Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengatakan kebijakan hambatan perdagangan berupa Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) mesti didukung penuh untuk melindungi industri domestik, mengingat kebijakan itu sudah sesuai dengan regulasi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
"Asaki juga merasakan adanya kelompok tertentu yang tidak suka industri keramik nasional menjadi tuan rumah yang baik di negeri sendiri. BMAD harus didukung penuh karena merupakan instrumen perlindungan terhadap industri dalam negeri yang mana sesuai dengan aturan WTO," kata Ketua Umum Asaki Edy Suyanto dikutip dari Antara, Selasa (16/7/2024).
Dirinya menyampaikan industri keramik dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan pasar domestik baik dari sisi volume produksi maupun jenis keramik yang diinginkan.
Baca Juga
Bahkan, menurut dia, saat ini pihaknya masih memiliki kapasitas tersedia (idle) sebesar 60 persen atau sekitar 80-90 juta meter persegi untuk jenis keramik homogeneus tiles (HT) yang merupakan mayoritas keramik impor dari China.
Advertisement
"Sangat disayangkan terjadi defisit USD 1,5 miliar selama tahun 2019-2023 hanya karena keramik impor yang seharusnya tidak perlu terjadi. Karena sejatinya kita mampu produksi, namun karena praktik dumping tersebut pemerintah dan rakyat jelas yang dirugikan," ujarnya.
Â
Lebih lanjut, ia berargumen kebijakan BMAD turut bisa melindungi konsumen dalam negeri, itu karena selama ini masyarakat disuguhkan keramik impor dengan harga dumping atau penurunan harga di bawah rata-rata (predatory pricing) dengan kualitas di bawah standar nasional.
"Adanya pengurangan kualitas seperti salah satu contohnya penurunan ketebalan keramik yang sebelumnya 1 cm menjadi 7 mm. Ini tentu mempengaruhi kekuatan dari keramik itu sendiri yakni bending dan breaking strength-nya menurun," ujar dia.
Â
Selamatkan Industri Dalam Negeri
Sebagai informasi, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menggunakan otoritas yang dimiliki untuk melindungi dan menyelamatkan industri dalam negeri melalui pengenaan BMAD dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau "safeguard".
Tujuh sektor yang hendak dikenai hambatan perdagangan itu yakni, tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi serta alas kaki.
Penyelidikan serta penerapan BMAD dan BMTP berhubungan dengan produk-produk impor yang berkaitan erat dengan bahan baku untuk industri di dalam negeri.
BMAD dan BMTP diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Perbedaan mendasar antara tindakan anti dumping dan tindakan pengamanan perdagangan terletak pada subjek pengenaannya.
Â
Advertisement
Sederet Dampak Impor Keramik ke Indonesia, Angka Pengangguran Bisa Meledak
Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sudah merekomendasikan BMAD atas impor ubin keramik yang berasal dari RRT dengan pengenaan tarif maksimal 199,98 persen, untuk menjaga industri keramik dalam negeri.
Lantas sejauh mana rencana pengenaan kebijakan BMAD ini efektif dalam mendorong industri dalam negeri?
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai rekomendasi penerapan BMAD tersebut akan memberikan beberapa dampak negatif.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment, INDEF Andry Satrio Nugroho, mengatakan implikasi jika BMAD dari hasil investigasi KADI diterapkan maka yang pertama akan terjadi trade diversion, impor akan beralih ke negara lain selain China.
"Trade diversion, kami melihat juga bahwa cukup besar angka diversion ke India dan Vietnam, karena ini dua ekpsortir terbesar untuk HS 690721," kata Andry dalam Diskusi INDEF terkait Menguji Rencana Kebijakan BMAD Terhadap Keramik, di Jakarta, Selasa (16/7/2024).
Dampak kedua, pasar persaingan semakin kecil, opsi konsumen semakin sedikit, sehingga harga keramik semakin mahal. Menurutnya, produsen dalam negeri akan ikut serta meningkatkan margin keuntungan dengan cara menaikkan harga jual, karena harga impor keramik meningkat tajam.
Â
Harga Keramik
Selain itu, praktis semakin rendah kuantitas atau volume keramik di pasar, disaat permintaan keramik domestik meningkat, maka harga yang diterima konsumen akan semakin mahal.
"Kami melihat produsen dalam negeri akan ikut serta menaikkan margin dengan cara menaikkan harga jual, karena harga impor keramik meningkat tajam," ujarnya.
Ketiga, dampak negatifnya yakni banyak sektor yang akan terdampak diantaranya sektor retail, real estate atau property, importir, forwarder, logitik yang akan melakukan efisiensi tenaga kerja, sehingga berpotensi meningkatkan penganngguran.
Dampak keempat, dikhawatirkan terjadinya retaliasi yang akan dilakukan oleh pihak China. Sebagai informasi, retaliasi adalah tindakan balasan oleh suatu negara terhadap negara yang menyebabkan kerugian terhadapnya.
"Kemungkinan yang akan terjadi adalah retaliasi balasan terhadap produk-produk asal Indonesia yang akan dilakukan pihak China," pungkasnya.
Advertisement