Liputan6.com, Aceh Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) Bank Indonesia, Triwahyono, menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu keputusan final terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA). Keputusan ini akan ditetapkan melalui koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Meski begitu, Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan dua instrumen baru untuk menampung DHE SDA, yaitu Sekuritas Valuta Asing BI (SVBI) dan Sukuk Valuta Asing BI (SUVBI).
Baca Juga
"Instrumen ini sudah kami siapkan, tapi belum bisa dipublikasikan karena masih dalam tahap pembahasan lebih lanjut," kata Triwahyono dalam acara Media Briefing BI di Banda Aceh, Minggu (9/2/2025).
Advertisement
Menyesuaikan Regulasi yang Sedang Disusun
Triwahyono menjelaskan bahwa dua instrumen tersebut akan disesuaikan dengan regulasi yang tengah dirancang oleh pemerintah.
Hingga Peraturan Pemerintah (PP) terkait DHE SDA diterbitkan, BI belum bisa memberikan rincian lebih lanjut mengenai mekanisme penerapannya.
"Instrumen tersebut nantinya harus sesuai (fitted) dengan regulasi final yang akan dikeluarkan. Jadi, kami belum bisa menyampaikannya sekarang," ujarnya.
BI juga memastikan akan terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk merancang aturan DHE SDA, termasuk soal konversi devisa, pengecualian, dan mekanisme pembayaran dalam valuta asing.
Wajib Disimpan di Dalam Negeri Selama Setahun
Pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Sumber Daya Alam (DHE SDA). Salah satu perubahan utama dalam revisi ini adalah kewajiban eksportir menyimpan 100% DHE di dalam negeri selama satu tahun.
Aturan baru ini akan berlaku efektif mulai 1 Maret 2025.
"Mengenai kebijakan ini, pemerintah akan segera merevisi PP Nomor 36 Tahun 2023, dan aturan tersebut akan mulai diterapkan pada 1 Maret tahun ini," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Airlangga menambahkan bahwa Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, dan bea cukai sedang mempersiapkan sistem untuk implementasi aturan baru ini.
"Kami juga akan segera melakukan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan (stakeholder) agar penerapan kebijakan ini berjalan dengan baik," tambahnya.
Aturan ini berlaku untuk seluruh eksportir, termasuk perusahaan BUMN. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat meningkatkan stabilitas ekonomi Indonesia, sebagaimana telah diterapkan di negara lain seperti Malaysia dan Thailand.
Â
Harapan Pengusaha
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, bersama Anggota Luar Biasa (ALB) yang terdiri dari berbagai asosiasi dan himpunan usaha, mengadakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas rencana perpanjangan kebijakan DHE SDA.
Dari hasil diskusi tersebut, Kadin menilai bahwa implementasi PP No. 36 Tahun 2023 selama satu tahun terakhir kurang efektif.
Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasmita, menyatakan bahwa kebijakan ini memang bertujuan baik untuk memperkuat cadangan devisa dan stabilitas rupiah, tetapi pelaksanaannya belum optimal.
"Kami melihat bahwa PP No. 36 Tahun 2023 kurang efektif dalam menstabilkan nilai tukar rupiah," kata Suryadi dalam keterangan tertulis, Rabu (15/1/2025).
Menurutnya, dalam satu tahun terakhir, nilai tukar rupiah masih terus menghadapi tekanan pelemahan, sementara sektor swasta mengalami kesulitan dalam mengelola arus kas operasional akibat ketidakpastian ekonomi global.
"Selain itu, tidak semua perusahaan bisa memperoleh akses kredit perbankan domestik, sehingga mereka harus mencari pendanaan dari luar negeri," tambahnya.
Suryadi juga menyoroti bahwa banyak perusahaan yang terdampak aturan DHE SDA mengalami kesulitan dalam menjaga kesehatan arus kas karena harus memenuhi berbagai kewajiban lain, seperti pajak, royalti, dan biaya operasional.
Â
Advertisement
Kadin Minta Pemerintah Pertimbangkan Pengecualian untuk Eksportir
Kadin Indonesia dan berbagai asosiasi dunia usaha berharap agar revisi kebijakan DHE SDA tidak memberatkan eksportir.
Terlebih, ada usulan untuk menaikkan kewajiban DHE yang harus disimpan di dalam negeri dari 30% menjadi 50% atau bahkan 75% dalam satu tahun, yang berpotensi menghambat arus kas perusahaan.
"Jika kebijakan ini tetap diterapkan tanpa penyesuaian, kontribusi sektor swasta terhadap perekonomian nasional bisa menurun. Dampaknya juga akan dirasakan oleh pemerintah," ujar Suryadi.
Ia berharap pemerintah mempertimbangkan pengecualian bagi eksportir yang telah memenuhi kewajiban pajak dan mengonversikan devisanya ke rupiah.
"Kami berharap ada fleksibilitas bagi eksportir yang selama ini sudah memenuhi kewajibannya. Dengan begitu, aturan ini tetap bisa mendukung ekonomi nasional tanpa membebani sektor usaha," pungkasnya.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)