BofA Sebut Ketakutan Dedolarisasi Berlebihan, Utang Meningkat Jadi Ancaman Dolar AS

Bank of America (BofA), menyebutkan ketakutan de-dolarisasi dinilai berlebihan. Akan tetapi, meningkatnya utang dan kecerobohan AS adalah ancaman dolar AS.

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Mei 2023, 20:42 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2023, 20:42 WIB
BofA Sebut Ketakutan Dedolarisasi Berlebihan, Utang Meningkat Jadi Ancaman Dolar AS
Bank of America (BofA) menyebutkan dolar Amerika Serikat tidak akan mendekati akhir dalam waktu dekat karena de-dolarisasi dibesar-besarkan (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank of America (BofA), salah satu raksasa bank Amerika Serikat menyebutkan ketakutan de-dolarisasi dinilai berlebihan. Akan tetapi, meningkatnya utang dan kecerobohan Amerika Serikat (AS) adalah ancaman utama bagi dolar Amerika Serikat.

Dikutip dari Market Insider, Sabtu (6/5/2023),dalam catatan pada Kamis, 4 Mei 2023, Bank of America menyebutkan dolar Amerika Serikat tidak akan mendekati akhir dalam waktu dekat karena dedolarisasi dibesar-besarkan. Sebaliknya, dolar Amerika Serikat (AS) lebih terancam dari masalah fiskal domestik, terutama dengan pemerintahan AS yang berisiko gagal bayar untuk pertama kali.

“Karena sebagian besar peran dominan dolar Amerika Serikat berasal dari pasar TSY (treasury-red), kejutan gagal bayar dari perdebatan plafon utang akan membahayakan daya tarik dolar AS sebagi penyimpan yang bernilai,” tulis BofA.

BofA menilai, ancaman utama terhadap peran dominan dolar Amerika Serikat tampaknya sebagian besar bersifat domestik, berlawanan dengan persaingan dari mata uang lain.

Analis mengatakan, dolar AS tidak akan kehilangan keistimewaannya. Risiko jangka panjang bagi dolar AS adalah kepuasan terhadap utang. Catatan itu menunjukkan utang pemerintah Amerika Serikat adalah yang tertinggi di G10 terhadap produk domestik bruto (PDB) kecuali Jepang. IMF prediksi rasio utang AS terhadap PDB naik menjadi 136 persen pada 2028 dari 122 persen pada 2022.

BofA menambahkan, bencana fiskal AS dengan risiko penutupan pemerintah, atau lebih buruk lagi untuk gagal bayar terus muncul selama diskusi plafon utang.

Partai Republik di Kongres menuntut pemangkasan pengeluaran tajam sebagai imbalan atas peningkatan plafon utang. Sedangkan Gedung Putih menolak untuk mengizinkan syarat apapun. Kedua belah pihak tetap menemui jalan buntu bahkan ketika pemerintah dapat gagal bayar paling cepat 1 Juni 2023.

Di tengah risiko gagal bayar utang yang membayangi, BofA mengatakan tidak ada mata uang alternatif yang nyata, bahkan saat yang lain juga menunjukkan peningkatan pengaturan non-dolar AS sebagai bukti dedolarisasi.

 

Analis Menilai Dolar AS Masih Dominan dalam Perdagangan

Kurs Rupiah terhadap Dolar
Karyawan bank menunjukkan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Senin (2/11/2020). Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (2/11) sore ditutup melemah 0,1 persen ke level Rp14.640 per dolar AS, dari perdagangan sebelumnya yaitu Rp14.690 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Analis menyebutkan, dolar AS telah kehilangan sebagian pangsa pasar di antara cadangan bank sentral, dolar AS tetap dominan dalam perdagangan, faktur internasional, dan pembayaran SWIFT atau transfer internasional yang dikirim melalui jaringan transfer internasional.

Mata uang China yuan meski memang memiliki potensi tumbuh secara global, regulator China yang saat ini mengendalikan levelnya perlu membuka modal, sesuatu yang dapat membuat China rentan terhadap volatilitas dana keluar dan campur tangan kebijakan moneter.

Dalam catatan BofA juga menyebutkan mata uang BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) juga tidak mungkin, mengingat hal itu akan bergantung pada kerja sama antara anggota yang tidak banyak berdagang satu sama lain di luar China. Bahkan hubungannya sering kali tegang.

Sementara itu, stablecoin adalah satu-satunya aset digital yang dapat menganggu tren mata uang, meski terganggu oleh kerangka kerja legislatif yang tidak jelas. Namun, jika dikembangkan lebih lanjut, cryptocurrency yang didukung dolar AS dapat memperkuat posisi dolar AS.

Mengenal Dedolarisasi dan Pengaruhnya bagi Ekonomi Indonesia

Kurs Rupiah terhadap Dolar
Karyawan bank menunjukkan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Senin (2/11/2020). Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (2/11) sore ditutup melemah 0,1 persen ke level Rp14.640 per dolar AS, dari perdagangan sebelumnya yaitu Rp14.690 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani, menilai bahwa dedolarisasi menjadi fenomena yang menarik ketika Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengemukakan pandangan senada.

Gubernur Bank Indonesia menyebutkan, Indonesia sudah menggagas diversifikasi penggunaan mata uang, misalnya dalam mekanisme local currency transaction (LCT).

Seirama dengan Menteri Keuangan yang menyampaikan, untuk mengurangi ketergantungan terhadap dollar AS, maka semakin ditingkatkan pola local currency settlement (LCS) dengan negara-negara mitra dagang.

"Pola kebijakan dan kesepakatan ekonomi ini menjadi potret dedolarisasi," kata Ajib, Senin (24/4/2023).

Ajib menjelaskan, dedolarisasi adalah proses penggantian dolar AS sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan dan atau komoditas lainnya.

Menurutnya, hal ini menjadi bagian dari kebijakan pemerintah yang akan mendongkrak nilai tukar mata uang lokal terhadap dolar AS. Dimana, paling tidak ada 6 (enam) hal yang akan mempengaruhi penguatan nilai tukar, yaitu: inflasi, suku bunga, neraca pembayaran, ekspektasi, dan kebijakan pemerintah.

Selanjutnya, yang perlu menjadi bahan perhatian adalah proyeksi ekonomi tahun 2023 yang sudah dirancang dalam Kerangka Ekonomi Makro (KEM), dimana kisaran nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah Rp.14.300,- sampai dengan Rp.14.800,-.

Posisi kurs dolar AS sekarang kisaran Rp.14.800,- dengan nilai yang fluktuatif, bahkan sebelumnya nilai kurs nya stabil di atas Rp.15.000,-.

"Kondisi kurs inilah, yang menurut Menteri Keuangan menjadi salah satu faktor fluktuasi utang negara. Dimana posisi utang negara per Desember 2022 sudah mencapai angka Rp 7.733,99 triliun," ujarnya.

Dengan demikian, stabilitas nilai tukar rupiah dalam rentang Kerangka Ekonomi Makro, menjadi satu hal penting untuk turut menjaga kesehatan fiskal Indonesia.

 

Dampak Positif ke Indonesia

Rupiah Tembus Rp15.000 per USD
Seorang warga menjual uang dolar Amerika Serikat di salah satu gerai money changer di Jakarta, Senin (4/7/2022). Rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan mendekati lagi Rp15.000 per USD 1 dan menjadi salah satu yang terburuk. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Di samping itu, gerakan dan kebijakan dedolarisasi ini juga menjadi fenomena global yang diambil oleh negara-negara maju yang mempunyai orientasi ekonomi yang sama.

Misalnya kelompok negara BRICS yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan berupaya mengurangi penggunaan dolar AS dalam bertransaksi antar negara. China dengan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai USD 17,5 miliar bisa menjadi motor lokomotif ekonomi dunia.

Ditambah dengan Rusia yang bisa membuat konstraksi ekonomi global, tentunya akan memberikan dampak yang signifikan dalam konteks politik dan ekonomi. India juga mempunyai potensi ekonomi yang luar biasa, karena mempunyai demand, dalam jumlah penduduk, nomor besar kedua di dunia, dengan lebih dari 1,4 miliar populasi.

Adapun dalam konteks regional, Indonesia bisa menjadi lokomotif gerakan dedolarisasi melalui Keketuaan ASEAN. Posisi strategis yang diemban oleh Indonesia menjadi kesempatan untuk membuat kesepakatan regional yang bisa memberikan keuntungan ekonomi untuk seluruh negara anggota ASEAN.

Dalam KTT Asean pada tanggal 9-11 Mei 2023 di Nusa Tenggara Timur (NTT) nanti, kebijakan-kebijakan strategis tentang dedolarisasi perlu dibahas secara terstruktur.

 Kebijakan-kebijakan dedolarisasi yang bisa dibangun dengan negara-negara hubungan dagang, paling tidak akan memberikan tiga dampak positif terhadap ekonomi Indonesia.

Pertama adalah efisiensi. Ketika terjadi transaksi dagang antar 2 (dua) negara, maka transaksi bisa langsung menggunakan mata uang bersangkutan.

Kedua adalah relatif terhindarnya dari ancaman global finacial crisis, karena banyaknya diversifikasi mata uang yang dilakukan dalam transaksi internasional. Ketiga, adalah keuntungan dalam neraca pembayaran dan kesehatan fiskal Indonesia, ketika dolar AS menjadi lebih ter depresiasi dan stabil.

 

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya