Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut pada Agustus 2024 terdapat tiga sub-Lapangan Usaha Industri Pengolahan yang mengalami kontraksi yaitu, Industri Kayu, Barang dari Kayu, Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya, Industri Furnitur, dan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi.
Hal itu disampaikan Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, dalam konferensi pers rilis IKI, di Bogor, Kamis (29/8/2024).
Baca Juga
Adapun di bulan Agustus ini belum ada koreksi prediksi Prompt Manufacturing Index-Bank Indonesia (PMI-BI) triwulan III tahun 2024, nilainya masih sangat tinggi dibanding indeks serupa lainnya dan PMI-BI triwulan II tahun 2024, yaitu sebesar 54,18.
Advertisement
"PMI-BI triwulan II tahun 2024 adalah sebesar 51,97, melambat dari triwulan sebelumnya yaitu 52,80. Hanya komponen jumlah karyawan yang berada dalam fase kontraksi," kata Febri.
Lebih lanjut, Febri menyampaikan dari 23 Subsektor usaha industri pengolahan yang dianalisis, terdapat 20 subsektor mengalami ekspansi dan 3 subsektor kontraksi. Dari 20 subsektor ekspansi memiliki kontribusi sebesar 94,6 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas kuartal II-2024.
Tiga diantaranya, industri tekstil, industri kertas dan barang kertas, dan industri pengolahan lainnya. Untuk idustri tekstil terkontraksi selama tiga bulan berturut-turut sejak Juni 2024, dimana pada saat itu diberlakukan Permendag 8 tahun 2024 tentang kebijakan dan pengaturan impor.
Sementara, industri kertas dan barang kertas mengalami kontraksi selama dua bulan berturut-turut sejak Juli hingga Agustus 2024. Sedangkan, industri pengolahan lainnya berbalik arah menjadi kontraksi.
Jadikan Industri Dalam Negeri Makin Bersaing, Pemerintah Harus Apa?
Sebelumnya, Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigenerasi Indonesia (PERPRINDO) telah mengajukan berbagai usulan kepada Kementerian Perindustrian terkait pengembangan industri dalam negeri.
Dalam pertemuan yang berlangsung pada Jumat, 23 Agustus 2024, PERPRINDO menyoroti pentingnya strategi kebijakan yang mendukung industri lokal, terutama di sektor pendingin dan refrigrasi.
PERPRINDO menyarankan agar kebijakan pembatasan impor dan pemindahan jalur masuk impor ke wilayah timur Indonesia harus disertai dengan pertimbangan serius terhadap kapasitas produksi dalam negeri.
Wakil Sekjen PERPRINDO, Heryanto, menyatakan bahwa meskipun ada produksi lokal di sektor pendingin, kapasitas tersebut belum mencukupi untuk memenuhi seluruh kebutuhan nasional.
"Oleh karena itu, PERPRINDO mengusulkan pengecualian untuk beberapa produk yang belum bisa diproduksi dalam jumlah memadai di dalam negeri, seperti Air Conditioner (AC) dan Refrigerator untuk kebutuhan komersial," katanya, Minggu (25/8/2024).
Advertisement
Tantangan Infrastruktur Pelabuhan di Wilayah Timur Indonesia
Salah satu isu utama yang diangkat oleh PERPRINDO adalah kesiapan infrastruktur pelabuhan di wilayah timur Indonesia, seperti Pelabuhan Bitung dan Pelabuhan Sorong.
Menurut Heryanto, infrastruktur di pelabuhan-pelabuhan tersebut belum memadai untuk mendukung aktivitas ekspor-impor dalam skala besar. Keterbatasan ini berpotensi menyebabkan penumpukan kargo, meningkatkan biaya logistik, serta memperpanjang waktu transit yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas produk.
PERPRINDO juga menekankan pentingnya ketersediaan kontainer kosong dan pengelolaan dwelling time yang efektif untuk menghindari kemacetan dan antrian panjang di pelabuhan.
Mereka mengusulkan agar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti Pelindo, Bea Cukai, dan Kementerian Perhubungan, untuk memastikan kesiapan infrastruktur yang memadai sebelum kebijakan baru diberlakukan.