Liputan6.com, Jakarta - Jelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Oktober 2024, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Nilai tukar rupiah naik 49 poin atau 0,31 persen menjadi Rp 15.540 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu pekan ini, seperti dikutip dari Antara.
Advertisement
Baca Juga
"Hari ini, Bank Indonesia akan mengumumkan kebijakan moneternya. Dan melihat pergerakan rupiah yang kembali melemah belakangan ini, kemungkinan BI akan mempertahankan kebijakan suku bunga-nya,” tutur Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra kepada Antara, Rabu (16/10/2024).
Advertisement
Ariston prediksi, Bank Indonesia akan menahan suku bunga acuan tetap di posisi 6 persen. Dari sisi eksternal, pernyataan petinggi bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) semalam Raphael Bostic, suku bunga the Fed akan turun ke 3-3,5 persen.
Hal ini mengindikasikan arah kebijakan the Fed ke depan akan melakukan pemangkasan lagi dapat memberikan sentimen positif ke rupiah pada Rabu pekan ini.
Selain itu, semalam data indeks manufaktur wilayah New York AS yang memperlihatkan kondisi penurunan, bisa membantu meredam penguatan dolar AS yang masih berlangsung. Indeks dolar AS masih bergerak di atas kisaran 103 menunjukkan dolar AS yang masih menguat terhadap nilai tukar lainnya. Jadi, peluang pelemahan rupiah pun masih terbuka.
Ariston prediksi potensi penguatan rupiah ke arah 15.550 per dolar AS, dan peluang pelemahan ke arah 15.600 per dolar AS.
Sri Mulyani jadi Calon Menteri Keuangan Prabowo, Rupiah Langsung Perkasa
Sebelumnya, kurs rupiah pada perdagangan Selasa dibuka menguat di tengah sentimen domestik yang positif terkait masuknya Sri Mulyani dalam kandidat calon menteri Prabowo Subianto untuk pos Menteri Keuangan.
Pada awal perdagangan Selasa, rupiah menanjak 30 poin atau 0,19 persen menjadi Rp15.536 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.566 per dolar AS.
“Sentimen domestik masih positif oleh kemungkinan bergabungnya Sri Mulyani ke dalam kabinet Prabowo ke depannya,” kata analis mata uang Lukman Leong saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Meski ada sentimen domestik yang positif tersebut, namun Lukman menuturkan dolar AS yang masih kuat dapat menahan apresiasi rupiah lebih lanjut.
Potensi penguatan dolar AS ke depan dipengaruhi oleh data-data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang kuat belakangan ini seperti Non-Farm Payroll (NFP) yang telah memupuskan harapan pemangkasan suku bunga AS sebesar 50 basis poin (bps) ke depannya.
Oleh karena itu, Lukman memperkirakan rupiah akan berkonsolidasi atau datar menjelang rilis data perdagangan Republik Indonesia (RI) siang ini.
Nilai tukar rupiah diprediksi bergerak di kisaran 15.500 per USD sampai dengan 15.650 per USD pada perdagangan hari ini.
Advertisement
Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi USD 425,1 Miliar, BI Sebut Masih Terkendali
Sebelumnya, utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2024 tercatat USD 425,1 miliar. Nilai ini tumbuh secara tahunan sebesar 7,3%. Bank Indonesia (BI) melihat utang luar negeri Indonesia ini masih terkendali.
Direktur Eksekutif Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, perkembangan utang luar negeri ini bersumber dari sektor publik dan sektor swasta. Posisi utang luar negeri Agustus 2024 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah.
"Utang luar negeri pemerintah tetap terkendali," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (14/10/2024).
Posisi utang luar negeri pemerintah pada Agustus 2024 sebesar USD 200,4 miliar atau tumbuh sebesar 4,6% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada Juli 2024 sebesar 0,6% (yoy).
Perkembangan utang luar negeri tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik, seiring dengan semakin terjaganya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia.
Pembiayaan APBN
Sebagai salah satu instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan utang luar negeri terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Utang luar negeri pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja, antara lain pada Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (20,9% dari total ULN pemerintah); Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,9%); Jasa Pendidikan (16,8%); Konstruksi (13,6%); serta Jasa Keuangan dan Asuransi (9,3%).
"Posisi utang luar negeri pemerintah tetap terkendali mengingat hampir seluruh utang luar negeri memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah," kata Ramdan.
Advertisement