KIP Tagih Pemerintah soal Tapera: Belum Ada Transparansi Pengelolaan

Kebijakan perluasan Tapera ke sektor pekerja swasta dan pekerja mandiri mendorong kekawatiran publik lantaran berpotensi menimbulkan persoalan baru.

oleh Tira Santia diperbarui 05 Jun 2024, 15:33 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2024, 15:30 WIB
Komisioner Komisi Informasi Pusat Indonesia Rospita Vici Paulin dalam diskusi pbulik KIP 'Kupas Tuntas Transparansi Tapera, di Jakarta, Rabu (5/6/2024). (Tira/Liputan6.com)
Komisioner Komisi Informasi Pusat Indonesia Rospita Vici Paulin dalam diskusi pbulik KIP 'Kupas Tuntas Transparansi Tapera, di Jakarta, Rabu (5/6/2024). (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Informasi Pusat (KIP) menyoroti terkait belum ada kejelasan bagaimana dana dari program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) akan dikelola dan diinvestasikan, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan penyalahgunaan atau ketidaksesuaian dengan kepentingan publik.

"Transparansi pengelolaan dananya belum ada Pemerintah menjelaskan kepada publik bagaimana dana tersebut dikelola dan diinvestasikan dan muncul kekhawatiran diselewengkan," kata Komisioner Komisi Informasi Pusat RI Rospita Vici Paulin dalam diskusi pbulik KIP 'Kupas Tuntas Transparansi Tapera, di Jakarta, Rabu (5/6/2024).

Menurutnya, kekhawatiran masyarakat terhadap pemerintah mengenai pengelolaan dana TAPERA, mengingat banyak kasus-kasus yang merugikan publik yang sampai sekarang masih menyisakan banyak persoalan.

Seperti, kasus BPJS Kesehatan, dalam 3 tahun kerugian diperkirakan Rp 20 triliun, dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi di badan eks PT Jamsostek mencapal Rp 43 triliun.

Kemudian, penyelewengan dana pensiun bumn (audit terhadap 4 dana pensiun BUMN) mengalami kerugian Rp 300 miliar, kasus investasi Jiwasraya yang merugikan negara RP16,8 triliun, kasus korupsi ASABRI yang diduga telah merugikan negara hingga Rp22 triliun, kasus korupsi berupa investasi fiktif yang dilakukan oleh PT. Taspen (Persero) yang diselidiki KPK, dimana kerugian negara dalam kasus ini senilai Rp 1 triliun.

Ke Pegawai Swasta

Adapun terkait kebijakan perluasan Tapera ke sektor pekerja swasta dan pekerja mandiri ini mendorong kekawatiran publik lantaran berpotensi menimbulkan persoalan baru.

"Masyarakat menilai sendiri mengkhawatirkan terjadinya penyelewengan seperti kasus sebelumnya. Kurangnya pemahaman dari masyarakat terhadap Tapera yang tiba-tiba diluncurkan kemudian menimbulkan kesimpangsiuran dipublik, sehingga publik mengambil asumsi sendiri," ujarnya.

Lebih lanjut, kata Vici, KIP melihat masih kurangnya keterbukaan informasi tentang manfaat, persyaratan, dan kinerja program Tapera kepada masyarakat, sehingga dapat menyulitkan pemahaman masyarakat tentang bagaimana program tersebut berfungi dan siapa yang berhak mendapat manfaat dari program tersebut.

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Rapor Merah Dana Tapera Hasil Temuan BPK, Rp 567 Miliar Belum Kembali ke Peserta

Alasan Pemerintah Wajibkan Pekerja Bayar Iuran Tapera
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menjelaskan bahwa tabungan perumahan rakyat (Tapera) merupakan kelanjutan dari badan pertimbangan tabungan perumahan (Bapertarum), yang sebelumnya hanya ditujukan untuk aparatur sipil negara (ASN). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai banyak kritik dari masyarakat.

Lantaran peraturan tersebut dinilai memberatkan pekerja swasta dan pekerja mandiri, karena mereka harus membayar iuran Tapera sebesar 3 persen yang dipotong dari gaji.

Namun Pemerintah menjamin, pengelolaan dana tabungan peserta Tapera akan dikelola dengan baik, bahkan telah menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas pengelolaan dana Tapera.

Tujuan dari perluasan program Tapera sendiri yakni untuk membantu pekerja mendapatkan pembiayaan perumahan.

Lantas apakah benar dana Tapera akan dikelola dengan baik oleh Pemerintah?

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) justru mengungkap, pada tahun 2021 terdapat sejumlah permasalahan di BP Tapera, salah satunya mengenai pengembalian dana Tapera.

Hal itu dilaporkan dalam dokumen yang berjudul Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan Biayaaa Operasional tahun 2020 dan 2021 pada BP Tapera dan instansi terkait lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.


Dana Tapera

Alasan Pemerintah Wajibkan Pekerja Bayar Iuran Tapera
Para pekerja berjalan di jam pulang kantor di Kawasan Thamrin, Jakarta, Jumat (31/5/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemeriksaan bertujuan untuk menilai Dana Tapera dan biaya operasional tahun 2020 dan 2021 pada BP Tapera telah dikelola secara optimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam laporan tersebut, BPK mencatat terdapat sebanyak 124.960 peserta Tapera yang belum menerima pengembalian sebesarRp567,45 miliar dan peserta pensiun ganda sebanyak 40.266 orang sebesar Rp130,25 miliar.

Hal tersebut mengakibatkan pensiunan PNS/ahli warisnya tidak dapatmemanfaatkan pengembalian tabungan yang menjadi haknya sebesar Rp567,45 miliar dan terdapat potensi pengembalian lebih dari satu kali kepada 40.266 orang sebesar Rp130,25 miliar.

Permasalahan lainnya, yakni BPK menilai BP Tapera belum beroperasi secara penuh, yaitu pada kegiatan pengerahan (pendaftaran dan pengumpulan dana), kegiatan pemupukan (kontrak investasi kolektiff), dan kegiatan pemanfaatan dengan prinsipsyariah.

Hal tersebut mengakibatkan BP Tapera berpotensi tidak dapat mencapai target dan tujuan strategisnya, belum dapat melakukan pemungutan simpanan dan menambah peserta baru, serta peserta belum dapatmemanfaatkan fasilitas pembiayaan perumahan secara optimal.

 


Data Peserta

Kemudian, BPK menemukan bahwa data peserta aktif BP Tapera sebanyak 247.246 orang belum mutakhir, yaitu kategori data dengan riwayat kepangkatan anomali sebanyak 176.743 orang dan ketidaklengkapan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebanyak 70.513 orang.

Hal tersebut mengakibatkan saldo Dana Tapera belum dapat dikelola dalam KPDT dan dimanfaatkan secara optimal sebesar Rp754,59 miliar, serta peserta belum dapat memanfaatkan haknya berupa pemanfaatan maupun pengembalian dana.

Banner Infografis 10 Jenis Pekerja Dipotong 2,5-3 Persen Iuran Tapera. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Banner Infografis 10 Jenis Pekerja Dipotong 2,5-3 Persen Iuran Tapera. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya