Sri Lanka Masih Belum Lepas dari Jerat Krisis Terburuk, Ini Buktinya

Penurunan ekonomi Sri Lanka kuartal kedua 2023 didorong oleh inflasi yang tinggi, depresiasi mata uang dan rendahnya daya beli.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 18 Sep 2023, 14:10 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2023, 14:10 WIB
Kehidupan di Asia Selatan Kembali Normal
Orang-orang yang memakai masker pulang dari bekerja di Kolombo, Sri Lanka, Kamis, 3 Maret 2022. Perlahan tapi pasti, kehidupan di Asia Selatan kembali normal, dan orang-orang berharap yang terburuk dari pandemi COVID-19 ada di belakang mereka. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Liputan6.com, Jakarta Perekonomian Sri Lanka kembali menyusut 3,1 persen pada kuartal kedua 2023, ketika negara itu masih bergulat dengan krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade.

Mengutip Channel News Asia, Senin (17/9/2023) penurunan ekonomi Sri Lanka didorong oleh inflasi yang tinggi, depresiasi mata uang dan rendahnya daya beli, menurut pernyataan Departemen Sensus dan Statistik negara itu.

Sektor pertanian Sri Lanka tumbuh 3,6 persen dari tahun sebelumnya, namun output dari industri mengalami kontraksi 11,5 persen dan jasa turun 0,8 persen.

"Kontraksinya melambat dan kami memperkirakan segalanya akan mencapai titik terendah pada kuartal kedua dan kemudian kembali tumbuh pada kuartal ketiga," kata Dimantha Mathew, kepala penelitian di First Capital.

"Kuartal Juli-September akan menjadi pertama kalinya dalam enam kuartal Sri Lanka mencatat pertumbuhan positif,” dia memprediksi.

Angka pertumbuhan pada kuartal ketiga juga akan terbantu jika dibandingkan dengan tahun 2022 yang lemah, penurunan tajam inflasi, dan langkah-langkah dukungan oleh bank sentral Sri Lanka, yang memangkas suku bunga sebesar 450 basis poin pada bulan Juni dan Juli untuk mendorong pertumbuhan.

"Kita mungkin melihat pemulihan yang lebih cepat dari perkiraan, yaitu pertumbuhan sekitar 8 persen pada kuartal ketiga karena ada upaya untuk mengembalikan pemulihan secara artifisial," tambah Mathew.

Sebelumnya, Bank sentral Sri Lanka memproyeksikan produk domestik bruto (PDB) akan menyusut hingga 2 persen tahun ini, setelah mengalami kontraksi sebesar 7,8 persen pada tahun 2022, ketika ekonomi Sri langka mengalami krisis nilai tukar mata uang asing.

 

 

Pinjaman IMF

Situasi Terkini Sri Lanka Setelah Dinyatakan Bangkrut
Seorang buruh menarik gerobak di pasar grosir di Kolombo, Sri Lanka, Minggu (26/6/2022). PM Ranil Wickremesinghe mengatakan kepada Parlemen bahwa Sri Lanka juga menghadapi situasi yang jauh lebih serius, serta memperingatkan "kemungkinan jatuh ke titik terendah." (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Sri Lanka mengalami kontraksi sebesar 11,5 persen di kuartal pertama tahun ini, namun aktivitas perekonomian secara bertahap mulai stabil sejak pemerintah berhasil mendapatkan dana talangan sebesar USD 2,9 miliar dari Dana Moneter Internasional (IMF) pada bulan Maret 2023.

Delegasi IMF saat ini berada di Sri Lanka untuk peninjauan pertama program Extended Fund Facility (EFF), yang memerlukan kemajuan dalam restrukturisasi utang bilateral dan utang pemegang obligasi negara tersebut.

Pemegang obligasi internasional Sri Lanka mengatakan pembicaraan dengan Kolombo sedang berjalan dan diperkirakan akan mencapai kesepakatan prinsip, mungkin pada bulan depan.

Ekonomi Sri Lanka Susut 11,5 Persen di Kuartal I 2023

Warga Sri Lanka Antre Paspor
Seorang gadis duduk di becak saat bersama dengan yang lain menunggu dalam antrean untuk mendapatkan paspor mereka di luar Departemen Imigrasi & Emigrasi di Kolombo, Sri Lanka, Senin (18/7/2022). Negara kepulauan Samudra Hindia itu dilanda krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang telah memicu ketidakpastian politik. (AP Photo/Rafiq Maqbool)

Ekonomi Sri Lanka menyusut 11,5 persen pada kuartal I 2023, ketika negara itu masih berada dalam cengkeraman krisis keuangan terburuk dalam beberapa dekade.

