Liputan6.com, Jakarta - Kurs Dolar AS ke Rupiah masih di kisaran yang sama meski terpantau naik dengan selisih yang kecil. Menurut informasi dari laman resmi Bank Indonesia, pada Kamis (22/6/2023) kurs jual USD berada di Rp 15.056,91 juga kurs belinya sebesar Rp 14.907,09.
Sementara kurs jual Poundsterling Inggris hari ini ada di Rp 19.179,49 dan kurs beli Rp 18.982,69. Mata uang Euro hari ini memiliki kurs jual Rp 16.431,61 dengan kurs beli Rp 16.262,14.
Baca Juga
Kurs jual dolar Australia sebesar Rp 10.190,52 dan kurs beli Rp 10.081,66.
Advertisement
Beralih ke mata uang negara kawasan ekonomi besar di Asia, kurs jual Yen Jepang hari ini berada di Rp 10.596,00 per 100 Yen dan kurs beli Rp 10.486,87 per 100 Yen. Di sisi lain, Kurs jual Yuan China sebesar Rp 2.092,95 diikuti kurs beli Rp 2.072,04.
Kurs jual Won Korea Selatan hari ini Rp 11,64 dengan kurs beli Rp 11,52 per Won yang keduanya terus berubah naik dan turun sejak hari sebelumnya. Kurs jual dolar Hong Kong hari ini dipatok Rp 1.924,08 serta kurs beli sebesar Rp 1.904,86.
Sementara di negara kawasan Asia Tenggara hari ini, untuk dolar Singapura (SGD) memiliki kurs jual Rp 11.201,39 dan kurs beli Rp 11.085,81 juga Ringgit Malaysia dengan kurs jual Rp 3.242,93 dan kurs beli Rp 3.207,21.
Kurs jual Peso Filipina hari ini berada di Rp 270,61 dan kurs beli Rp 267,82 juga Thailand dengan kurs jualnya Rp 431,93 dan kurs belinya Rp 427,38 per Baht.
Eropa Resesi, Rupiah Dalam Bahaya?
Zona euro atau kawasan Eropa yang telah memasuki resesi teknis pada kuartal pertama 2023, diprediksi bisa berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Resesi Eropa ini diprediksi akan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah dalam jangka pendek-menengah.
"Dari jalur perdagangan, perlambatan ekonomi Eropa berpengaruh pada penurunan surplus neraca transaksi berjalan sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah dalam jangka pendek-menengah," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, kepada Liputan6.com, Senin (12/6/2023).
Selain itu, perlambatan ekonomi Uni Eropa diperkirakan akan mempengaruhi permintaan produk ekspor Indonesia dari Eropa.
Berdasarkan data terkini, kontribusi ekspor ke Eropa tercatat sekitar 8 persen dari total ekspor Indonesia setelah ekspor ke Tiongkok, ASEAN, AS, Jepang dan India.
Perlambatan ekonomi Eropa yang terindikasi dari resesi teknikal yang sudah dialami oleh Jerman, berimplikasi pada penurunan kinerja ekspor Indonesia ke Jerman dan secara keseluruhan Eropa.
"Produk ekspor utama Indonesia ke Eropa antara lain CPO, alas kaki, aneka produk kimia dan batubara," ujarnya.
Lebih lanjut, sejalan dengan masih tingginya tingkat inflasi Eropa dan tren perlambatan ekonomi, bahkan resesi teknikal dari beberapa negara Eropa berpotensi akan mendorong penurunan kinerja ekspor Indonesia ke Eropa, yang selanjutnya akan berpengaruh pada penurunan surplus perdagangan yang pada akhirnya akan berdampak pada moderasi pertumbuhan ekonomi terutama komponen net ekspor.
Oleh sebab itu, dalam rangka memitigasi perlambatan ekonomi Eropa, pemerintah perlu menyiasatinya dengan diversifikasi daerah tujuan ekspor non-tradisional terutama yang kinerja perekonomian masih solid.
Pemerintah juga perlu mengoptimalkan produktivitas sektor manufaktur, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah ekspor produk manufaktur dan dapat membatasi penurunan nilai ekspor di tengah perlambatan ekonomi Eropa dan global pada tahun ini.
Advertisement
Untung-Rugi Resesi Eropa Bagi Indonesia
Zona euro atau kawasan Eropa telah memasuki resesi teknis pada kuartal pertama 2023. Resesi Eropa terjadi setelah ekonomi, yang terdiri dari 20 negara melaporkan kontraksi sebesar 0,1 persen di kuartal pertama 2023, menurut perkiraan yang direvisi dari kantor statistik kawasan, Eurostat.
Menanggapi, Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Ronny P Sasmita, mengatakan Eropa adalah salah satu kawasan yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian dunia, selain China dan Amerika.
Maka jika kawasan ini mengalami resesi, tentu akan sangat berpengaruh pada prospek pertumbuhan ekonomi global.
"Resesi di Eropa akan menambah tekanan kepada ekonomi dunia, setelah prospek ekonomi China dan Amerika yang juga kian tak pasti," kata Ronny, kepada Liputan6.com, Sabtu (10/6/2022).
Lantas apa dampak resesi Eropa bagi Indonesia?
Menurut Ronny, bagi Indonesia, resesi Eropa berpeluang mengurangi permintaan dari kawasan tersebut atas komoditas dan produk ekspor nasional.
Selain itu, prospek investasi asing (terutama FDI) yang berasal dari kawasan Eropa juga akan ikut memburuk, karena liquiditas yang ada di Eropa akan didorong untuk fokus mengungkit pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.
"Namun resesi di Eropa bisa menjadi peluang bagi negara berkembang untuk menggaet investasi dari kawasan lain, karena daya tarik investasi di kawasan Eropa otomatis berkurang akibat resesi," ujarnya.