Liputan6.com, Jakarta - China telah mengeluarkan serangkaian peraturan untuk memperketat pengelolaan dan produksi logam tanah jarang (rare earth).
Dewan Negara China mengatakan dalam sebuah dokumen aturan baru tersebut akan mulai berlaku pada 1 Oktober mendatang. Mengutip South China Morning Post, Rabu (3/7/2024) peraturan tersebut menyatakan bahwa "sumber daya alam merupakan hasil milik negara dan tidak ada organisasi atau individu yang boleh melanggar atau merusak sumber daya tersebut".
Untuk meningkatkan pengawasan terhadap rantai industri, lembaga pemerintah akan mengoordinasikan dan mengelola penambangan dan pemurnian bijih serta memastikan produknya dapat dilacak.
Advertisement
Peraturan tersebut dirancang untuk melindungi dan mengembangkan secara rasional sumber daya tanah jarang, sekaligus menjaga lingkungan dan mengamankan sumber daya negara, menurut dokumen tersebut.
Peraturan baru ini juga menetapkan, jumlah penambangan dan pemurnian sumber daya akan ditentukan oleh berbagai faktor termasuk cadangan sumber daya, perkembangan industri, perlindungan lingkungan, dan permintaan pasar.
Perusahaan yang melanggar peraturan penambangan dan pengolahan dapat dikenakan denda antara lima hingga 10 kali lipat dari jumlah keuntungan ilegal mereka. Dendanya bisa mencapai 5 juta yuan atau Rp.11,2 miliar jika keuntungan ilegal mereka kurang dari 500.000 yuan, kata dokumen itu.
Selain itu, perusahaan yang bergerak di bidang penambangan dan pemurnian logam tanah jarang, serta ekspor produk tanah jarang, juga diwajibkan untuk mencatat aliran produk, dan memperbarui sistem pelacakan untuk memastikan produk tersebut dapat dilacak.
Adapun denda terhadap pelanggaran pada peraturan tanah jarang tersebut sebesar 200.000 yuan atau Rp.450,3 juta, dan mereka yang gagal memperbaiki kelalaian saat diperintahkan dapat didenda hingga 1 juta yuan atau setara Rp.2,2 miliar.
Tanah Jarang Jadi Sumber Daya Strategis di China
Tiongkok dikenal sebagai produsen tanah jarang terbesar di dunia, sekelompok lebih dari selusin logam yang penting bagi teknologi modern mulai dari kendaraan listrik hingga turbin angin, robot, dan senjata militer.
Negara itu juga memimpin industri teknologi pemurnian logam tanah jarang, yang memerlukan pemrosesan intensif untuk menghasilkan bahan yang dapat digunakan.
Dalam beberapa tahun terakhir, China telah melarang ekspor teknologi ekstraksi dan pemisahan tanah jarang serta teknologi untuk membuat magnet tanah jarang.
Dalam sebuah artikel pada November, badan anti-spionase utama negara tersebut menyoroti tanah jarang sebagai sumber daya mineral strategis yang berhubungan langsung dengan keamanan nasional.
Advertisement
Sama-Sama Kaya Nikel dan Tanah Jarang, Menperin Ajak Vietnam Bikin Kendaraan Listrik
Sebelumnya, Indonesia dan Vietnam terus memperkuat kerja sama bilateral yang komprehensif, termasuk dalam sektor industri. Kolaborasi ini diharapkan mendorong peningkatan investasi baru di sektor industri yang berujung pada pertumbuhan ekonomi kedua negara.
Komitmen itu tertuang dalam pertemuan antara Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang Kartasasmita dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Vietnam Nguyen Hong Dien di Hanoi, Kamis (11/1). Kegiatan ini dalam rangkaian agenda Menperin Agus mendampingi Presiden Joko Widodo pada kunjungan kenegaraan di Vietnam.
“Vietnam adalah salah satu negara mitra dagang utama bagi Indonesia. Secara keseluruhan total perdagangan Indonesia dan Vietnam terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2022, nilai perdagangan kedua negara sebesar USD 13,3 miliar,” kata Menperin Agus dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, dikutip Jumat (12/1/2024).
