Inflasi Turki Sentuh 68,5% di Maret 2024, Kenaikan Tertinggi Biaya Pendidikan

Secara tahunan, pendidikan di Turki kembali mengalami inflasi biaya tertinggi sebesar 104% YoY, diikuti oleh hotel, restoran dan kafe sebesar 95% dan kesehatan sebesar 80%.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 04 Apr 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2024, 20:00 WIB
Ilustrasi Inflasi.
Turki mencatat kenaikan inflasi tahunan menjadi 68,5% pada Maret 2024, meningkat dari inflasi bulan Februari sebesar 67,1%. Ilustrasi Inflasi. (Photo by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Di akhir kuartal I 2024, lonjakan inflasi di Turki belum menunjukkan tanda pemulihan. Turki mencatat kenaikan inflasi tahunan menjadi 68,5% pada Maret 2024, meningkat dari inflasi bulan Februari sebesar 67,1%.

Melansir CNBC International, Kamis (4/4/2024), laporan Institut Statistik Turki menyebutkan bahwa kenaikan harga konsumen bulanan sebesar 3,16%, dipimpin oleh sektor pendidikan, komunikasi, dan hotel, restoran, serta kafe, yang mengalami kenaikan bulanan masing-masing sebesar 13%, 5,6%, dan 3,9%.

Secara tahunan, pendidikan kembali mengalami inflasi biaya tertinggi sebesar 104% YoY, diikuti oleh hotel, restoran dan kafe sebesar 95% dan kesehatan sebesar 80%.

Turki telah meluncurkan upaya bersama untuk mengatasi melonjaknya inflasi dengan menaikkan suku bunga, yang terbaru adalah menaikkan suku bunga utama negara tersebut dari 45% menjadi 50% pada akhir Maret 2024.

Sebagian besar inflasi Turki dalam beberapa bulan terakhir berasal dari kenaikan signifikan terhadap upah minimum yang diamanatkan pemerintah pada tahun 2024.

Upah minimum untuk tahun tersebut telah naik menjadi 17.002 lira Turki (sekitar USD 530) per bulan pada Januari 2024, kenaikan 100% dari angka yang sama pada periode setahun sebelumnya.

Para ekonom menilai kenaikan suku bunga lebih lanjut dari bank sentral Turki akan diperlukan.

"Meskipun penghitungan inflasi bulan Maret menunjukkan kenaikan bulanan terkecil dalam tiga bulan dan menunjukkan bahwa dampak kenaikan upah minimum yang besar di bulan Januari mungkin sudah sebagian besar telah berlalu, hal ini masih jauh dari konsisten dengan inflasi satu digit yang coba diupayakan oleh para pembuat kebijakan," tulis Nicholas Farr, ekonom Eropa baru di Capital Economics yang berbasis di London, dalam sebuah catatan analis.

 

 

Pengetatan Moneter Lebih lanjut Diperlukan

Ilustrasi inflasi
Ilustrasi inflasi. (Photo by Freepik)

"Angka inflasi terbaru tidak banyak mengubah pandangan kami bahwa pengetatan moneter lebih lanjut akan terjadi dan upaya yang lebih terpadu untuk memperketat kebijakan fiskal juga diperlukan," bebernya.

Bank sentral Turki menerapkan delapan kenaikan suku bunga berturut-turut dari Juni 2023 hingga Januari 2024, dengan total kumulatif 3.650 basis poin.

Langkah tersebut berhenti pada bulan Februari, menandakan bahwa siklus pengetatan telah berakhir, sebelum menaikkan suku bunga lagi pada Maret 2024 karena memburuknya prospek inflasi.

Pemilu Lokal di Turki

Para analis mencatat bahwa dengan tidak adanya pemilu lokal di Turki, yang berlangsung pada 31 Maret, maka mendorong kebijakan moneter yang lebih ketat kemungkinan akan lebih mudah.

Pemungutan suara untuk memilih pemimpin kota di seluruh negeri, yang berlangsung pekan lalu, menunjukkan bahwa partai oposisi Turki memberikan pukulan bersejarah terhadap Partai AK yang dipimpin oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dengan memenangkan lima kota terbesar di negara tersebut dan juga beberapa daerah pedesaan.

"Hasil pemungutan suara memicu ketidakpastian politik dan menimbulkan keraguan apakah Presiden Recep Erdogan akan tetap berpegang pada kebijakan ortodoks yang tidak populer," tulis Bartosz Sawicki, analis pasar di perusahaan fintech Conotoxia, dalam sebuah catatan.

Namun, dia menambahkan, "Dengan tidak adanya pemilu hingga tahun 2028, perombakan lagi yang mengarah pada kembalinya kebijakan moneter ekstra longgar tampaknya tidak mungkin terjadi".

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya