Kabar Gembira, Produk Kertas A4 Indonesia Bebas Bea Masuk Anti-Dumping di Australia

Pemerintah Australia memutuskan untuk membebaskan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap impor kertas A4 asal Indonesia pada 18 April 2023.

oleh Tira Santia diperbarui 05 Mei 2023, 15:20 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2023, 15:20 WIB
Pabrik dan Industri Kertas
Pemerintah Australia memutuskan untuk membebaskan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap impor kertas A4 asal Indonesia pada 18 April 2023. (iStockphoto)

 

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Australia memutuskan untuk membebaskan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap impor kertas A4 asal Indonesia pada 18 April 2023. Keputusan ini merupakan hasil dari exemption inquiry oleh Komisi Anti-Dumping Australia yang diinisiasi pada 3 Februari 2023.

“Australia telah mengenakan BMAD bagi sebagian perusahaan kertas Indonesia yang akan berlaku hingga tahun 2027. Namun, pada perkembangannya industri dalam negeri Australia mengalami masalah suplai bahan baku sehingga menghentikan secara keseluruhan produksi kertas putih untuk dipasok dalam pasar domestiknya,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso.

Budi mengapresiasi keputusan yang diambil Pemerintah Australia. “Keputusan yang diambil Pemerintah Australia sangat tepat. Rekomendasi dari Pemerintah Australia mengindikasikan bahwa pengenaan BMAD terhadap produk kertas A4 sangat tidak relevan di Australia. Keputusan tidak dikenakannya BMAD tersebut tentunya dapat mengangkat daya saing produk kertas A4 Indonesia di Australia,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Natan Kambuno menambahkan, Indonesia berhasil meyakinkan Pemerintah Australia bahwa pengenaan BMAD terhadap produk kertas A4 impor tidak relevan untuk dilanjutkan. “Hal ini karena tidak sesuai dengan GATT 1994 dan ketentuan WTO lainnya, dalam hal ini khususnya Agreement on Anti-Dumping (ADA),” jelas Natan.

Pada 2022, ekspor kertas A4 ke Australia sebesar USD 8,20 juta. Nilai ini menurun dibandingkan tahun 2017 yang mencapai USD 19,72 juta. Selanjutnya, nilai ini semakin menurun setelah pengenaan BMAD.

Menurut Natan, akses pasar produk kertas A4 yang berkualitas merupakan faktor penting yang mengindikasikan bahwa penduduk Australia memerlukan ketersediaan produk dimaksud di pasar Australia. Dikenakannya BMAD akan membuat penduduk Australia kehilangan akses terhadap kertas A4 yang banyak diperlukan.

 

Daya Saing

Pabrik dan Industri Kertas
Ilustrasi Foto Pabrik dan Industri Kertas (iStockphoto)

“Seyogianya Indonesia dapat memanfaatkan momen ini karena produk Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar Australia. Kami juga memberikan apresiasi atas kolaborasi aktif dan produktif antara Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) dengan pemangku kepentingan lainnya seperti pelaku usaha dan pihak lainnya yang menjadi faktor kunci keberhasilan Indonesia untuk menggagalkan pengenaan BMAD dimaksud,” pungkas Natan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, total perdagangan Indonesia-Australia pada periode Januari-Februari 2023 mencapai USD 1,71 miliar. Nilai ini naik jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022 yang sebesar USD 1,68 miliar.

Sedangkan total perdagangan kedua negara meningkat dalam beberapa tahun terakhir yaitu tahun 2022 sebesar USD 13,33 miliar, tahun 2021 USD 12,65 miliar, serta tahun 2020 sebesar USD 7,15 miliar.

Impor Kertas Bekas dari Uni Eropa Berpotensi Macet, Kemenperin Turun Tangan

Mengandung B3, 8 Kontainer Limbah Kertas Asal Australia Ditahan
Petugas Bea Cukai Tanjung Perak berjalan melewati kontainer berisi sampah asal Australia di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/7/2019). Delapan kontainer sampah seberat 210 ton tersebut diimpor PT MDI dari Australia. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Produktivitas industri pulp dan kertas di dalam negeri terus meningkat seiring peningkatan kebutuhan domestik dan ekspor. Agar upaya peningkatan produktivitas terus berjalan lancar, diperlukan kebijakan yang dapat menjaga ketersediaan bahan baku untuk indutri pulp dan kertas.

“Salah satu kebutuhan bahan baku itu adalah kertas bekas atau daur ulang. Adapun Uni Eropa merupakan pemasok utama bahan baku tersebut, yang hingga saat ini masih belum bisa dipenuhi dari dalam negeri, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, Jumat (21/4/2023).

Enam+03:11VIDEO: Rakyat Sengsara! Konflik Militer Perparah Kondisi Ekonomi SudanDirjen Industri Agro mengungkapkan, Uni Eropa mengeluarkan kebijakan mengenai pembatasan atau larangan ekspor limbah non-B3 termasuk kertas bekas. Hal ini sesuai dengan Proposal European Union Waste Shipment Regulation (EUWSR).

“Guna mengatasi hal tersebut, Delegasi Indonesia telah melakukan pertemuan dan diskusi dengan likeminded countries, Komisi Uni Eropa (UE) dan Parlemen UE,” ungkapnya. Delegasi Indonesia terdiri dari perwakilan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, KBRI Brussels dan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI).

Pertemuan dengan likeminded countries dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran negara pengimpor limbah dari UE, di antaranya Turki, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Mesir untuk menyusun strategi dalam mengurangi dampak penerapan regulasi UE. 

Mayoritas likeminded countries belum mengetahui perkembangan terkini terkait proposal EUWSR, kecuali Turki yang sudah menyampaikan tanggapan resmi pada notifikasi EUWSR melalui WTO.

“Pemerintah RI akan menyusun position paper untuk kemudian dibahas bersama dengan likeminded countries dan disampaikan kepada UE,” ujar Putu.

 

Regulasi EUSWR

Pabrik dan Industri Kertas
Ilustrasi Foto Pabrik dan Industri Kertas (iStockphoto)

Selanjutnya, Direktur Ekonomi Sirkular, DG Environment, UE menyampaikan bahwa regulasi EUSWR bertujuan untuk memastikan bahwa limbah yang diekspor dari Uni Eropa ke negara lain dikelola dengan baik, termasuk pengolahan impuritas dari limbah (misalnya plastik yang ada di limbah kertas), dan tidak bermaksud untuk menghambat perdagangan.

Menurut Putu, Indonesia menekankan bahwa limbah non-B3 seperti kertas bekas hanya dapat diimpor sebagai bahan baku industri dan berkontribusi penting bagi perekonomian Indonesia khususnya untuk peningkatan implementasi ekonomi sirkular.

“Kemudian dijelaskan regulasi prosedur impor limbah non-B3 yang sudah sangat kompleks dan ketat sehingga Indonesia eligible masuk dalam The List,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya