Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan pentingnya penyerapan hasil produksi lokal oleh BUMN. Namun, perlu adanya alokasi anggaran khusus agar BUMN jadi konsisten jadi offtaker petani.
Penyerapan produk lokal oleh BUMN ini sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Baca Juga
“Kita sudah ada Perpres 125 Tahun 2022 mengenai CPP, jadi yang diperlukan hari ini adalah anggaran, karena apabila Bapak Menteri Pertanian dan jajaran sudah melakukan produksi, kita harus sudah siap dengan ada yang menjadi standby buyer-nya. Itu peran BUMN pangan. Kita tugaskan untuk serap, tetapi juga harus perkuat dengan diberikan anggaran untuk offtake," ucap Arief dalam keterangannya, Selasa (27/8/2024).
Advertisement
Dia mengatakan, anggaran yang digunakan oleh BUMN Pangan itu tidak untuk konsumtif. Dana yang didapat tersebut akan dikonversi menjadi barang hasil serapan petani.
"Tapi ini tentu bukan habis pakai. Misalnya Rp 30 triliun, katakanlah itu untuk 3 juta ton beras. Jadi itu dikonversi ke beras dan ada jual beli, jadi bukan uang hilang, tapi anggaran untuk CPP,” jelasnya.
Dia melihat peran strategis BUMN pangan menyusul peningkatan produksi pertanian dalam negeri. Ketika BUMN menjadi offtaker yang menguntungkan petani, maka produksi pun disinyalir bisa meningkat.
“Jadi kalau kita petani tanam, sudah ada standby buyer-nya. Kalau belum ada, kita harus create sesuai dengan kebutuhan. Petani ini sekarang menikmati gabah yang bisa di atas Rp 6.000 per kilo dan Nilai Tukar Petani (NTP) di atas 100,” jelasnya.
“Pokoknya jangan nanti sudah memproduksinya susah-susah, dengan effort kita semua, lalu misal kalau produksi berlimpah berhasil capai target, terus nanti yang beli siapa? Jadi tidak boleh parsial, end to end saling terhubung," sambung Arief.
Permintaan Pedagang
Sebelumnya, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPI) menyoroti terkait pernyataan Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy, yang menyatakan agar masyarakat Indonesia melakukan gerakan stop boros pangan.
Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan, mengatakan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia menyayangkan statement dari Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional tersebut.
Pasalnya, Badan Pangan Nasional dibentuk untuk memastikan bahwa terciptanya kedaulatan pangan, ketahanan pangan, kemandirian pangan berdasarkan perpres nomor 66 tahun 2021. Bukan membuat gerakan-gerakan tambahan semacam ini.
"Seharusnya Bapanas mengkoordinasi kan pangan kita untuk dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan," kata Reynaldi dikutip, Rabu (31/7/2024).
Menurutnya, Bapanas itu tugasnya mengkoordinasikan, merumuskan, menetapkan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan harga pangan.
"Inilah yang direkomendasikan ke Kementerian teknis bukan malah membuat gerakan-gerakan yang mengendorkan petani, ini menyakiti hati rakyat indonesia," ujarnya.
Selain itu, IKAPI menilai, pernyataan tersebut kontrakdiktif dengan penambahan kuota impor beras sampai akhir tahun 2024. Sebagai informasi, pada tahun 2024 Pemerintah menetapkan penambahan beras impor sebanyak 1,6 juta ton, dari yang semula hanya 2 juta ton. Maka total impor yang ditetapkan Pemerintah tahun 2024 adalah 3,6 juta ton.
Advertisement
Bisa Kurangi Impor Beras
Sebelumnya, Sarwo Edhy menyampaikan bahwa sebenarnya Indonesia bisa mengurangi ketergantungan impor beras. Salah satunya dengan menggencarkan program stop boros pangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat sekitar 30 persen total pangan yang terbuang, hal ini setara dengan pemenuhan pangan kepada 60-125 juta rakyat Indonesia.
Sarwo mengatakan, untuk komoditas beras saja, kebutuhan masyarakat Indonesia mencapai 2,6 juta ton per bulan. Apabila masyarakat berhasil menghemat sedikitnya 20 persen saja dari total yang terbuang, maka Indonesia mampu menghemat hingga 6 juta ton beras.