Pada pertemuan kedua menteri tersebut, Menperin menyampaikan, pada tahun 2023 Indonesia sukses menjadi tuan rumah pada Keketuaan ASEAN dengan mengusung tema "Epicentrum of Growth". Salah satu kesepakatan yang telah dicapai, yakni pembentukan task force yang bertugas untuk meningkatkan penurunan karbon dan good regulatory practice (GRP).
“Kami mengusulkan perlunya kerja sama pengembangan ekosistem industri baik secara bilateral ataupun melalui wadah ASEAN,” ujarnya.
Menperin juga menyampaikan, Indonesia mengundang Vietnam untuk turut berkolaborasi mendorong keterlibatan sektor swasta dalam ASEAN Industrial Project Based Initiative (AIPBI), yang merupakan usulan Kementerian Perindustrian RI.
Banyak Belajar dari Indonesia
Menperindag Nguyen Hong Dien menyambut baik usulan Menperin Agus untuk melakukan kerja sama bidang industri karena Vietnam perlu banyak belajar dari Indonesia. Vietnam pun mengapresiasi Keketuaan ASEAN Indonesia pada tahun 2023 yang menghasilkan banyak prioritas pengembangan ekonomi, termasuk di sektor industri.
“Kami akan menjalin kerja sama industri yang dilakukan secara bilateral dan setelahnya dapat diperluas di tingkat ASEAN,” ujarnya.
Vietnam juga mengusulkan kerja sama di bidang teknologi digital, semikonduktor, dan hilirisasi sumber daya alam (SDA). Apalagi kedua negara memiliki SDA melimpah seperti nikel di Indonesia dan tanah jarang di Vietnam yang sangat diperlukan dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
Advertisement
Realisasi Investasi
Sampai November 2023, penanaman modal investasi Indonesia di Vietnam mencapai USD651,21 juta dengan total 120 proyek. Realisasi investasi Indonesia menduduki posisi ke-5 di antara negara ASEAN yang memiliki modal investasi di Vietnam.
Sementara itu, Indonesia masih menjadi negara tujuan investor Vietnam dalam menanamkan modalnya di sektor industri. Pada tahun 2023, terjadi peningkatan realisasi investasi Vietnam di Indonesia dengan nilai sebesar USD1,5 juta atau meningkat 6,1 persen dari tahun sebelumnya. Adapun investasi di sektor industri meliputi industri industri kertas dan percetakan serta industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya.
Kepada Menperindag Vietnam, Menperin RI menyampaikan sejumlah potensi kerja sama Indonesia-Vietnam, seperti pengembangan kendaraan listrik, industri hijau, food security maupun pendukung sektor industri seperti penguatan litbang dan SDM.
“Kami mengundang pihak Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Vietnam untuk terus melakukan diskusi dengan kami dalam rangka memperkuat kerja sama dan kolaborasi ini,” tuturnya.
Agus mengemukakan, Indonesia merupakan pasar yang sangat besar untuk sektor otomotif. Data menunjukkan, kepemilikan mobil di Indonesia sebesar 19,1 juta unit sedangkan sepeda motor 128 juta unit. Selain itu, proyeksi permintaan baterai untuk kendaraan listrik di Indonesia juga diperkirakan semakin meningkat ke depannya.
Saling Dukung
Menperin Agus berharap, kedua negara dapat saling mendukung untuk penyelenggaraan Pertemuan Tingkat Menteri Industri di ASEAN yang rutin dilakukan setiap tahun karena peluang dan tantangan sektor industri akan semakin terlihat.
Indonesia saat ini masuk peringkat 10 besar manufaktur dunia dengan nilai global manufacturing output sebesar 1,4 persen, sesuai laporan yang dirilis oleh Safeguard Global. Sedangkan, berdasarkan data World Population Review, Indonesia menempati peringkat ke-12 dan Vietnam posisi ke-23.
Dalam kunjungan tersebut, Menperin RI didampingi oleh Dubes RI untuk Vietnam, Dirjen KPAII, Dirjen ILMATE, para Staf Khusus Menteri dan para pejabat Eselon II terkait. Adapun Menperindag Vietnam didampingi oleh DG Asia-Africa Markets Development, Leader of Industry Agency, Leader of Agency of Foreign Trade, dan beberapa pejabat teras Kemenperindag Vietnam.
Advertisement