Dilema Masyarakat Kelas Bawah: Biaya UKT Mahal, tapi Pendapatan Seret

Biaya pendidikan, khususnya biaya UKT menjadi salah satu aspek vital yang jadi perhatian masyarakat.

oleh Arief Rahman H diperbarui 22 Mei 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2024, 17:00 WIB
Unjuk Rasa Mahasiswa di Depan Kemendikbud
Massa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis (2/7/2020). Mereka menuntut adanya keringanan uang tunggal kuliah (UKT) sebesar 50 persen di tengah pandemi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Biaya pendidikan menjadi salah satu aspek vital yang jadi perhatian masyarakat. Tapi ternyata kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) atau biaya UKT tidak sejalan dengan penambahan pendapatan.

Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengungkap kondisi tersebut. Menurutnya, kenaikan biaya UKT dan biaya pendidikan secara umum akan menekan masyarakat, utamanya kelas bawah.

"Kenaikan UKT mempersulit calon mahasiswa baru dari kalangan menengah ke bawah untuk memasuki pendidikan tinggi di satu sisi dan mempersulit kalangan menengah ke bawah untuk mengupayakan mobilitas sosial di sisi lain," ujar Ronny kepada Liputan6.com, Rabu (22/5/2024).

Dia menjelaskan, pendapatan masyarakat kelas bawah hanya naik tipis dari tahun ke tahun. Meski begitu, masyarakat juga dibebankan dengan kondisi mahalnya harga-harga bahan pokok.

"Sebagaimana diketahui, pendapatan kelas menengah ke bawah semakin tertekan dari hari ke hari karena kenaikan harga-harga komoditas pokok dan kenaikan UMP yang sangat kecil di dalam beberapa tahun terakhir," tuturnya.

"Jadi kenaikan UKT ini tidak sejalan dengan konteks sosial ekonomi yang ada, sangat tidak empatik dan berdasarkan kepada kebutuhan dan aspirasi publik," sambungnya.

Akses Perguruan Tinggi Dipermudah

Pada konteks akses pendidikan ini, dia meminta pemerintah mempermudah akses publik kepada perguruan tinggi. Ini bisa jadi upaya strategis pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM nasional.

"Bukan malah mempersulit publik untuk memasuki perguruan tinggi. Kenaikan UKT ini sangat berntentangan dengan spirit konstitusi dalam bidang pendidikan. Sangat perlu ditinjau ulang, bahkan dibatalkan," pungkasnya.

 

Kenaikan UKT Harus Rasional

Pelajar dan Mahasiswa
Ilustrasi Pelajar SMK Vokasi dan Mahasiswa (unsplash/storyset)

Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim memastikan, akan menghentikan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tidak rasional di perguruan tinggi negeri (PTN).

Hal ini disampaikan Nadiem saat rapat kerja bersama Komisi X DPR RI pada Selasa (21/5/2024). Pernyataan Nadiem tersebut sebagai respon atas isu yang sedang beredar di masyarakat terkait biaya UKT yang melonjak tinggi hingga menyebabkan adanya demo mahasiswa di berbagai daerah.

"Saya berkomitmen beserta Kemendikbudristek memastikan, karena tentunya ada rekomendasi dari kami, untuk memastikan bahwa lompatan-lompatan yang tidak rasional itu akan kami berhentikan," kata Nadiem dilansir dari Antara, Selasa (21/5/2024).

Nadiem mengingatkan, kepada perguruan tinggi negeri (PTN) apabila terdapat kenaikan biaya UKT harus tetap rasional dan masuk akal.

 

UKT Melambung

FOTO: Mendikbud - DPR Evaluasi Belajar dari Rumah hingga Kesiapan Rekrutmen Guru Honorer
Mendikbud Nadiem Makarim saat rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020). Rapat membahas evaluasi program belajar dari rumah terkait subsidi kuota internet serta isu-isu kesiapan rekrutmen guru honorer tahun 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ia mengaku, mendengar banyak desas-desus mengenai lompatan biaya UKT yang cukup fantastis terhadap UKT di atas golongan kedua di beberapa PTN.

Nadiem pun memastikan pihaknya akan segera mengevaluasi, mengecek, hingga melakukan asesmen terhadap kenaikan UKT yang tidak wajar ini, sehingga nantinya kenaikannya akan diberhentikan.

"Saya ingin meminta semua ketua perguruan tinggi dan program studi untuk memastikan kalau pun ada peningkatan harus rasional, masuk akal, dan tidak terburu-buru apalagi melakukan lompatan (UKT) yang besar," ucap Nadiem.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya