Liputan6.com, Jakarta Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong Indonesia untuk mempercepat transformasi sektor ketenagalistrikan. Hal ini menjadi fokus diskusi dalam Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023 yang diselenggarakan oleh ICEF dan IESR bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM).
IESR dan ICEF menganggap transisi energi di sektor ketenagalistrikan merupakan langkah strategis yang secara beriringan menurunkan emisi di sektor lainnya seperti sektor transportasi dan industri.
Baca Juga
Advertisement
“Fokus saat ini semestinya ada pada pengembangan energi terbarukan untuk menjadi tulang punggung energi primer di Indonesia. Inovasi teknologi dalam hal pembangkitan energi dari energi terbarukan yang potensial seperti biomassa, geothermal, hidro, surya, angin, dan lainnya perlu meningkat,” ungkap Ketua ICEF Bambang Brodjonegoro, Senin (18/9/2023).
Bambang menyoroti bahwa Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang jelas untuk bertransisi energi yang disuarakan secara aktif melalui berbagai forum internasional dan diplomatik, dengan tekad untuk mendorong lebih banyak kerja sama dan investasi ramah lingkungan untuk transisi energi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif mengatakan dalam sambutannya pada IETD 2023 bahwa transisi energi membutuhkan transformasi yang signifikan dari infrastruktur, khususnya untuk negara berkembang. Menurutnya, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam proses transisi energi di Indonesia.
Tantangan Transisi Energi
“Ketidaktersediaan infrastruktur yang mendukung, investasi yang terbilang tinggi dengan pendanaan yang terbatas menjadi beberapa tantangan transisi energi di Indonesia. Indonesia berkolaborasi dengan negara lain untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut untuk menyediakan teknologi yang bersaing, pembiayaan yang kompetitif, akses yang mudah untuk pembiayaan yang berkelanjutan, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusianya,” jelas Arifin.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Yudo Dwinanda Priaadi menjelaskan pendanaan di Indonesia dapatkan dengan trust, oleh karena itu program-program yang berjalan juga harus selaras dengan rencana global.
"Saat ini pendanaan JETP sedang diperjuangkan dan masih terus dimatangkan melalui diskusi antara pemerintah Indonesia dan IPG di New York, AS," tutur dia.
Transisi Energi
Sementara itu, Direktur Eksekutif IESR dan ICEF Fabby Tumiwa menyebut salah satu hal istimewa dalam IETD 2023 ialah pertama kalinya diselenggarakan bersama oleh Kementerian ESDM. Ia juga menekankan agar transisi energi berjalan adil, aman, dan bermanfaat bagi seluruh warga negara, maka memerlukan perencanaan yang matang dan melibatkan seluruh kelompok masyarakat.
Menurut Fabby, transisi energi di sektor ketenagalistrikan menjadi sektor strategis yang mudah untuk pengurangan emisi karena 3 hal seperti kelayakan teknologi pengganti (energi terbarukan-red), integrasi jaringan listrik yang bisa direncanakan, dan manfaat ekonomi dari semakin murahnya energi terbarukan.
“Faktor teknologi tersebut mencakup integrasi energi terbarukan, solusi penyimpanan energi, interkoneksi serta fleksibilitas sistem tenaga listrik. Kemudian, integrasi jaringan listrik di mana pembangkit listrik dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam jaringan listrik yang sudah ada," ujarnya.
"Sumber energi terbarukan seperti angin dan matahari dapat ditambahkan secara bertahap, sehingga memudahkan peningkatan produksi energi ramah lingkungan tanpa gangguan signifikan terhadap pasokan energi. Selain itu, ada juga manfaat ekonomi di mana biaya teknologi energi terbarukan yang semakin kompetitif dengan bahan bakar fosil,” tutup Fabby.
Advertisement
Tak Sekedar Tekan Emisi Karbon, OJK Ingin Masyarakat Ikut Sejahtera
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersiap untuk meluncurkan bursa karbon pada 26 September 2023, pekan depan. Dalam upaya menurunkan tingkat emisi karbon, OJK juga menyoroti soal kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan operasional perusahaan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan upaya menurunkan emisi karbon sejalan dengan target sustainable developmetn goals (SDGs). Maka, aspek kesejahteraan masyarakat perlu juga menjadi perhatian.
Upaya menurunkan emisi tak terlepas dari operasional perusahaan. Mahendra mengambil contoh Provinsi Jambi sebagai salah satu wilayah yang turut berkontribusi untuk menekan emisi.
"Kita juga harus melihat bagaimana masyarakat, penduduk, para pemangku kepentingan yang berada di sekitar wilayah tadi juga meningkat kesejahteraannya, pendapatannya upayanya untuk mengatasi kemiskinan, meningkatkan pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan dan sebagainya," bebernya dalam Seminar Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Karbon di Indonesia, Jambi, Senin (18/9/2023).
Untuk itu, dia membuka diskusi dengan Pemerintah Provinsi Jambi hingga pengusaha perkebunan kelapa sawit. Mengingat, Jambi jadi salah satu sentra perkebunan sawit di Indonesia.
Mahendra mencatat, dalam mengejar target SDGs tadi tak terlepas dari kesejahteraan masyarakat. Dengan begitu, upaya menurunkan emisi untuk mewujudkan lingkungan yang lebih sehat juga sejalan dengan kesejahteraan.
"Ini adalah basis dari yang disebut tripple bottomline dari pembangunan berkelanjutan. Peningkatan kesejahteraan sosial, pertumbuhan pembangunan ekonomi, dan menjaga membangun libgkungan hidup yang kemudian elemen dari tiu adalah aspek green-nya, aspek hijau-nya," urainya.
Langkah Nyata
Mahendra meminta ada langkah konkret yang bisa dijalankan oleh pemangku kepentingan yang terlibat. Menurutnya, upaya menurunkan emisi dan mengejar target SDGs telah dilakukan di semua provinsi.
"Baik itu yang terkait pengurangan emisi, baik itu tadi sustainable development dan finance karena ini sudha dilakukan juga di provinsi-provinsi lain. Tak ada alasan untuk tidak bisa juga dilakukan di provinsi Jambi," kata dia.
"Itu hal-hal, mulai dari konsep dari konteks menyeluruh upaya kita utk merealisasikan langkah-langkah ini dan kesiapan untuk meneraokannya secara konkret. Karena kalau tidak, menjadi persoalan tersebut. Karena apa yang disebut dengan sustainanle pada gilirannya juga bagi para pelaku usaha dan tentunya bagi masyarakat juga harus profitable," beber Mahendra Siregar.
Advertisement