Imbas Serangan Houthi di Laut Merah, Rute Logistik Kargo Senilai Rp 542,7 Triliun Dialihkan

Sementara menurut konsultan senior untuk MDS Transmodal Antonella Teodoro, total kargo yang dialihkan mencapai USD 35 miliar atau setara Rp 542,7 triliun.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 20 Des 2023, 12:50 WIB
Diterbitkan 20 Des 2023, 12:50 WIB
Kegiatan angkut kontainer ekspor dan impor oleh Samudera Indonesia
Kegiatan angkut kontainer ekspor dan impor oleh Samudera Indonesia (dok: SI)

Liputan6.com, Jakarta Sejauh ini, perusahaan logistik telah memindahkan kargo senilai lebih dari USD 30 miliar atau Rp. 465,2 triliun dari Laut Merah, imbas ancaman serangan dari militan Houthi.

Melansir CNBC International, Rabu (20/12/2023) Paolo Montrone, wakil presiden senior dan kepala logistik perdagangan laut global di Kuehne+Nagel mengungkapkan bahwa terdapat 57 kapal kontainer yang berlayar jauh melintasi Afrika alih-alih melintasi Laut Merah dan Terusan Suez.

"Jumlah tersebut akan meningkat karena semakin banyak yang mengambil jalur ini," kata Montrone.

"Total kapasitas kontainer kapal-kapal ini adalah 700.000 unit setara dua puluh kaki (TEUs)," bebernya.

Sementara menurut Antonella Teodoro, konsultan senior untuk MDS Transmodal perkiraan nilai kontainer tersebut adalah USD 50.000. Sehingga total kargo yang dialihkan mencapai USD 35 miliar atau setara Rp. 542,7 triliun.

Kapal Tambahan

Teodoro menyebut, perusahaan logistik dapat mengerahkan kapal tambahan karena kapasitas armada telah meningkat lebih dari 20 persen dalam 12 bulan terakhir.

"Permintaan diperkirakan akan tetap sama sehingga ada kapasitas yang tersedia untuk menjaga jalur pengangkut laut tepat waktu dan mengambil kontainer setelah terikat pada kapal yang dialihkan ini," jelas Teodoro.

"Operator laut juga dapat mulai melakukan penyesuaian pada jaringan mereka selain pengalihan tersebut. Tetapi, dapat dimengerti bahwa pengalihan/penyesuaian tersebut memerlukan waktu dan tidak akan terjadi begitu saja," pungkasnya.

Pentingnya Pantauan Otoritas Internasional

Dia juga mengatakan, gangguan logistik di terusan Suez dan Panama menyoroti pentingnya pantauan dari otoritas internasional terhadap kapasitas dan biaya untuk rantai pasokan global yang lebih tangguh. Terusan Panama, yang terletak di Amerika Tengah, telah berjuang menghadapi rendahnya permukaan air selama berbulan-bulan.

Potensi Penundaan di Asia hingga Eropa

FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Di Asia, kekurangan peralatan kosong (kontainer) akan menjadi masalah potensial karena penempatan kembali kontainer kosong ke area permintaan akan memakan waktu 10-20 hari lebih lama.

Maersk, salah satu pengirim barang yang menghentikan operasinya di Laut Merah, memperkirakan akan terjadi penundaan selama dua hingga empat minggu, menurut keterangan CEOnya, Vincent Clerc.

"Eropa lebih bergantung pada Suez," kata Clerc. "Penundaan ini akan lebih terasa di Eropa," ungkapnya.

Raksasa Logistik Tunda Operasi Imbas Serangan Houthi di Laut Merah

Kapal Kontainer Terbesar di Dunia
Foto dari udara pada 26 April 2020, HMM Algeciras berlabuh di Pelabuhan Qingdao di Qingdao, Provinsi Shandong, China. Kapal kontainer terbesar di dunia dengan kapasitas 24.000 unit ekuivalen dua puluh kaki itu memulai pelayaran perdananya dari Pelabuhan Qingdao pada Minggu (26/4). (Xinhua/Li Ziheng)

Serangan militan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah mulai menimbulkan dampak pada perdagangan global.

Masalah itu memperbesar kemungkinan terjadinya gangguan dan kenaikan harga untuk pengiriman barang dan bahan bakar global.

Sejumlah perusahaan pelayaran besar dan pengangkut minyak telah menghentikan layanan mereka di Laut Merah.

Melansir CNBC International, Selasa (19/12/2023) MSC, Maersk, Hapag Lloyd, CMA CGM, Yang Ming Marine Transport dan Evergreen semuanya mengatakan bahwa mereka akan segera mengalihkan semua perjalanan yang dijadwalkan untuk menjamin keselamatan pelaut dan kapal mereka.

Secara kolektif, kapal-kapal laut ini mewakili sekitar 60 persen perdagangan global.

Evergreen juga mengatakan untuk sementara waktu akan berhenti menerima kargo tujuan Israel, dan menangguhkan layanan pengirimannya ke negara tersebut.

Ada juga Orient Overseas Container Line (OOCL), yang merupakan bagian dari COSCO Shipping Group milik Tiongkok, berhenti menerima kargo dari Israel, karena masalah operasional.

Pada hari Senin (18/12), raksasa minyak BP juga mengatakan pihaknya juga akan menghentikan aktivitas pelayaran di Laut Merah ketika kelompok militan Houthi yang terus melanjutkan serangan mereka.

"Keselamatan dan keamanan karyawan kami dan mereka yang bekerja atas nama kami adalah prioritas BP. Mengingat memburuknya situasi keamanan pengiriman di Laut Merah, BP memutuskan untuk menghentikan sementara semua transit melalui Laut Merah," kata perusahaan itu dalam keterangannya.

"Kami akan terus meninjau jeda pencegahan ini, tergantung pada keadaan yang berkembang di wilayah ini," jelasnya.

Kelompok kapal tanker minyak Frontline juga mengatakan pihaknya menghindari Laut Merah.

Biaya Angkutan Lebih Mahal

Kapal Kontainer Terbesar di Dunia
Foto dari udara pada 26 April 2020, HMM Algeciras berlabuh di Pelabuhan Qingdao di Qingdao, Provinsi Shandong, China. Kapal kontainer terbesar di dunia dengan kapasitas 24.000 unit ekuivalen dua puluh kaki itu memulai pelayaran perdananya dari Pelabuhan Qingdao pada Minggu (26/4). (Xinhua/Li Ziheng)

Tak hanya menghambat logistik, serangan Houthi juga mendorong biaya angkutan laut menjadi lebih mahal.

Biaya di Pantai Timur naik 5 persen menjadi USD 2,497 per kontainer berukuran 40 kaki, menurut Freightos.

Biaya ini bisa menjadi lebih mahal karena perusahaan-perusahaan besar menghindari Terusan Suez, yang mengalir ke Laut Merah, dan memilih berkeliling Afrika untuk sampai ke Samudera Hindia.

Proses tersebut juga akan menambah waktu hingga 14 hari pada rute pengiriman, sehingga menimbulkan biaya bahan bakar yang lebih tinggi.

Selain itu, karena kapal membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai ke tujuannya, solusi ini menimbulkan persepsi kekurangan kapasitas kapal.

Keterlambatan pengiriman kontainer dan komoditas tidak bisa dihindari.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya