Jokowi Teken PP Kesehatan, Jual Rokok Eceran Resmi Dilarang

Pemerintah telah menerbitkan aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Aturan pelaksana tersebut, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Salah satu hal yang diatur dalam PP Kesehatan ini yaitu soal larangan penjualan rokok eceran.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Jul 2024, 14:11 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2024, 14:11 WIB
Gappri
Cukai rokok memang senikmat kepulan asap tembakau. Bisa dibilang, inilah ATM bagi pemerintah yang tak pernah kering. Pemerintah telah menerbitkan aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Aturan pelaksana tersebut, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Salah satu hal yang diatur dalam PP Kesehatan ini yaitu soal larangan penjualan rokok eceran.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah menerbitkan aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Aturan pelaksana tersebut, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan atau PP Kesehatan.

Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin menjelaskan, pengesahan aturan pelaksana Undang-Undang Kesehatan ini menjadi penguat bagi pemerintah untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia.

“Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini, yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri,” ujar Menkes Budi (29/7/2024).

Secara lebih rinci, Menkes Budi menjabarkan ketentuan teknis yang diatur dalam 1.072 pasal, meliputi penyelenggaraan upaya kesehatan, aspek teknis pelayanan kesehatan, pengelolaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, serta teknis perbekalan kesehatan serta ketahanan kefarmasian alat kesehatan.

Salah satu hal yang diatur dalam PP Kesehatan ini yaitu soal larangan penjualan rokok eceran. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 434 yang berbunyi:

(1) Setiap Orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik:

  1. menggunakan mesin layan diri;
  2. kepada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil;
  3. secara eceran satuan perbatang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik;
  4. dengan menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui;
  5. dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak; dan
  6. menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.

(2) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f bagi jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dikecualikan jika terdapat verifikasi umur.

Larangan Penjualan Rokok 200 Meter Bikin Pedagang Pasar hingga Kelontong Rugi Triliunan Rupiah

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Pedagang pasar dan warung kelontong menolak tegas aturan tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

Khususnya terkait larangan penjualan rokok dengan zonasi 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Ketua Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) Suhendro menilai, larangan penjualan rokok dalam bentuk zonasi itu akan sangat berdampak kepada para pedagang kecil. Sebab, omzet mereka sangat tergantung dari pendapatan harian.

"Di dalamnya mereka juga menjual bahan pokok, ada juga barang-barang yang perputarannya tinggi salah satunya rokok. Jadi kalau RPP ini bicara tentang jarak 200 meter baru boleh jualan, bagaimana mereka bisa hidup?" ungkapnya di Jakarta, Rabu (10/7/2024).

Menurut perhitungannya, larangan penjualan rokok di RPP Kesehatan pastinya akan mematikan pendapatan 9 juta pedagang pasar anggota APARSI. Lantaran, itu bisa menimbulkan kerugian hingga sekitar Rp 2,7 triliun bagi pedagang pasar anggota APARSI. 

"Sekarang dengan 9 juta pedagang saja itu omzetnya sudah sangat triliunan. Jadi bisa dibayangkan, hampir 30 persen dari situ. Jadi luar biasa omzet akan besar banget yang akan nge-drop. Buat pedagang ini jualan rokok idolanya, karena cukup laku," ungkapnya.

"Anggota kita hampir 9.550 pasar, itu mungkin perputarannya hampir Rp 9 triliun. Jadi 30 persen dari situ lah, itu besar sekali," Suhendro menambahkan.

Aturan Zonasi

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tak hanya pedagang pasar, aturan zonasi penjualan rokok 200 meter juga dikeluhkan oleh pemilik warung kelontong. Wakil Ketua Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI) Hamdan Maulana mengaku bingung pedagang warung kelontong tiba-tiba dimasukan ke dalam suatu aturan. Lantaran keberadaan pedagang warung kelontong sebelumnya tidak pernah diatur dalam suatu zonasi. 

Imbasnya, Hamdan meneruskan, aturan dalam RPP Kesehatan bakal membuat 70 persen pedagang kelontong tutup lapak. Sebab omzet penjualan rokok dari warung kelontong memakan porsi hingga sekitar 60 persen. 

"Ini bisa 70 persen warung kelontong tutup, kalau ini diterapkan. Itu di Indonesia ada sekitar 800 ribu warung kelontong yang masuk di kita, belum yang kemudian tidak kita data karena ada di tempat yang jauh. Jadi dampaknya luar biasa, itu kerugiannya triliunan," tuturnya.

 

Infografis: Redam Kanker dengan Cukai Rokok (Liputan6.com / Abdillah)
(Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya