kesejahteraan seseorang yang mengharuskan mereka harus berhemat, melainkan lebih pada penggunaan sumber daya secara hati-hati untuk menjadi makmur.
Pada masa itu, pakaian bekas ditumpuk dan dijual di alun-alun pasar. Ketika masyarakat mulai memodernisasi, perdagangan barang bekas dimulai sebagai sistem barter dan melayani masyarakat berpenghasilan rendah.
Penjualan barang bekas dimulai sebagai aktivitas penggalangan dana dengan cara menampung sumbangan dari para donatur berupa barang bekas untuk dijual. Kemudian hasil penjualannya disumbangkan kepada para tunanetra.
Meski kegiatan jual beli barang bekas sudah ada sejak tahun 1.300-an, thrifting berkembang pada pertengahan 1800-an hingga awal 1900-an dengan berdirinya organisasi seperti Salvation Army dan Goodwill.