Liputan6.com, Labuhanbatu - Musim Mas Group, perusahaan kelapa sawit berkomitmen meningkatkan kapasitas pekebun swadaya kelapa sawit melalui progam Biodiverse & Inclusive Palm Oil Supply Chain (BIPOSC). Lewat program BIPOSC ini, sejumlah pekebun swada memetik manfaatnya seperti peningkatan produksi.
Adapun program BIPOSC ini merupakan kolaborasi jangka panjang Musim Group bersama Livelihoods Fund for Family Farming (L3F), SNV Indonesia dan ICRAF untuk meningkatkan kapasitas pekebun swadaya kelapa sawit dengan menerapkan model perkebunan regeneratif.
Advertisement
Baca Juga
Kolaborasi program BIPOSC tersebut dimulai pada 2021 dan diterapkan pada pekebun swadaya di Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Advertisement
Program BIPOCS dilakukan dengan pengaplikasian pupuk kompos, pengaplikasian bio input,hingga pengendalian hama terpadu. BIPOSC ini dterapkan untuk mencapai rantai pasok minyak kelapa sawit berkelanjutan, yang salah satunya lewat penerapan praktik perkebunan regeneratif. Dengan demikian diharapkan mampu menghadirkan rantai pasok minyak kelapa sawit bebas deforestasi.
Indonesia Communication Lead-Musim Mas Group, Reza Rinaldi Mardja menuturkan, pihaknya membuat program untuk pekebun swadaya sebagai komitmen untuk membuat pekebun swadaya lebih sejahtera. Selain itu, Perseroan menilai pekebun swadaya berperan penting dalam industri sawit.
“Sekitar 41 persen dikelola pekebun swadaya, dan diprediksi meningkat jadi 60 persen pada 2030. Angka sangat besar. Kalau tidak gandeng pekebun swadaya yang berkelanjutan, industri sawit tidak berkembang juga. Industri sawit punya peran penting untuk Indonesia, menjadi salah satu komoditas di sektor nonmigas,” ujar dia kepada wartawan, di Labuhanbatu, Selasa, 10 Desember 2024.
Seiring Musim Mas Group yang memiliki program untuk pekebun swadaya yang salah satunya lewat program BIPOSC ini, sejumlah petani mengatakan telah merasakan manfaatnya.
Salah satu pekebun swadaya Jansen Rambe menceritakan setelah ikuti pelatihan best management practices (BMP) dalam program BIPOSC mendapatkan informasi mengenai cara berkebun yang baik sehingga dapat meningkatkan produksi. Salah satunya cara menanam.
"Sebelum pelatihan contohnya langsung ditancapkan. Setelah ada pelatihan itu sebaiknya 40x40 cm lubang tanamnya. Setelah ada pelatihan, jarak tanam seharusnya 9x9, sebelumnya 8x8 bibitnya,” ujar dia.
Produksi Meningkat
Selain itu, usai ikuti pelatihan, Jansen menuturkan kalau membeli bibit juga harus tepat sehingga dapat genjot produksi. Sebelumnya ia hanya asal membeli bibit tanpa mengetahui apakah bibit itu palsu atau asli.
"Masalah bibit, memang beli bibit itu ada tetangga sudah ambil, tulisan PPKS. Kita sudah yakin ada PPKS, dan sudah ditanam separuh jantan dan betina. Banyak logo PPKS yang palsu. Sebelum ada pelatihan, kami belum ketahui,” ujar dia.
Hal senada dikatakan Suhartono. Ia menuturkan setelah masuk Asosiasi Pekebun Swadaya Kelapa Sawit Labuhanbatu (APSKS-LB) ini mendapatkan pengetahuan sehingga meningkatkan produksi sawitnya. “Setelah masuk asosiasi ini banyak ilmu dan produksi. Produksi kami meningkat. Masalah pupuk, dulu asal pupuk. Ada uang semampunya urea, semampunya TSP, ternyata tidak. Ada urutannya. Jadi itu masalah sepele, ternyata tidak. Gulma ada yang perlu dibabat dan tidak,” kata dia.
Selain itu, salah satu petani swadaya Labuanbatu, Sumatera Utara (Sumut) Syafi'i juga mendapatkan manfaat dari program pekebun swadaya.
"Dulu asal-asalan, produksinya hanya 500 kg saja. Setelah dibina IFC, satu tahun sudah tampak ada perubahan. (Produksi-kg) 700 kg sekali panen. Sekali panen 10 hari sekali. Rupanya cara pemanenan itu mempengaruhi," tutur Syafi'i yang memiliki lahan seluas 0,9 hektare.
Tak hanya itu, pelatihan yang diberikan berdampak terhadap kaum perempuan yang suaminya bekerja sebagai pekebun swadaya. “Kami membantu suami di kebun. Kami susun pelepah buat letter U, kami sudah dilatih memupuk. Ikuti pelatihan senang sehingga kami juga beri saran kepada suami,” kata Listiani Pasaribu.
Advertisement
Tantangan yang Dihadapi
Pada awal menerapkan praktik berkebun yang berkelanjutan ini, Ketua Asosiasi Pekebun Swadaya Kelapa Sawit Labuhanbatu (APSKS-LB), Syahrianto menuturkan hadapi tantangan mengubah pola pikir dan perilaku untuk menerapkannya.
Akan tetapi, secara bertahap, pihaknya bertugas untuk mengubah pola pikir dan perilaku pekebun swadaya sehingga mau menerapkan cara berkebun yang baik. Apalagi setelah pekebun swadaya menerapkan praktik Perkebunan yang baik itu berdampak terhadap produksi.
"Terkait di awal jadi yang pastinya tantangan ubah pola pikir dan perilaku. Setelah ada kelembagaan tugas pertama kita ubah pola pikir dari semula tidak tau, jadi tahu dan perlahan-lahan melaksanakan itu,. Dengan ada pembelajaran, produksi itu meningkat,” ujar dia, Selasa, 10 Desember 2024.
Meski demikian, ia mengakui, tantangan kesadaran pekebun untuk menerapkan perawatan kebun sesuai standar BMP yang berkelanjutan masih ditemui. Namun, pihaknya tetap melakukan monitoring kepada pekebun.
“Jadi kegiatan kita banyak termasuk monitoring, di monitoring melakukan dengan pekebun, tentunya sampai hari ini tantangan itu masih ada. Tantangan itu kalau yang awal-awal langsung ngapain, tolak. Sekarang petani itu malu (kalau tak terapkan praktik berkebun baik-red). Jadi tidak lagi artinya tidak mau lagi tak seperti itu,” ujar dia.