Liputan6.com, Jakarta PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) bersama petani di Desa Kedung Rawan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur menggelar panen raya di sebuah lahan tidur seluas 6 hektare (ha). Dalam pendampingan itu, mereka berhasil menghidupkan lahan tidur, sehingga mampu memperoleh produktivitas hingga 6-7 ton per ha.
Menurut Kepala Desa Kedung Rawan Machrudi, pada panen kedua kali ini produktivitas petani naik signifikan dibanding sebelumnya. Ketika panen pertama, produktivitasnya rendah akibat 70-80 persen dari total luas lahan ditumbuhi gulma rumput.
Saat itu hasilnya hanya 1 ton per ha. Meski sudah dilakukan land clearing, gulma masih sulit dihilangkan karena sudah tumbuh belasan tahun sehingga benih-benihnya masih ada.
Advertisement
Belajar dari musim tanam pertama, WPI dan petani berupaya untuk mengatasi gulma, sehingga pada panen kedua produktivitas melonjak karena serangan rumput berkurang menjadi 30 persen.
“Pada panen kedua ini produksi bisa mencapai 6 ton per ha. Ini di luar dugaan, karena tadinya kami menargetkan hanya 5 ton per ha,” kata Machrudi dikutip Senin (9/10/2023).
Pendampingan bagi Petani
Dia menyebut, pendampingan tersebut bermanfaat bagi petani karena membantu meningkatkan produktivitas. Lahan tidur itu adalah tanah gogol (tanah komunal/desa), yang telah terbengkalai selama 10 tahun terakhir. Petani enggan mengolah lahan karena sering banjir dan banyak serangan tikus. Biaya untuk mengolah lahan tersebut juga tidak sedikit.
Untuk mengolah kembali lahan tidur, petani bersama WPI membuat tiga saluran pembuangan air dan melakukan lima kali land clearing untuk membasmi gulma. Dengan sejumlah upaya, pada musim tanam berikutnya diharapkan produktivitas meningkat menjadi 8 ton per ha.
Keterbatasan Lahan Pertanian
Rice Business Head PT Wilmar Padi Indonesia Saronto menuturkan, di tengah keterbatasan lahan pertanian, menghidupkan kembali lahan tidur merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan produksi pangan.
Hal itu sesuai dengan arahan pemerintah. Pihaknya berharap, peningkatan produksi dari lahan tidur dapat dilanjutkan ke daerah lainnya. Program pemanfaatan lahan tidur juga merupakan program corporate social responsibility (CSR) Wilmar Group.
“Ini adalah pilot project dan diharapkan dapat terus berlanjut,” ujar Saronto.
Dalam pendampingan itu, pihaknya memberikan bantuan pupuk, benih, dan agronomis (petugas lapangan). WPI akan melakukan pendampingan hingga lahan tersebut kembali produktif dan kemudian akan dikelola oleh masyarakat.
Advertisement
Petani Ngawi Harap Swasta Perluas Kemitraan untuk Serap Gabah
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi berharap PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) memperluas kemitraan dengan petani (Farmer Engagement Program) di wilayah tersebut. Langkah itu bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan petani.
Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Ngawi Supardi, pihaknya selalu terbuka kepada investasi dengan syarat petani harus digandeng agar mereka sejahtera.
Sejak awal, pihaknya telah meminta WPI untuk menggandeng langsung petani dalam bisnisnya. Hal itu sesuai dengan semangat pemkab yang ingin memotong mata rantai dalam penjualan gabah.
"Baru Wilmar yang benar-benar bermitra dengan petani. Kalau bisa kami ingin seperti ini sampai seterusnya" kata Supardi saat ditemui.
Dia menilai, kemitraan tersebut terbukti positif karena petani mendapatkan harga yang layak. Sebelum perusahaan masuk, informasi mengenai harga gabah ke petani sangat terbatas sehingga akses ke pasar minim dan harga lebih banyak ditentukan tengkulak.
Pihaknya berharap, WPI bersedia menambah luas lahan kemitraan dengan petani yang saat ini mencapai 800 hektare (ha).
Lahan Sawah
Dengan total luas lahan sawah 50.715 ha, produksi gabah di Ngawi saat ini mencapai 882 ribu ton per tahun, yang menempati posisi tertinggi keenam di Indonesia. Kebutuhan beras di Ngawi saat ini sebesar 10 persen per tahun dari total produksi, sehingga perlu ada investasi penggilingan besar agar gabah petani terserap. Tahun ini pihaknya menargetkan produksi gabah meningkat menjadi 850-900 ton.
"Peluang masih banyak untuk kemitraan," kata Sunardi.
Dia menilai, masuknya WPI tidak menyebabkan pelaku penggilingan di daerah tersebut gulung tikar. Mereka justru bersinergi agar sama-sama hidup dan berkembang.
Hal itu terjadi karena adanya kesadaran yang tumbuh dari pelaku usaha penggilingan yang ingin terus dapat mengikuti perkembangan jaman. "Saat ini ada 135 penggilingan kecil dan empat perusahaan penggilingan besar. Semuanya bersinergi," jelas dia.
Advertisement