Liputan6.com, Jakarta Bank of England telah menghentikan kenaikan suku bunga untuk pertama kalinya dalam hampir dua tahun.
Langkah itu diputuskan menyusul inflasi Inggris yang secara tak terduga menunjukkan penurunan pada bulan Agustus.
Mengutip CNN Business, Jumat (22/9/2023) keputusan Bank of England mempertahankan biaya pinjaman utama bagi bank-bank komersial di Inggris sebesar 5,25% persen – masih merupakan tingkat tertinggi sejak Februari 2008 setelah serangkaian kenaikan suku bunga acuan berturut-turut yang paling lama berlangsung setidaknya dalam satu abad.
Advertisement
Selain BoE, Federal Reserve juga mempertahankan suku bunganya pada hari Rabu, seperti yang dilakukan bank sentral Swiss pada hari Kamis sebelumnya.
Penahanan suku bunga ini akan memberikan sedikit kelegaan bagi rumah tangga Inggris yang kesulitan membayar cicilan hipotek, dan dapat menyebabkan penurunan suku bunga hipotek dalam beberapa pekan mendatang.
Keputusan untuk berhenti sejenak diambil dari pemungutan suara yang sangat ketat. Lima anggota komite kebijakan moneter Bank of England mendukung mempertahankan suku bunga saat ini, sementara empat anggota memilih menaikkan suku bunga sebesar seperempat poin persentase menjadi 5,5 persen.
Namun bank sentral Inggris tidak mengesampingkan kenaikan suku bunga lebih lanjut, dan mengisyaratkan bahwa biaya pinjaman perlu dijaga tetap tinggi dalam jangka waktu lama untuk memastikan penurunan inflasi yang berkelanjutan.
"Inflasi masih belum mencapai titik yang diharapkan dan sama sekali tidak ada ruang untuk berpuas diri,” kata Gubernur BoE Andrew Bailey dalam sebuah video yang diposting di situs resmi bank sentral Inggris.
"Kami akan mengawasi dengan cermat untuk melihat apakah diperlukan peningkatan lebih lanjut. Dan kita perlu mempertahankan suku bunga cukup tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama untuk memastikan bahwa kita dapat menyelesaikan pekerjaan,” ungkapnya.
Level Suku Bunga BoE Akan Bertahan?
Meskipun nadanya hawkish, banyak analis memperkirakan tidak akan ada kenaikan suku bunga BoE lebih lanjut.
"Pekerjaan bank telah selesai," kata Paul Dales, kepala ekonom Inggris di Capital Economics.
Namun dia menambahkan bahwa suku bunga akan tetap pada level saat ini lebih lama dari perkiraan investor.
Bagi rumah tangga yang berjuang melawan kenaikan harga dan tingginya biaya pinjaman, keputusan Bank of England akan menjadi kelegaan besar, menurut Alice Haine, analis keuangan pribadi di Bestinvest, sebuah platform investasi online.
"Kabar baiknya adalah bahwa suku bunga mungkin akhirnya mencapai puncaknya dalam siklus pengetatan saat ini, memberikan konsumen secercah harapan bahwa biaya pinjaman yang sangat tinggi pada akhirnya akan segera berakhir," tambahnya.
Suku bunga hipotek Inggris telah menurun selama beberapa minggu terakhir, meskipun masih jauh di atas tingkat tahun lalu. Biaya rata-rata hipotek suku bunga tetap dua tahun adalah 6,58% pada hari Kamis, menurut situs perbandingan produk keuangan Moneyfacts. Bandingkan dengan angka 4,24% pada September lalu dan hanya 2,38% pada September 2021.
Advertisement
BI Kembali Pertahankan Suku Bunga di 5,75 Persen
Berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 September 2023, memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50 persen.
"Rapat RDG Bank Indonesia pada 20-21 September 2023 memutuskna untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen, demikian juga suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 5,00 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap sbesar 6,50 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers, Kamis (21/9/2023).
Menurutnya, keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75 persen ini seagai konsistensi kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap renah dan terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1 persen pada sisa tahun 2023 dan menurun menjadi 2,5±1 persen pada 2024.
Lebih lanjut, kebijakan moneter tetap difokuskan untuk mengendalikan stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Sementara itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik, kebijakan makroprudensial longgar terus diarahkan untuk memperkuat efektivitas pemberian insentif likuiditas kepada perbankan guna mendorong kredit/pembiayaan dengan fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata dan pembiayaan inklusif dan hijau.
Kebijakan insentif likuiditas makroprudensial ini akan berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 2023. Demikian juga digitalisasi sistem pembayaran terus diakselerasi untuk memperluas inklusi ekonomi dan keuangan digital termasuk digitalisasi transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah.
Bank Indonesia juga terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.