SKK Migas Sepakat Harga Gas Murah Industri Terus Jalan, tapi Ada Syaratnya

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendukung program harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk terus dijalankan. Meski, ada aspek kepastian dan keekonomian di sektor hulu migas yang juga perlu dijaga.

oleh Arief Rahman H diperbarui 15 Agu 2024, 16:30 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2024, 16:30 WIB
Keberhasilan Pengelolaan Blok Migas Raksasa oleh Pertamina, Simbol Kebangkitan Energi Nasional
Pertamina berhasil meningkatkan peran strategisnya dalam penyediaan energi Indonesia melalui pengelolaan Blok Rokan dan Blok Mahakam.

Liputan6.com, Jakarta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendukung program harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk terus dijalankan. Meski, ada aspek kepastian dan keekonomian di sektor hulu migas yang juga perlu dijaga.

Diketahui, sejumlah sektor industri bisa mendapat harga gas murah sebesar USD 6 per MMBTU untuk keperluan produksinya. Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto mengatakan, kebijakan itu bisa menumbuhkan investasi di sektor hilir.

"HGBT ini kan program hilirisasi yang memang secara makro, ekonomi makro akan membangun pertumbuhan karena ada investasi-investasi di hilir yang akan dibangun di Indonesia," kata Dwi, di JCC Senayan, Jakarta, dikutip Kamis (15/8/2024).

Atas potensi itu, dia bilang kebijakan HGBT menjadi fleksibel terkait dengan investasi di sektor hulu migas. Hanya saja, menurutnya perlu ada jaminan nilai keekonomian atas kebijakan ini bisa terjaga di sektor hulu.

"Nah tentu saja pelaksanaan HGBT tentu akan menjadi sangat fleksibel terkait dengan investasi di hulu migasnya sejauh keekonomian di hulu migas bisa kita capai, maka tentu itu menjadi hal yang sangat baik untuk terus dilaksanakan," urainya.

Dwi masih mendorong kebijakan ini bisa terus dilakukan melihat potensi terhadap dampak positifnya. Termasuk menyoal kebijakan hilirisasi yang jadi andalan pemerintah.

Dia bilang, kepastian nilai keekonomian di hulu migas bisa jadi daya tarik bagi investor. Alhasil, kedepannya turut menguntungkan industri hilirnya.

"Itu jelas kita tetap mendorong karena itu kan dampaknya terkait dengan kebijakan hilirisasi, nah tinggal nanti bagaimana kita membangun lebih efisien industri ini sehingga keekonomiannya KKKS itu akan bisa kita jamin," ujarnya.

 

Butuh Investor Hulu Migas

SKK Migas-KKKS Gelorakan Industri Hulu Migas Saat Pandemi Covid-19
Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yaitu Satuan Kerja Khuhsus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Gas Bumi (SKK Migas) (Dok. SKK Migas Sumbagsel / Nefri Inge)

Lebih lanjut, dia menerangkan kepastian nilai di sektor hulu juga penting bagi investor. Secara bisnis hal itu bisa jadi pertimbangan untuk menanamkan modal ke hulu migas RI.

Jika pada sektor hulu tidak menjamin keuntungan atau nilai keekonomiannya, maka investor pun dinilai enggan masuk. Pada ujungnya, pasokan gas yang dibutuhkan industri tak bisa dipenuhi.

"Karena investor di Hulu Migas ini kan tentu saja orang-orang bisnis yang berpikirnya ya apakah bisa profit untuk investasi di Hulu Migas. Jadi kalau di Hulu Migas seharusnya tidak profitable ya nanti akhirnya gak ada investasi kan, kita sendiri jadi gak mampu menyuplai gas," pungkas Dwi Soetjipto.

 

Pasokan Gas Bumi RI Bakal Melimpah 2030, Siapa yang Beli?

Migas
PT Pertamina Hulu Energi (PHE), selaku Subholding Upstream, mencatatkan kinerja positif atas kontribusi pertumbuhan produksi migas sebesar 8% sepanjang 10 tahun terakhir. Dok PHE

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat produksi gas bumi nasional akan meningkat hingga 2030 mendatang. Lantas, bagaimana serapannya?

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengungkapkan bahwa pihaknya menetapkan target produksi gas bumi mencapai 12 BCF pada 2030. Serapan gas ini datang seiring dengan kebijakan hilirisasi yang digenjot pemerintah.

"Dulu waktu kita menetapkan target 12 BCF, banyak yang menanyakan siapa yang membeli? Nah, sekarang, begitu mulai berbagai kebijakan pemerintah untuk hilirisasi, mulai banyak industri-industri di dalam negeri, kemudian juga kebutuhan listrik juga meningkat sehingga sekarang berkembang," ungkap Dwi di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (15/8/2024).

Dia mengatakan, perbandingan antara kebutuhan dan pasokan gas nasional sebetulnya masih tetap positif, mengingat ada sejumlah temuan besar di beberapa titik di Indonesia.

"Jadi, kalau kita lihat dari sisi gas balance, kita tidak pernah pada posisi di mana Indonesia akan negatif di gas balance sampai dengan 2030," katanya.

Sudah Garap 5 Proyek

Sebagai rincian, Eni, perusahaan asal Italia, sedang menggarap 5 proyek dan pengembangan di 2-3 proyek lainnya, seperti di Geng North, Kalimantan. Kemudian, ada juga proyek di Blok Andaman hingga blok migas Blok Masela yang akan mulai onstream mulai 2026-2029 nanti.

"Eni sendiri di Indonesia ada 5 proyek sekarang, termasuk pengembangan existing maupun 2-3 proyek pengembangan baru, salah satunya Geng North. Proyek-proyek lain dari 2026 akan on stream dan sebagainya. Geng North oleh Eni, insya Allah on stream di 2027, nanti akan diikuti oleh Andaman oleh Mubadala pada 2028, dan diikuti akhir 2029 itu Abadi Masela," jelasnya.

 

Butuh Infrastruktur Transmisi

lustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Meski dilihat dari sisi kebutuhan dan pasokan, produksi gas memang terlihat bisa memenuhi. Hanya saja, jika dilihat secara wilayah, ada beberapa titik yang kekurangan pasokan gas.

Sebut saja, Jawa Barat yang kekurangan pasokan gas. Sementara itu, Jawa Timur kelebihan produksi gas. Solusinya adalah membangun pipa transmisi dari Jawa Timur ke Jawa Barat.

"Nah, kembali lagi kalau kita bicara per daerah, itu akan sangat tergantung dengan infrastruktur," kata dia.

Untuk memenuhi itu, ada sambungan pipa Cirebon-Semarang (Cisem). Targetnya, pipa transmisi gas itu tersambung hingga Cirebon pada akhir 2025 mendatang. Di samping itu, kebutuhan gas Jawa Barat juga bisa dipasok dari Sumatera.

"Kita sudah cukup lama memberikan sinyal bahwa Jawa Timur kelebihan gas, sedangkan Jawa Barat, kita tahu sudah cukup lama memang Jawa Barat dari sisi kapasitas *supply*, itu sendiri *shortage*, makanya dari Jawa Barat itu disuplai dari Sumatera bagian tengah, Sumatera bagian selatan untuk mengalir ke Jawa Barat," paparnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya