Harga Komoditas Turun, Neraca Transaksi Berjalan RI Diramal Defisit

Ekonom memperkirakan neraca transaksi berjalan kembali defisit di tahun ini. Hal itu mengingat kondisi pelemahan harga-harga komoditas ekspor dalam beberapa waktu terakhir.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 03 Apr 2024, 13:45 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2024, 13:45 WIB
Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Ekonom memperkirakan neraca transaksi berjalan kembali defisit di tahun ini. Hal itu mengingat kondisi pelemahan harga-harga komoditas ekspor dalam beberapa waktu terakhir. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman memperkirakan neraca transaksi berjalan kembali defisit di tahun ini. Hal itu mengingat kondisi pelemahan harga-harga komoditas ekspor dalam beberapa waktu terakhir.

“Saldo neraca transaksi berjalan Indonesia tahun ini kami perkirakan akan bergerak lebih dalam ke arah defisit apabila dibandingkan tahun lalu," kata Helmi dalam konferensi pers Citi Indonesia di Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi berjalan tahun 2023 mengalami defisit terkendali 0,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar USD 1,6 miliar.

Di tahun sebelumnya, transaksi berjalan Indonesia tercatat surplus sebesar USD 13,2 miliar atau 1 persen dari PDB.

Adapun neraca pembayaran Indonesia (NPI) keseluruhan yang surplus sebesar USD 6,3 miliar di 2023, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencatat surplus USD 4 miliar.

Pengaruh Suku Bunga

Helmi menyebutkan, neraca pembayaran Indonesia juga cenderung terpengaruh negatif oleh diferensial suku bunga Rupiah dan dolar AS yang saat ini relatif ketat, imbas kenaikan suku bunga The Fed.

Dijelaskan, diferensial suku bunga yang ketat ini mengurangi insentif bagi eksportir untuk menukarkan devisa hasil ekspor ke Rupiah.

“Diferensial suku bunga yang ketat ini juga mendorong korporasi yang memiliki pendanaan dalam dolar untuk melakukan refinancing menjadi pendanaan dalam mata uang Rupiah. Di mana kedua hal ini mempengaruhi keseimbangan suplai dan permintaan (supply-demand) di pasar valas domestik,” paparnya.

"Untuk itu, perkiraan kami ruang untuk penurunan bunga acuan Bank Indonesia baru akan terbuka apabila Federal Reserve di Amerika Serikat juga sudah memulai penurunan suku bunganya," kata dia.

 

Arus Modal Masuk

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Menguat
Teller menunjukkan mata uang rupiah di bank, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi terhadap dolar Amerika Serikat sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia dan mekanisme pasar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Helmi mengatakan, hal ini karena penurunan suku bunga The Fed diperkirakan akan diiringi dengan arus modal masuk ke pasar obligasi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Capital inflow tersebut bisa menjadi faktor penyeimbang bagi pasar valas domestik di tengah adanya berbagai tantangan,” tambahnya.

Hingga saat ini, Helmi menyebut, Citi sendiri masih memperkirakan bahwa penurunan suku bunga acuan AS atau Fed Funds Rate akan dimulai pada bulan Juni 2024.

"Walaupun penurunan inflasi di Amerika Serikat masih berjalan relatif lambat, kami berpandangan bahwa The Fed tetap akan menurunkan bunga acuannya dan ini akan dilakukan untuk memperkecil risiko terjadinya resesi di Amerika Serikat," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya