Liputan6.com, Jakarta Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi meminta agar pengelolaan avtur ini dilaksanakan secara multi provider. Permintaan ini dimaksudkan untuk menghindari monopoli penyediaan avtur oleh PT Pertamina (Persero) untuk menekan harga tiket pesawat.
Deputi Transportasi dan Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin, menyampaikan pihaknya akan mengkaji terkait usulan penyediaan bahan bakar pesawat oleh badan usaha swasta. Dia berencana akan membahas hal tersebut bersama BPH Migas pekan depan.
Baca Juga
"Tapi meeting waktu itu memang kan udah kita bilang kan, kita mau liat ya, dan so far multi provider avtur itu secara regulasi udah diperbolehkan, tapi mungkin kita perlu lihat kenapa hari ini impactnya belum sebesar apa yang kita pikir seperti itu," kata Rachmat kepada awak media di Kemenko Marves, Jakarta, Jumat (11/10/2024).
Advertisement
Dia menyebut, tantangan penyediaan multi provider avtur sendiri disebabkan oleh banyaknya jumlah bandar udara di wilayah Indonesia.
Perbedaan Harga Avtur
Di sisi lain, pemerintah ingin agar perbedaan harga avtur tidak terlampau tinggi antar wilayah. Hal ini berpotensi menimbulkan minimnya minat badan usaha swasta untuk menyediakan avtur di wilayah dengan rute penerbangan yang masih sedikit.
"Misalnya kita berikan penugasan kepada BUMN, ya dia harus kasih disini, dia harus menyediakan di sini, kita mau harganya gak terlalu jomplang kan, jadi terjadi kaya cross subsidi, ini yang perlu kita pastikan kan ada rute gemuk, ada rute kurus kan," beber dia
Oleh karena itu, pihaknya tengah mengkaji agar penyediaan avtur secara multi provider ini tidak merugikan badan usaha tertentu. Dengan ini, persaingan di industri avtur Tanah Air dapat lebih kompetitif.
"Ini yang perlu coba kita pastiin, jangan sampai nanti ada yang disuruh hanya rute gemuk doang, yang kurus dia nggak mau, jadi nggak kompetitif atau nggak fair kepada semua provider," tandasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Menhub Buka Suara
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi kembali buka suara soal rencana penurunan harga tiket pesawat hingga 10 persen. Sayangnya, itu masih terganjal monopoli avtur atau bahan bakar pesawat oleh PT Pertamina (Persero).
Menhub menyatakan, dirinya telah berulang kali sampaikan bahwa pengelolaan avtur ini seharusnya dilaksanakan secara multi provider, seperti dilakukan oleh negara lain.
Sayangnya, mandat monopoli avtur oleh Pertamina sendiri secara kebijakan dilindungi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi, atau BPH Migas.
"Harga monopoli itu saya buka (peraturannya), dilindungi oleh BPH Migas. Tolong ditulis gede-gede. Besok datang ke BPH Migas, tanya sama mereka. Saya sudah rapat dengan Pak Luhut, tidak dilaksanakan," tegas Menhub dalam acara konferensi pers Capaian Kinerja Transportasi selama 10 Tahun di Kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (1/10).
Menhub menekankan, upaya pemangkasan harga tiket pesawat perlu koordinasi lintas instansi dan sektoral, khususnya BPH Migas dan Kementerian Keuangan. Jika kolaborasi itu tidak dilaksanakan, maka penurunan tarif pesawat jadi hal yang mustahil.
Advertisement
Terungkap! Komponen yang Harga Tiket Pesawat Mahal, Bukan Cuma Soal Avtur
Sebelumnya, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro meminta pemerintah dan pemangku kepentingan menelusuri penyebab tiket pesawat mahal secara komprehensif. Menurutnya, harga tiket pesawat tak semata-mata dipengaruhi oleh harga avtur.
Dia menyodorkan data harga avtur hanya berkisar 20-40 persen dari total komponen penentu harga tiket pesawat. Pada saat yang sama, pasar avtur juga dinilai tidak diatur oleh satu perusahaan saja atau monopoli.
"Mencermati permasalahan, data, dan fakta yang ada tersebut para stakeholder pengambil kebijakan sebaiknya sinergi dan duduk bersama untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada," kata Komaidi dalam keterangannya, Senin (7/10/2024).
Dia bilang, penyebab tingginya harga tiket pesawat untuk penerbangan domestik akibat biaya avtur atau justru akibat 15 komponen biaya yang lainnya. Itu mencakup biaya jasa kebandarudaraan, biaya jasa navigasi penerbangan, biaya jasa ground handling penerbangan, dan tarif pajak.
Komponen biaya tersebut dinilai masih diberlakukan sama untuk penerbangan jarak jauh maupun jarak dekat. Selain itu, kata Komaidi, perlu diidentifikasi dengan pasti penyebab lesunya industri pariwisata di dalam negeri.
Apakah semata-mata akibat harga tiket pesawat yang tinggi atau justru karena masih terbatasnya infrastruktur di daerah wisata.
"Serta adanya sejumlah pungutan tidak resmi di lokasi wisata yang menyebabkan industri pariwisata di dalam negeri secara relatif menjadi lebih mahal," ucapnya.
Tak Saling Menyalahkan
Dia meminta para pemangku kepentingan tidak saling menyalahkan dalam menghadapi mahalnya harga tiket pesawat ini. Menurutnya, kajian secara komprehensif perlu diambil mencari jalan tengah.
"Semoga para stakeholder pengambil kebijakan lebih bijaksana, tidak saling menyalahkan di publik tetapi lebih mengutamakan duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan yang ada," ujar dia.
"Dalam implementasi kebijakan publik, semua tahapan mulai dari perencanaan kebijakan, implementasi, dan evaluasi kebijakan perlu dilakukan dengan cermat untuk menghindari suatu kondisi di mana sedang sakit perut tetapi yang diberikan obat adalah kepalanya," pungkas Komaidi Notonegoro.
Advertisement