Liputan6.com, Jakarta Jeritan para pedagang di Pasar Tanah Abang yang mengaku tergerus keberadaan lapak online didengar Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hingga akhirnya pada Senin 25 September 2023 kemarin, Jokowi pun memanggil para menteri ke Istana guna membahas dampak perkembangan social commerce terhadap pelaku usaha dalam negeri.
Baca Juga
Jokowi mengakui dampak bisnis social commerce seperti TikTok Shop telah membuat penjualan serta produksi di lingkup usaha mikro, kecil dan menengah hingga pasar konvensional anjlok.
Advertisement
Presiden menilai seharusnya TikTok berperan hanya sebagai media sosial, bukan ekonomi media."Itu berefek pada UMKM, pada produksi di usaha kecil, usaha mikro dan juga pada pasar. Pada pasar, di beberapa pasar sudah mulai anjlok menurun karena serbuan...mestinya ini kan dia itu sosial media, bukan ekonomi media," kata kepala negara.
Memang, sepinya pembeli di Pasar Tanah Abang dikeluhkan para pedagang. Anton (36 tahun), pedagang Pasar Tanah Abang Blok A contohnya, mengaku pendapatannya anjlok beberapa waktu terakhir.
Dia menuding, salah satu sebabnya karena tak mampu bersaing dengan produk yang dijual di TikTok Shop dan platform sejenis.
Anton yang sudah berjualan di Pasar Tanah Abang sejak 2007 itu mengakui ada penurunan drastis dari pengalamannya berjualan. Bahkan dia heran mengapa banyak produk di platform digital dijual dengan harga murah.
"Kalau kita pikir, kita beli bahan, kita bikin sendiri aja gak masuk harganya. Kenapa di online itu bisa Rp 39 ribu. Gak masuk diakal, beli bahan disini, gak masuk diakal," kata dia di Pasar Tanah Abang Blok A, beberapa waktu lalu.
Media Sosial dan E-Commerce Harus Dipisahkan
Jokowi meminta agar platform media sosial dan e-commerce, seperti TikTok, dipisahkan. Pasalnya, saat ini banyak media sosial yang ingin mengikuti tren TikTok di mana memiliki aktivitas jual beli barang.
Pernyataan Jokowi ini sebagaimana diungkapkan Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki usai rapat di Istana Kepresidenan Jakarta.
"Jadi ada pengaturan melalui platform, tadi sudah clear arahan Presiden (Jokowi) social commerce harus dipisah dengan e-commerce dan ini kan sudah antre banyak social commerce juga yang mau menjadi punya aplikasi transaksi," jelas Teten Masduki.
Untuk itu, dia memastikan pemerintah akan memperketat perdagangan di platform online agar adil bagi para pedagang. Hal ini, kata Teten, akan diatur dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 yang diteken pada Senin hari ini.
"Kita lagi mengatur perdagangan yang fair (adil) antara offline dan online. Karena di offline diatur demikian ketat, tapi online masih bebas. Kuncinya di revisi Permendag tadi yang disampaikan oleh Pak Mendag," ujar Teten.
Teten menyampaikan revisi Permendag itu juga akan mengatur soal arus produk impor masuk. Sebab, banyak produk luar dengan harga sangat murah yang dijual di platform global.
"Juga arus barang, sudah diatur enggak boleh lagi di bawah USD 100. Kalau masih ada belum produk lokal nanti diatur di positive list. Jadi boleh impor tapi masuk di positive list," tutur Teten.
Akhirnya Resmi Dilarang Berjualan
Usai ikut dipanggil Jokowi ke Istana, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan memastikan social commerce seperti TikTok Shop dilarang melakukan transaksi jual beli barang. Media sosial hanya diperbolehkan melakukan promosi barang atau jasa, seperti iklan di televisi.
Hal ini akan tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektroni diteken pada Senin sore (25/9/2023).
"Pengaturan perdagangan elektronik, khususnya tadi kita membahas social e-commerce. Sudah disepakati, pulang ini revisi Permendang 50 tahun 2020 akan kita tanda tangani. Ini sudah dibahas berbulan-bulan dengan pak presiden. Isinya (Permendag) social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa. Promosi barang jasa. Tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, enggak boleh lagi," jelas Zulkifli.
"Dia (social commerce) hanya boleh untuk promosi seperti televisi. TV kan iklan boleh, tapi TV kan enggak bisa terima uang kan. Jadi dia semacam platform digital. Jadi tugasnya mempromosikan," sambung Zulkifli Hasan.
Sedangkan Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga mengatakan, revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 terkait dengan perdagangan elektronik sebagai upaya Pemerintah melindungi UMKM dari TikTok Shop Cs
"Ini sekaligus melindungi UMKM ya kan, seperti pak menteri Pak Teten Masduki sempat mengatakan, bapak presiden juga sempat mengatakan bahwa UMKM ini harus dilindungi dan jangan sampai ada predatory pricing. Nah, ini yang coba kita cek juga makanya jangan dijadiin satu," kata Wamendag Jerry.
Jerry menegaskan dalam revisi Permendag 50 tahun 2023, ditegaskan bahwa media sosial maupun e-commerce tidak diperbolehkan menjalankan fungsinya secara bersamaan.
"Tiktok itu tidak bisa menjalankan fungsinya dua secara bersamaan, kenapa? karena kita ada peraturan e-commerce. Jadi, ketika dia adalah e-commerce dia harus mengikuti peraturan tentang e-commerce," ujarnya.
TikTok Tak Punya Izin Jualan
Justru, di sini TikTok mengklaim dirinya sebagai media sosial bukan e-commerce. Artinya, TikTok tidak bisa menjalankan fungsi secara bersamaan sebagai media sosial dan e-commerce.
"TikTok itu kan mengklaim dirinya sosial media. Nah, sosial media itu tidak bisa berjualan, sosial media itu fungsinya sebagia sosial media. Kenapa saya katakan begitu, karena ada peraturannya ada di Kominfo dan Kemendag," katanya.
Apabila TikTok melakukan dua fungsi yang bersamaan, maka dalam perdagangan di platform online menimbulkan ketidakadilan bagi para pedagang.
Oleh karena itu, Pemerintah melakukan pengaturan perdagangan online melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020.
"Yang kita atur adalah platformnya, nah ketika dia social media dan itu ada pengaturannya nyatakan bahwa tidak boleh campur, ya tidak boleh campur se simple itu," pungkasnya.
Advertisement
Alasan TikTok Cs Dilarang Jualan
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menjelaskan alasan pemerintah melarang e-commerce berbasis media sosial. Salah satunya, karena pemerintah ingin melindungi usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) yang lesu akibat keberadaan social commerce.
"Kita harus mengatur yang fair, bukan lagi free trade, tapi fair trade, perdagangan yang adil. Jadi gimana sosial media ini tidak serta merta menjadi e-commerce. Karena apa? Karena ini algoritma nih," kata Budi Arie kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan.
"Jadi negara harus hadir melindungi pelaku UMKM negeri kita yang fair. Jangan barang di sana banting harga murah, kita klenger," Budi menambahkan.
Selain itu, kata dia, kebijakan memperketat perdagangan elektronik bertujuan untuk menjaga data pribadi masyarakat. Pasalnya, Menkominfo khawatir data pribadi masyarakat disalahgunakan untuk kepentingan bisnis.
"Kedua, kedaulatan data kita. Entar dipakai semena-mena, nanti algoritmanya sudah sosial media nanti e-commerce. Nanti Fintech, nanti pinjaman online dan lain-lain," tutur dia.
Terlebih, Budi menyebut, banyak media sosial yang akan melebarkan sayapnya menjadi social commerce. Sehingga, aturan soal social commerce harus diperketat dengan melarang platform media sosial menjadi e-commerce.
"Ini kan semua platform akan ekspansi kan berbagai jenis dan itu harus kita tata supaya jangan ada monopolistik alamiah. Enggak ditata, tahu-tahu dikontrol sama dia," kata Budi Arie.
TikTok Indonesia Buka Suara
TikTok Indonesia pun buka suara merespons rencana pemerintah untuk melarang TikTok Shop Cs untuk menjual produk. Bahkan, TikTok Shop disebut hadir sebagai solusi untuk pemasaran produk UMKM lokal Indonesia.
Diketahui, sejumlah pedagang konvensional memandang TikTok Shop membuat rugi penjualan mereka. Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki juga menyoroti banyaknya produk impor yang memangkas porsi produk UMKM lokal.
"Perlu kami tegaskan kembali bahwa social commerce lahir sebagai solusi bagi masalah nyata yang dihadapi UMKM untuk membantu mereka berkolaborasi dengan kreator lokal guna meningkatkan traffic ke toko online mereka," kata Juru Bicara TikTok Indonesia saat dikonfirmasi Liputan6.com.
Dia mengutarakan, terkait aturan yang akan diteken oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan soal larangan penjualan produk, TikTok Indonesia akan mengikuti aturan yang berlaku.
"Kami akan tetap menghormati hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia," ujarnya.
Hanya saja, TikTok Indonesia meminta pemerintah mengkaji mengenai dampak dari penerapan aturan pelarangan jual-beli produk di platform social-commerce yang banyak digunakan itu. Utamanya, terkait jutaan pengguna TikTok Shop.
"Namun kami juga berharap pemerintah mempertimbangkan dampak terhadap penghidupan 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta kreator affiliate yang menggunakan TikTok Shop," tegasnya.
UMKM Semringah
Pelaku UMKM yang selama ini dianggap terdampak langsung dari transaksi jual beli di TikTok Shop pun ikut buka suara. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero, menyatakan setuju dengan aturan yang melarang platform social commerce yakni TikTok Shop untuk memfasilitasi transaksi perdagangan.
"Jadi, akar masalahnya itu yang harus dibenahi TikToknya untuk sementara dilarang itu konsekuensi," kata Edy kepada Liputan6.com.
Ia pun memahami bahwa latar belakang pelarangan TikTok berjualan, karena saat ini Indonesia kebanjiran produk impor yang dijual dengan harga yang sangat murah. Alhasil, imbasnya mengganggu kegiatan UMKM.
"Latar belakangnya pelarangan Tik tok yaitu karena kita kebanjiran produk impor. Jadi, dari barang-barang impor ini banjir masuk ke Indonesia terus ditawarin ke masyarakat Indonesia kalau ada barang impor yang bagus-bagus tapi harganya murah banget, sehingga dikhawatirkan mengganggu produk-produk lokal yang ada," jelasnya.
Menurutnya, peran Pemerintah sebagai regulator sangat dibutuhkan. Pemerintah harus menata dan mengelola kembali barang-barang impor yang masuk agar tidak mengancam UMKM di dalam negeri.
"Sekarang caranya gimana? Pemerintah sebagai regulator yaitu mengatur atau menata ulang dan kelola barang-barang impor itu supaya harga yang tidak murah dan UMKM kita mampu bersaing dengan barang impor yang masuk," ujarnya.
Edy menilai, ada kemungkinan barang-barang impor yang dijual murah itu terindikasi sebagai produk impor ilegal dan tidak kena pajak. Tentunya, sangat merugikan bagi Indonesia.
"Kok kenapa bisa barang-barang impor itu dijual murah banget di Indonesia. Ada kemungkinan itu tidak kena pajak dan kemungkinan barangnya ilegal," ujar Edy.
Kendati demikian, bukan hanya Pemerintah saja yang berperan dalam menyelesaikan polemik tersebut. Melainkan butuh kerjasama antara Pemerintah dengan UMKM terkait pengawasan dalam kebijakan ini.
Selain itu, kata Edy, yang berjualan di TikTok Shop juga banyak dari UMKM, namun ketika TikTok Shop dilarang Pemerintah, UMKM jangan hanya berpangku tangan saja alias pasrah dengan kondisi yang terjadi. Pelaku UMKM harus terus berusaha untuk memasarkan produknya.
"TikTok itu kan semacam pasar mempertemukan penjual dan pembeli. Jadi, produsen dan konsumen, nah kalau pasarnya ditutup kan berarti tidak bisa jualan lagi. Justru UMKM harus mencari pasar baru untuk menjual produknya, jangan diam, jangan pasrah gak boleh gitu. Kalau Tik tok dilarang untuk berjualan ya kita cari Pasar Baru," pungkasnya.
Advertisement
Pelaku Usaha Tunggu Aturan Terbaru
Dari sisi pelaku usaha perdagangan online, Asosiasi Ecommerce Indonesia (IdEA) menyatakan masih menunggu aturan lengkap revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020. Utamanya pada poin pelarangan untuk social commerce melakukan transaksi atau jual-beli.
Ketua Umum IdEA Bima Laga menyampaikan aturan lengkap diperlukan untuk menentukan langkah kedepannya. Mengingat koridor aturan tersebut yang akan membahas soal e-commerce dan social commerce.
"Kami masih menunggu peraturan resmi dari pemerintah untuk kami pelajari," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (26/9/2023).
Bima menegaskan, langkah seperti dampak aturan terhadap transaksi penjualan di seluruh e-commerce bisa terlihat usai aturan lengkap dipelajari. Termasuk nantinya pada sisi pengawasan perdagangan di platform online.
"Mengenai dampaknya, tentu juga perlu dikaji setelah peraturan yang baku diresmikan," ungkapnya.
Dia menyebut, hingga saat ini sudah menjalani komunikasi dengan pihak pemerintah. Dalam hal ini merujuk pada Kementerian Perdagangan yang akan mengeluarkan aturan tersebut.
Meski perlu ada langkah mendalami aturan, Bima mengakui tetap akan menjalankan regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
"Kami sedang komunikasi. Pada dasarnya kami dan para anggota tentu akan mematuhi peraturan yang berlaku," jelasnya.
Langkah Ekstra
Sedangkan Ketua Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengakui bahwa Pemerintah memerlukan ekstra langkah dalam mengatasi dampak dari larangan berjualan di platform social commerce, TikTok.
“Jadi menurut saya ada opsi, misalnya Pemerintah bisa melakukan skema perpajakan bagi social commerce yang relatif lebih mahal (dibandingkan aktivitas dagang non social commerce),” ungkap Asmoro.
Atau yang kedua, perlu ada strategi lain yang (menunjukkan) konsistensi untuk memanfaatkan situasi di mana masyarakat gemar berbelanja.
Asmoro memaparkan data terbaru dari Mandiri Spending Index yang menunjukkan bahwa indeks belanja dari segi nominal dan frekuensi, di mana 40 persen dibelanjakan untuk layanan restoran dan supermarket, dan sekitar 9-10 persen pada produk pakaian.
“Artinya perlu kolaborasi antara Pemerintah dan pengusaha serta UMKM untuk misalnya, menyiapkan program-program (yang mendukung pengusaha pakaian),” jelas Asmoro.
Program-program ini misalnya dengan menghadirkan bazar diskon besar-besaran, seperti “Jakarta Great Sale”.
“Jadi memang dibutuhkan upaya ekstra bagi Pemerintah untuk menolong pedagang di Tanah Abang dan pasar tradisional lainnya,” pungkas Asmoro.
Ragam Tanggapan Warganet
Menanggapi aturan bahwa TikTok Shop dilarang untuk transaksi, reaksi warganet pun terbelah. Ada yang menganggap pelarangan TikTok Shop sebagai platform transaksi tak akan serta merta membuat toko-toko di Tanah Abang jadi ramai kembali.
"TikTok Shop ditutup juga nggak bakal bikin tanah abang rame sih, masalah utamanya ada pada daya beli yang turun," kata seorang pengguna Twitter.
Ada juga yang menanggapi aturan TikTok Shop tak boleh dipakai untuk transaksi secara serius. Ia setuju dengan aturan tersebut, pasalnya menurutnya TikTok hanya memiliki izin media sosial di Indonesia.
"TikTok itu kayaknya cuma punya perizinan buat media sosial dah, bukan buat jual beli. Kalau e-commerce kan emang buat jual beli, jadi pemerintah dapat pajak dari jual beli tersebut," kata seorang warganet.
Ada juga yang skeptis akankah pelarangan TikTok Shop sebagai platform berjualan ini akan membuat banyak konsumen kembali belanja secara offline.
"Kayaknya nggak bakal bikin orang-orang buat balik belanja secara offline juga sih," kata pengguna Twitter lainnya.
Warganet lain pun ada yang merasa happy dengan pelarangan TikTok Shop untuk transaksi. Pasalnya ia jadi bisa menonton konten di TikTok dengan leluasa, tidak ada yang live berjualan.
"Gak apa-apa jadi enak nonton konten nggak jualan mulu," katanya.
Netizen yang lain pun tak masalah kalau TikTok Shop dilarang dipakai buat transaksi. "Masih ada Tokped, Bukalapak, dan Lazada," kicaunya.
"Masih ada Tokped, Bukalapak, dan Zalora," kata seorang netizen.
Advertisement