Liputan6.com, Jakarta Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori mengaku heran dengan tingkat produksi beras yang terus menunjukan grafik penurunan. Menurutnya, sejauh ini belum ada perkembangan yang menggembirakan.
Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah banyak membangun bendungan yang salah satu fungsi utamanya untuk menyuplai air ke jaringan irigasi.
Advertisement
Baca Juga
"Ada bendung, ada embung, ada jaringan irigasi. Yang mustinya kalau itu betul-betul berfungsi dan bisa dimanfaatkan, itu tercermin di produksi semustinya. Ini produksi terus turun," ujar Khudori kepada Liputan6.com, Kamis (22/2/2024).
Kata Khudori, dirinya telah membaca hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2017-2022. Salah satu yang jadi bahan evaluasi terkait pembangunan struktur pertanian, termasuk bendungan dan jaringan irigasi di periode pertama Jokowi.
Advertisement
"Hasilnya, ya banyak catatan. Kalau kesimpulan BPK begini, pembangunan infrastruktur itu belum bisa memastikan kenaikan produksi," kata dia.
Merujuk hasil Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS) Desember 2023, produksi beras nasional Januari 2024 sekitar 1,01 juta ton dan naik di Februari 2024 menjadi 1,54 juta ton.
Namun, mengacu pada estimasi konsumsi beras nasional secara bulanan sekitar 2,5 juta ton, Indonesia bakal mengalami defisit pada Januari-Februari 2024. Sebelum terjadi surplus per Maret 2024 dengan angka produksi beras 3,9 juta ton.
Kendati begitu, data KSA BPS juga menunjukan luas panen selama Januari-Maret 2024 masih lebih rendah dari tahun lalu. Sehingga tingkat produksi pada puncak panen per Maret 2024 nanti pun diprediksi masih lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Produksi Beras Anjlok
Khudori lantas mencatat tiga penemuan penting terkait anjloknya tingkat produksi tersebut. Pertama, meskipun Jokowi sudah banyak membangun bendungan, namun suplai air dari jaringan irigasi ke sawah tidak ada.
"Kedua, jaringan irigasi primer, sekunder sudah ada. Tapi, jaringan irigasi tersier yang otoritasnya ada di daerah untuk ke sawah-sawah, itu enggak ada. Lagi-lagi enggak bisa dimanfaatkan itu," ungkap dia.
"Terakhir, di periode pertama itu pak Presiden Jokowi merencanakan membangun jaringan irigasi yang akan bisa mensuplai air untuk 1 juta ha. Tapi yang tercapai cuman 125 ribu ha lahan," bebernya.
Semustinya, ia menambahkan, jika air tersedia setiap saat itu bakal tercermin dari hasil produksi gabah. Namun sebaliknya, indeks pertanaman terpantau tidak mengalami kenaikan.
"Kan sudah jelas, bendung embung ada, tapi jaringan irigasi yang mengalirkan ke sawah-sawah enggak ada. Artinya itu, ya enggak tahu itu tanggung jawab siapa," pungkas Khudori.
Kekhawatiran Kementan Bila Produktivitas Padi Tak Digenjot, Ini Dampaknya
Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) menyampaikan bahwa produksi beras tahun 2023 turun ke 30 juta ton dari produksi pada 2022, yakni 31 juta ton. Pemicunya karena kekeringan akibat El Nino.
"Kita semua tahu sejak awal tahun lalu sampai awal tahun ini masih El Nino. Artinya apa, ini El Nino Gorila, panjang durasinya. Biasanya El Nino 4-6 bulan, ini setahun lebih sedikit," kata Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSMP) Kementan Dedi Nusyamsi, di Bogor (Rabu/21/2/2024).
Menurutnya, penurunan produksi beras nasional tahun 2023 akibat El Nino memicu ketidakstabilan harga di pasaran. Kendati harganya terus melonjak, konsumsi beras justru terus meningkat.
"Setiap tahun yang mengkonsumsi beras di Indonesia bertambah 4 juta. Produksi turun, yang makan meningkat. Jadinya seperti sekarang ini," terangnya.
Berkurangnya pasokan, gangguan panen, dan kebijakan larangan ekspor dari sejumlah negara membuat harga beras terus melesat hingga kini.
Apabila produktivitas padi di Indonesia tidak terus digenjot, Dedi khawatir Indonesia akan kekurangan bahan pangan utama.
"Di saat yang sama negara seperti India, Vietnam, Thailand menahan berasnya untuk tidak di ekspor. Jadi sekarang meskipun kita punya duit, belum tentu dapat beras (impor)," kata Dedi.
Oleh sebab itu, sektor pertanian menjadi fokus utama Pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satunya memberikan kemudahan mendapatkan pupuk bersubsidi cukup hanya dengan menggunakan KTP.
Â
Advertisement
Penyebab Harga Pupuk Naik
Selain itu, Kementan juga akan memastikan ketersediaan pupuk bersubsidi dan menjaga keterjangkauan harga pupuk nonsubsidi. Sebab, turunnya produksi beras juga dipicu berkurangnya alokasi pupuk subsidi.
"Kenapa (produksi beras) berkurang? karena ketersediaan pupuknya juga terbatas. Keterbatasan ini juga dipicu harga pupuknya naik, sementara duitnya (anggarannya) tetap sama, kurang lebih Rp 25 triliun," terangnya.
Dedi menjelaskan, dari 2014 hingga 2018 alokasi pupuk subsidi relatif konstan di angka 9,5 juta ton. Kemudian, sejak tahun 2019, anggaran subsidi pupuk terus mengalami penurunan hingga berada di Rp24 triliun pada 2023.
Melambungnya harga pupuk lantaran bahan bakunya impor dari Rusia. Sementara Negeri Beruang Merah ini sedang berperang dengan Ukraina.
"Itu yang menyebabkan harga pupuk naik, duitnya tetap berarti jumlah pupuk yang bisa dibeli pasti berkurang, alokasi pupuk subsidi juga berkurang dari 9,5 juta ton, turun 7,5 juta ton, turun 6,5 juta ton, turun lagi jadi 4,8 juta ton," kata dia.
Â
Mentan Minta Alokasi Pupuk Subsidi Ditambah
"Jadi benar apa yang dikatakan oleh para petani itu bahwa ternyata pupuk berkurang, produksi pun berkurang. Dan paling banyak dipermasalahkan oleh para petani saat ini, tidak lain adalah pupuk," tambahnya.
Untuk mengatasi hal ini, Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman telah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar alokasi pupuk subsidi tahun ini ditambah menjadi Rp14 triliun.
Hal ini sebagai salah satu upaya untuk mendongkrak kembali produksi khusunya padi dan jagung.
"Alhamdulillah usulan disetujui oleh Presiden. Nah saat ini penyuluh juga terus kami latih untuk meningkatkan produksi jagung dan padi nasional termasuk nantinya mengedukasi petani terkait mekanisme pemakaian pupuk agar tidak berlebih, pungkasnya.
Advertisement