Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2023 tetap tinggi sebesar USD 137,1 miliar, meski sedikit menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Juli 2023 sebesar USD 137,7 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, menjelaskan penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh dua hal.
Baca Juga
Diantaranya, pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah, sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Advertisement
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," kata Erwin dilansir dari keterangan BI, Kamis (7/9/2023).
Lebih lanjut, Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan respons bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Jaga Rupiah, BI Terbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia 15 September 2023
Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia (BI) Dony Hutabarat, menjelaskan bahwa Bank Indonesia akan menerbitkan instrumen moneter baru yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Ia berharap dengan penerbitan SRBI ini bisa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
SRBI akan mulai diimplementasikan pada 15 September 2023 sebagai instrumen operasi moneter rupiah kontraksi.
Dony mengungkapkan, terdapat fitur menarik dalam SRBI, yaitu sebagai instrumen rupiah yang kredibel yang bisa diperdagangkan tidak hanya kepada pelaku domestik melainkan juga bisa diperdagangkan kepada investor asing.
"Jadi, ini juga sekaligus mendorong inflow (uang) yang masuk ke Indonesia, sehingga harapan kita bisa menjaga stabilitas nilai tukar," kata Dony dalam Konferensi Pers Taklimat media SRBI di kantor Bank Indonesia, Senin (28/8/2023).
Adapun SRBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa Surat Berharga Negara (SBN) milik Bank Indonesia.
Pada tahap awal, SRBI akan diterbitkan pada tenor 6, 9 dan 12 bulan (setelmen T+0) dengan jadwal dan hasil lelang yang akan diumumkan di website Bank Indonesia.
Penerbitan SRBI dilakukan melalui lelang dengan bank umum yang menjadi peserta operasi pasar terbuka (OPT) konvensional dan SRBI dapat dipindahtangankan atau ditransaksikan di pasar sekunder.
Pada pasar perdana, SRBI hanya dapat dibeli oleh bank umum yang menjadi peserta OPT konvensional baik secara langsung atau melalui lembaga perantara. Selanjutnya di pasar sekunder, SRBI dapat dipindahtangankan dan dimiliki oleh non-bank (penduduk atau bukan penduduk).
Lebih lanjut, Dony menyebut tujuan diterbitkan SRBI ini dalah satunya untuk mendorong pendalaman pasar uang. Lantaran, saat ini beberapa instrumen pasar uang mengalami penurunan.
"Kenapa perlu didorong pendalaman pasar uang? kita melihat pasar uang kita saat ini ada beberapa instrumen yang menurun terus yang sifatnya kredibel. Nah, oleh karena itu Bank Indonesia meminta bahwa kita harus membuat sebuah instrumen yang bisa diperdagangkan di pasar yang bisa menjadi solusi," pungkasnya.
Advertisement
Neraca Pembayaran Indonesia Defisit Rp 113,3 Triliun pada Juni 2023
Bank Indonesia mencatat kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2023 tetap terjaga di tengah kondisi ketidakpastian global.
Direktur Eksekutif Bank Indonesia Erwin Haryono, menjelaskan defisit transaksi berjalan tercatat rendah di tengah kondisi penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global serta kenaikan permintaan domestik.
Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat defisit yang masih terkendali seiring dampak tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
"Dengan perkembangan tersebut, NPI pada triwulan II 2023 mencatat defisit USD 7,4 miliar dan posisi cadangan devisa pada akhir Juni tercatat tetap tinggi sebesar USD 137,5 miliar, atau setara dengan pembiayaan 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," kata Erwin dalam keterangan resmi BI, Selasa (22/8/2023).
Defisit NPI ini setara dengan USD 113,3 triliun (kurs 15.324 / dolar AS)
Defisit RendahAdapun BI mencatat transaksi berjalan mengalami defisit rendah di tengah kondisi penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global serta berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik.
Pada triwulan II 2023, transaksi berjalan mencatat defisit USD 1,9 miliar (0,5 persen dari PDB), setelah membukukan surplus USD 3,0 miliar (0,9 persen dari PDB) pada triwulan sebelumnya.
Surplus neraca perdagangan nonmigas masih tinggi meski lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Kondisi ini dipengaruhi ekspor nonmigas yang menurun sejalan dengan penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global, sedangkan impor menurun terbatas di tengah kondisi membaiknya aktivitas ekonomi domestik.
Defisit neraca perdagangan migas meningkat dipengaruhi tingginya konsumsi BBM sebagai dampak naiknya mobilitas dan kebutuhan pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).