Liputan6.com, Jakarta - Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) bersama Ikatan Bankir Indonesia (IBI) menyelenggarakan CEO FORUM 2025 dengan tema ”Banking Beyond Growth: Powering a Sustainable and Inclusive Economy for 2025 Onward”.
Dalam sambutannya, Presiden Direktur Super Bank Indonesia sekaligus Wakil Ketua Umum PERBANAS, Tigor M. Siahaan, mengatakan acara CEO Forum 2025 ini merupakan forum yang kedua.
Dalam acara ini juga diluncurkan buku pertama Perbanas yang membahas tiga tema penting terkait pembangunan perekonomian Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, diantaranya terkait penciptaan lapangan kerja, ketahanan pangan, dan perumahan rakyat.
Advertisement
"Ada tiga tema khusus yang kita bahas di buku tersebut. Tapi ada tiga temanya untuk pembangunan perekonomian di bawah pemerintahan Bapak Presiden Prabowo ini. Satu, penciptaan lapangan kerja," kata Tigor dalam CEO Forum 2025 Perbanas, di Ritzl Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (22/1/2025).
Tigor menegaskan, penciptaan lapangan kerja menjadi isu krusial dalam menghadapi tantangan pembangunan Indonesia ke depan. Untuk itu, penting untuk menciptakan kelas menengah yang kuat, yang pada gilirannya akan mendorong permintaan (demand) dalam perekonomian.
Ia menyoroti, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran Indonesia sebesar 7,9 juta jiwa, namun jika mengacu pada definisi tenaga kerja yang hanya membutuhkan satu jam kerja dalam seminggu, angka ini bisa jauh lebih tinggi, mencapai 40 hingga 50 juta jiwa.
"Jadi, kalau saya rasa kalau kita fokuskan ke sini bagaimana penciptaan lapang kerja untuk create that demand, create that middle class, saya rasa sangat penting," ujarnya.
Adapun peran perbankan sebagai katalisator ekonomi sangat dibutuhkan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi penciptaan lapangan kerja baru.
Ketahanan Pangan untuk Siapkan Diri Hadapi Tantangan Global
Selain lapangan kerja, ketahanan pangan juga menjadi tema yang sangat relevan dalam diskusi kali ini. Tigor mengatakan, dunia kini semakin mengarah pada proteksionisme, dengan negara-negara yang lebih memprioritaskan kebutuhan pangan domestik daripada ekspor.
"Oleh karena itu, ketahanan pangan harus menjadi prioritas yang lebih tinggi bagi Indonesia. Mengenai ketahanan pangan kita tahu sendiri bahwa dunia akan semakin protectionist. Banyak negara-negara yang akan melihat dari kebutuhan swasembada dirinya sendiri. Jadi, kita mengetahui bahwa ketahanan pangan ini menjadi salah satu PR kita ke depannya," katanya.
Diskusi dalam forum ini juga melibatkan Direktur Bulog Periode 2023-2024 Bayu Krisnamurthi yang memaparkan tantangan dan solusi terkait ketahanan pangan di Indonesia.
Dia menuturkan, dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya ketahanan pangan, diharapkan sektor perbankan dapat berperan lebih dalam mendukung pembangunan sektor pertanian dan ketahanan pangan nasional. Peran Perbankan dalam mewujudkan Target 3 Juta Perumahan Rakyat Topik ketiga yang dibahas dalam CEO Forum 2025 adalah perumahan rakyat. Pemerintah Indonesia memiliki target untuk membangun 3 juta rumah setiap tahunnya, yang menjadi tantangan besar.
Tigor mencatat, meskipun diskusi tentang hal ini sudah banyak dilakukan, pertanyaan apakah target tersebut realistis atau tidak tetap muncul. Oleh karena itu, sektor perbankan diharapkan memiliki kesiapan dalam mendukung pembiayaan sektor properti, yang pada gilirannya akan mendorong sektor-sektor lain yang terkait.
"Juga tentang perumahan rakyat. Ini sudah banyak sekali dibahas mengenai 3 juta, is it possible, is it too far, is it too much, is it okay. Dan tentu saja kalau ngomong dengan perumahan itu banyak sekali berhubungan dengan perbankan. Bagaimana kesiapan perbankan dan sebagainya," pungkasnya.
Advertisement
Peta Jalan Program 3 Juta Rumah Prabowo Tunggu Arahan DPR
Sebelumnya, Kementerian Perumahan dan Pembangunan Kewilayahan (PKP) masih menunggu arahan dari DPR RI untuk peta jalan program 3 juta rumah, khususnya pada Komisi V.
Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah mengatakan, pihaknya masih menunggu undangan dari DPR untuk memaparkan rencana detil pembangunan 3 juta rumah.
"Kita sedang menyiapkan karena DPR yang minta, tapi nanti kita paparkan di DPR. (Kapan?) Tergantung undangan DPR, kita tunggu," ujar Fahri saat ditemui di Kantor Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Jakarta, Rabu (8/1/2025)
Fahri pun menjanjikan cetak biru (blueprint) program yang jadi janji kampanye Presiden Prabowo Subianto tersebut bakal menjadi dokumen publik. "Oiya, harus dong. Kan itu adalah janji kampanye yang akhirnya jadi program pemerintah," ungkapnya.
Adapun untuk tahun ini, Kementerian PKP akan berfokus pada kelanjutan program pembangunan perumahan yang telah dianggarkan dalam APBN 2025. Namun, instansi baru pecahan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini bakal fokus menyasar hunian untuk kelompok menengah ke bawah.
"Meskipun kami terus berjalan untuk mengevaluasi bagaimana supaya efek pembangunan perumahan itu lebih masif ke bawah. Karena kalau ke atas itu sudah ada mekanismenya," sebut Fahri.
Sebab menurut dia, kelompok masyarakat kelas menengah atas telah mudah dijangkau untuk pemberian rumah. Lantaran telah terintegrasi dengan sistem pembiayaan, baik di perbankan maupun lembaga jasa keuangan lain untuk membeli hunian.
"Yang bermasalah itu yang di bawah, itu belum terintegrasi dengan sistem pembiayaan. Sehingga mereka sulit disentuh dengan program pengadaan rumah. Sekarang kita fokus mencari ke bawah. Mekanisme itu yang lagi kami bicarakan dengan banyak lembaga," tegasnya.
Ragam Inisiatif OJK Dukung Program Pembiayaan 3 Juta Rumah
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen dukung program pemerintah terkait Pembiayaan 3 Juta Hunian. Dalam mendukung program ini, OJK telah melakukan berbagai inisiatif.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menjelaskan pihaknya menyampaikan surat kepada perbankan dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya agar dapat mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“OJK memberikan ruang bagi LJK untuk mengambil kebijakan pemberian kredit dan pembiayaan berdasarkan penerapan manajemen risiko yang sesuai dengan pertimbangan bisnis,” kata Mahendra dalam konferensi pers, Selasa (14/1/2025).
Selain itu, OJK juga akan membentuk satuan tugas khusus bersama dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman serta stakeholder terkait. Mahendra menyebut upaya pembentukan satgas ini merupakan hasil pertemuan OJK dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Kebijakan yang Mendukung Sektor Perumahan
OJK juga telah membuat berbagai kebijakan yang mendukung sektor perumahan di antaranya adalah kualitas KPR dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran ini sesuai dengan POJK 40 tahun 2019 tentang penilaian kualitas aset bank umum, penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafon sampai dengan Rp 5 miliar.
“Ini dapat dilakukan hanya didasarkan ketetapan pembayaran pokok atau bunga atau dikenal dengan istilah satu pilar saja yang juga dapat diberlakukan untuk KPR,” jelasnya.
Mahendra menambahkan pemberlakuan penilaian kualitas aset ini bersifat lebih longgar dibandingkan kredit lainnya yang dimana bank biasanya menilai dengan 3 pilar yaitu prospek usaha kinerja debitur dan kemampuan membayar.
Advertisement
Kenakan Bobot Risiko
“Dengan pemanfaatan POJK Nomor 40 Tahun 2019 ini maka pemberian untuk debitur sampai Rp 5 miliar dapat hanya menggunakan 1 pilar saja,” lanjutnya
Selain itu KPR dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan ditetapkan secara granular dalam penghitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit atau ATMR Kredit.
Hal ini sesuai dengan SE OJK No 24 Tahun 2021 tentang penghitungan ATMR untuk risiko kredit dengan pendekatan standar bagi bank umum. Ini memungkinkan kredit untuk properti seperti rumah tinggal dapat dikenakan bobot risiko ATMR renda dibandingkan kredit lainnya.