Benarkah Transkasi Pakai QRIS Tak Kena PPN 12%? Ini Kata Kemenkeu

PPN tidak meningkatkan beban konsumen. Walaupun tarif PPN naik dari 11% menjadi 12%, kenaikan tersebut tidak berdampak pada pembeli yang bertransaksi menggunakan QRIS.

oleh Tira Santia diperbarui 24 Des 2024, 08:30 WIB
Diterbitkan 24 Des 2024, 08:30 WIB
Ilustrasi Penggunaan QRIS untuk melakukan transaksi di Kutai Kartanegara.
Ilustrasi Penggunaan QRIS untuk melakukan transaksi di Kutai Kartanegara./Istimewa.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu), Febrio Kacaribu, buka suara mengenai dampak penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang meningkat menjadi 12% terhadap transaksi jual beli yang menggunakan sistem pembayaran QRIS.

Dalam pernyatannya, Febrio menegaskan beberapa hal penting yang perlu diketahui oleh masyarakat terkait hal tersebut. Pertama, tidak ada beban PPN tambahan untuk konsumen.

"QRIS adalah media pembayaran antara merchant (penjual) dan customer (pembeli) sesuai nilai transaksi perdagangan, memanfaatkan teknologi finansial (fintech) yang semakin memudahkan transaksi," kata Febrio, di Jakarta, Selasa (24/12/2024).

Kedua, beban PPN sepenuhnya ditanggung merchant atau penjual yang menggunakan QRIS. Namun, sejak diterapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022, beban PPN atas transaksi melalui QRIS sepenuhnya ditanggung oleh merchant (penjual), bukan oleh customer.

Ketiga, PPN tidak meningkatkan beban konsumen. Walaupun tarif PPN naik dari 11% menjadi 12%, kenaikan tersebut tidak berdampak pada pembeli yang bertransaksi menggunakan QRIS. Oleh karena itu, Febrio menekankan agar masyarakat tidak perlu khawatir akan adanya penambahan biaya akibat perubahan tarif PPN.

"Dengan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%, tidak ada tambahan beban bagi customer yang bertransaksi via QRIS," pungkasnya.

PPN 12 Persen Jadi Senjata Pemerintah Perkuat Fondasi Ekonomi, Benarkah?

PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Bagaimana Detailnya?
Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.

Langkah ini dianggap sebagai momentum penting dalam memperkuat sistem perpajakan nasional sekaligus mendukung kemandirian bangsa melalui kebijakan pajak yang berkeadilan.

Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI, Pino Siddharta, menegaskan bahwa kenaikan PPN merupakan langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara.

Dana tambahan ini diharapkan dapat mendukung pembangunan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta memperbaiki kualitas pelayanan publik.

"Kenaikan ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat fondasi ekonomi. Namun, pelaksanaannya harus mempertimbangkan keseimbangan antara kewajiban pajak dan kemudahan bagi wajib pajak, termasuk keberlanjutan stimulus ekonomi," ujar Pino, ditulis Kamis (19/12/2024).

IKPI menyoroti pentingnya transparansi dan komunikasi yang efektif antara pemerintah dan pelaku usaha dalam menghadapi perubahan tarif PPN ini.

Sosialisasi yang intensif diharapkan dapat membantu masyarakat dan dunia usaha mempersiapkan diri, sehingga dampak kenaikan tarif dapat diminimalisir.

"Sebagai asosiasi konsultan pajak terbesar di Indonesia, kami berkomitmen memberikan edukasi dan bimbingan kepada wajib pajak. Hal ini penting agar mereka dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan kebijakan baru," tambah Pino.

Dukungan IKPI dalam Transisi Kebijakan

PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Bagaimana Detailnya?
Presiden Prabowo Subianto sudah mengumumkan kebijakan terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

IKPI memastikan akan mendampingi pemerintah dalam masa transisi penerapan tarif baru. Organisasi ini berkomitmen membantu wajib pajak melalui konsultasi dan pelatihan agar implementasi kebijakan berjalan lancar, efisien, dan sesuai dengan prinsip keadilan serta transparansi.

Selain itu, IKPI menekankan bahwa peningkatan tarif PPN juga dapat mendorong perbaikan struktur perpajakan nasional. Dengan penerimaan negara yang lebih optimal, pemerintah diharapkan mampu menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mendukung kemajuan sektor publik.

"Kami percaya bahwa kenaikan PPN ini dapat menjadi tonggak baru dalam menciptakan struktur pajak yang lebih adil dan berdaya saing. Sebagai mitra strategis pemerintah, IKPI akan terus mendukung keberhasilan kebijakan ini," kata Pino.

Harapan Menuju Kemandirian Ekonomi

PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Bagaimana Detailnya?
Sejumlah pihak meminta pemerintah merinci secara detail terkait kriteria barang mewah yang dikenakan PPN 12 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Rencana kenaikan tarif PPN ke 12% pada 2025 tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga untuk memperkuat kemandirian ekonomi Indonesia.

IKPI melihat kebijakan ini sebagai peluang untuk memajukan sistem perpajakan yang lebih modern dan berkelanjutan.

Sebagai bagian dari perannya, IKPI akan terus memperluas akses edukasi pajak kepada masyarakat dan pelaku usaha, serta mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang kewajiban perpajakan.

"Kami mendukung kebijakan ini karena kami yakin pajak yang berkeadilan adalah fondasi penting menuju kemandirian bangsa," tutup Pino.

Dengan dukungan dari berbagai pihak, kenaikan tarif PPN diharapkan mampu mendorong pembangunan nasional yang lebih inklusif dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas.

  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya