Liputan6.com, Jakarta Rencana korban judi online masuk dalam kategori penerima bantuan sosial (bansos) mengundang polemik di masyarakat. Salah satunya Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, mengaku tidak sepakat dengan wacana tersebut.
"Waduh bansos kok untuk para korban judi online. Saya tidak sepakat, mereka yang berjudi itu sadar betul bahwa menggunakan uang untuk judi," kata Esther kepada Liputan6.com, Selasa (18/6/2024).
Baca Juga
Menurutnya, justru masyarakat yang lebih berhak untuk mendapat bansos adalah masyarakat yang masuk kategori miskin dan miskin ekstrim.
Advertisement
"Di luar sana masih banyak orang tidak mampu membeli beras dan bahan pangan lainnya. Agama juga melarang berjudi," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mengklarifikasi soal rencana korban judi online masuk dalam kategori penerima bansos.
Menurut Muhadjir, mereka yang menerima bansos bukanlah korban judi online, melainkan pihak keluarga yakni anak, istri atau suami.
"Perlu dipahami ya, jangan dipotong-potong, kalau pelaku sudah jelas harus ditindak secara hukum karena itu pidana, nah yang saya maksud penerima bansos itu ialah anggota keluarga seperti anak istri/suami," kata Muhadjir usai salat Idul Adha di halaman Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Menteng, Jakarta, dilansir dari Antara, Senin (17/6/2024).
Menko PMK menjelaskan, gagasan pemberian bansos terhadap korban judi online merupakan salah satu materi yang diusulkan Kemenko PMK dalam persiapan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Online.
Plus Minus Jika Korban Judi Online Dapat Bansos
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan korban judi online adalah mereka yang tergolong bukan pelaku.
Mereka yang layak disebut korban adalah keluarga atau individu terdekat dari para penjudi yang dirugikan baik secara material, finansial maupun psikologis. Artinya, korban judi online tersebut dapat masuk dalam kategori penerima bantuan sosial (Bansos). Lantas bagaimana plus minusnya pemberian wacana bansos bagi korban judi online?
Pengamat Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda mengatakan, jika semua korban judi online dapat bansos anggaran APBN akan membengkak.
"Jika semua pemain judi online mendapatkan bansos ya anggaran akan membengkak dan cenderung tidak tepat sasaran. Akhirnya akan merugikan negara dan pembayar pajak," kepada Liputan6.com, Selasa (18/6/2024).
Menurut dia, jika Pemerintah memperluas penerima bansos salah satunya korban judi online, dalam jangka panjang akan membentuk karakteristik Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak berkualitas, karena dengan mereka melakukan “pelanggaran” mereka mendapatkan bansos.
Ia menjelaskan, sebenarnya sudah jelas judi secara aturan dilarang oleh negara. Jadi ketika mereka dengan sadar mereka melakukan judi online, artinya mereka melanggar aturan yang memang diatur oleh negara.
"Mereka tidak bisa disebut korban. Kecuali mereka ditipu dengan dalih investasi yang ternyata itu judi online, itu bisa jadi disebut korban. Tapi mereka memainkan judi slot ya enggak," ujarnya.
Kemudian, soal penerima bansos. Kriteria bansos itu bukan dia pemain judi apa bukan, tapi mereka masuk dalam kategori miskin atau tidak. Jika ditambah dengan syarat “bukan pemain judi online” ya harus dibuktikan secara data. Jangan sampai tambahan karakteristik/syarat itu menjadi celah bagi memainkan data penerima bansos.
Advertisement
Apakah Tepat Pemberian Bansos dengan Uang?
"Makanya, terlepas untuk depo slot atau seperti apa, mereka tetap berhak bansos ketika mereka miskin. Kalau ingin menghindari penggunaan yang tidak-tidak, berikan bukan dalam bentuk uang tunai, melainkan bansos dalam bentuk barang," ujar dia.
Jika kebijakannya adalah setiap pemain judi online mendapatkan bansos, maka itu sangat tidak bijak, mengingat yang patut mendapatkan bansos adalah mereka yang miskin dan miskin ekstrem.
"Pemain judi online bagaimanapun juga mempunyai dana untuk depo slot artinya secara keuangan, mereka ada pendapatan. Makanya harus dilihat lagi data kemiskinan yang terbaru apakah mereka layak disebut miskin dan/atau miskin ekstrem," pungkasnya.
Lalu Siapa yang Layak Disebut Korban Judi Online?
Muhadjir menegaskan, korban judi online adalah mereka yang tergolong bukan pelaku. Sehingga mereka yang layak disebut korban adalah keluarga atau individu terdekat dari para penjudi yang dirugikan baik secara material, finansial maupun psikologis.
“Mereka yang disantuni, kalau mereka itu yang kehilangan harta benda, kehilangan sumber kehidupan maupun mengalami trauma psikologis, kalau mereka itu nanti berupa keluarga. Jadi keluarga ya sekali lagi, keluarga dan keluarga itu jatuh miskin, maka itulah yang nantinya mendapatkan bantuan sosial,” yakin Muhadjir.
Muhadjjr berlasan, keluarga miskin menjadi tanggung jawab negara, sesuai UUD pasal 34 ayat 1 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Jadi, orang miskin itu tidak hanya korban judi online saja.
“Semua orang miskin itu menjadi tanggung jawab negara untuk diberi santunan dan itu kemudian akan diproses, akan dicek juga standar, kriteriannya cocok tidak dengan yang ditetapkan Kementerian Sosial, kemudian ada verifikasi, kalau memang dipastikan bahwa dia memang telah jatuh miskin akibat judi online ya dia akan dapat bansos,” beber Muhadjir.
“Jadi jangan bayangkan terus pemain judi kemudian miskin dan langsung dibagi-bagi bansos, bukan begitu,” imbuh dia menandasi.
Advertisement