Mengutip Channel News Asia, Jumat (16/6/2023) penurunan ekonomi Sri Lanka didorong oleh inflasi yang tinggi dan suku bunga yang tinggi, kenaikan biaya komponen, serta pembatasan impor dan pendapatan yang rendah dari ekspor pakaian jadi.

Departemen Sensus dan Statistik Sri Lanka mengungkapkan bahwa sektor pertanian negara itu tumbuh hanya 0,8 persen dari tahun sebelumnya, sementara output dari industri turun 23,4 persen dan jasa turun 5 persen.

Bank sentral Sri Lanka memproyeksikan bahwa PDB akan menyusut sebesar 2 persen tahun ini sementara Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan kontraksi sebesar 3 persen.

"Ini adalah kontraksi yang sedikit lebih besar (pada kuartal pertama) dari ekspektasi kami sebesar 9 persen-10 persen. Tapi kami memproyeksikan pertumbuhan akan kembali positif pada paruh kedua tahun ini," kata Shehan Cooray, kepala penelitian di Acuity Stockbrokers.

Bank sentral Sri Lanka telah memangkas suku bunga sebesar 250 basis poin awal bulan ini, penurunan pertama dalam tiga tahun, karena mengalihkan fokus untuk memulihkan ekonomi.

"Peningkatan kredit sektor swasta akan menjadi pertumbuhan positif dan pertumbuhan kredit akan meningkat selama enam sampai sembilan bulan ke depan," tambah Cooray.

Tahun lalu, ekonomi Sri Lanka sudah mengalami kontraksi dengan rekor 7,8 persen setelah cadangan devisanya mencapai rekor terendah. Kemudian di tahun ini, Sri Lanka mulai melihat tanda-tanda pemulihan ekonomi setelah mendapatkan bailout senilai USD 2,9 miliar dari IMF pada bulan Maret, dan pada arus masuk dolar yang lebih baik dan inflasi yang agak berkurang.

Tetapi Sri Lanka masih harus menyelesaikan pembicaraan restrukturisasi utang pada bulan September untuk tinjauan IMF yang pertama.

Inflasi Sri Lanka Turun Signifikan 33,6 Persen di April 2023, Krisis Ekonomi Mereda?

Situasi Terkini Sri Lanka Setelah Dinyatakan Bangkrut
Pedagang bahan makanan impor menunggu untuk memperdagangkannya di pasar grosir di Kolombo, Sri Lanka, Minggu (26/6/2022). PM Ranil Wickremesinghe mengatakan kepada Parlemen bahwa Sri Lanka juga menghadapi situasi yang jauh lebih serius, serta memperingatkan "kemungkinan jatuh ke titik terendah." (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Inflasi Sri Lanka kembali menunjukkan penurunan, menandai keringanan pada negara yang tengah dilanda krisis ekonomi terburuk dalam tujuh dekade.

Melansir Channel News Asia, Selasa (23/5/2023) Indeks Harga Konsumen Nasional (NCPI) Sri Lanka turun menjadi 33,6 persen year on year di April 2023, setelah naik 49,2 persen di bulan Maret, menurut data dari departemen statistik negara itu.

Inflasi harga pangan di Sri Lanka juga menurun tajam menjadi 27,1 persen pada bulan April dari 42,3 persen pada Maret 2023, sementara inflasi non-makanan berada di angka 39 persen.

"Pengurangan ini sebagian besar disebabkan oleh efek dasar yang tinggi dari tahun lalu dan penurunan biaya transportasi baru-baru ini. Selama dua bulan ke depan kami perkirakan inflasi akan turun drastis menjadi sekitar 20 persen atau bahkan di bawah itu," kata Dimantha Mathew, kepala penelitian di First Capital Holdings.

Data tersebut muncul saat tim Dana Moneter Internasional melakukan perjalanan ke Kolombo, mengevaluasi ekonomi Sri Lanka untuk pertama kalinya sejak pemberi pinjaman global itu menyetujui bailout senilai USD 3 miliar pada Maret 2023.

Sri Lanka telah berjuang dengan inflasi yang melonjak sejak awal tahun lalu tetapi telah menurun pada tahun 2023, dengan analis memperkirakan akan mencapai level satu digit pada bulan September.

Melonggarkan tingkat inflasi juga dapat mendorong Bank Sentral Sri Lanka (CBSL) untuk melonggarkan suku bunga tinggi, kemungkinan mulai sekitar bulan Agustus, beber Mathew. Indeks Harga Konsumen Kolombo, yang dirilis setiap akhir bulan, turun menjadi 35,3 persen pada April 2023 dari 50,3 persen pada Maret 2023, data dari departemen statistik menunjukkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya