Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengumumkan hasil uji kualitas bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) miliknya. Hasil dari uji kualitas menunjukkan bahwa BBM Pertamina telah sesuai dengan standar spesifikasi yang ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pengujian kualitas BBM pertamina ini di tengah dugaan kasus korupsi Pertamax yang saat ini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) yang disebutkan bahwa kualitas BBM Pertamina tidak sesuai dengan spek yang ditetapkan.
Baca Juga
Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri mengatakan, hasil uji tersebut mencakup dua jenis BBM yang tengah menjadi perhatian publik, yakni Pertalite dengan Research Octane Number (RON) 90 dan Pertamax dengan RON 92.
Advertisement
"Lemigas telah melakukan uji kualitas untuk Pertalite RON 90, Pertamax RON 92, serta Pertamax Turbo dengan RON 95 dan RON 98. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa kualitas BBM Pertamina telah sesuai dengan standar spesifikasi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM," ujar Simon dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/3/2025).
Simon menjelaskan, uji laboratorium dilakukan terhadap 75 sampel gasoline dengan berbagai tingkatan RON. Sampel tersebut diambil dari Terminal BBM Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, serta dari 33 SPBU yang tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang Selatan.
Selain melakukan uji kualitas BBM, Pertamina juga membuka layanan pengaduan masyarakat melalui call center di nomor 135. Masyarakat dapat melapor jika menemukan indikasi kualitas BBM yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
Tak hanya itu, Pertamina juga membentuk Tim Crisis Center untuk mengevaluasi seluruh proses bisnis perusahaan, terutama dari aspek operasional. Perusahaan pelat merah ini berkomitmen untuk melakukan perbaikan guna meningkatkan tata kelola bisnis.
"Sebagai pucuk pimpinan perusahaan, saya akan berada di garis terdepan untuk memastikan bahwa Pertamina terus menjadi lebih baik," tutup Simon.
Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri Minta Maaf
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, meminta maaf atas kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang telah menciptakan kehebohan dalam beberapa waktu terakhir.
"Saya sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir ini. Ini tentunya adalah peristiwa yang memukul kita semua, menyedihkan juga bagi kami," ujar Simon Aloysius Mantiri dalam sesi konferensi pers, Senin (3/3/2025).
Menurut dia, kasus ini jadi salah satu ujian terbesar yang dihadapi oleh Pertamina. Kendati begitu, Simon sangat mengapresiasi penindakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak usaha PT Pertamina (Persero), menyangkut tata kelola impor minyak mentah dan produk kilang pada 2019-2023.
"Kami sangat mendukung upaya dari Kejaksaan Agung, dan tentunya akan terus membantu apabila dibutuhkan data-data atau keterangan tambahan, supaya proses ini dapat diproses dan berjalan sesuai dengan ketentuan," imbuh Simon.
"Kami menyampaikan komitmen kami untuk selalu berkomitmen terhadap kegiatan penyelenggaraan perusahaan dengan prinsip good corporate governance. Tentunya ini kesempatan kami untuk terus memperbaiki diri," ungkap dia.
Namun di sisi lain, ia juga memastikan bahwa kualitas BBM yang selama ini didistribusikan kepada masyarakat telah sesuai standar.
Advertisement
Geledah Terminal BBM Tanjung Gerem, Kejagung Sita Dokumen dan Barang Elektronik
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) sempat melakukan penggeledahan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Tanjung Gerem milik Pertamina Patra Niaga di Cilegon, Banten, pada Jumat, 28 Februari 2025 lalu. Hasilnya, sejumlah dokumen dan barang bukti (barbuk) lainnya pun dibawa penyidik.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, penggeledah tersebut terkait dengan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
“Hasil geledah Tanjung Gerem, dokumen sebanyak 10 container dokumen dan tiga dus, barang bukti elektronik,” tutur Harli saat dikonfirmasi, Senin (3/3/2025).
Diketahui, kerugian negara dalam perkara tersebut mencapai Rp193,7 triliun. Sebanyak sembilan orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Terdiri dari enam pejabat Pertamina Patra Niaga dan tiga dari pihak swasta.
Sembilan tersangka itu yakni, RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional; dan YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Kemudian AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang PertaminaInternasional; MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; dan DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.
Selanjutnya, GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak; MK selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; serta EC selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.
Dalam perkembangan penyidikannya, Kejagung menemukan fakta-fakta baru, termasuk peran para tersangka dalam kasus korupsi ini.
Dioplos
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyebut PT Pertamina Patra Niaga telah melakukan importasi minyak mentah RON 90 (Pertalite) dan kemudian dioplos menjadi RON 92 (Pertalite) dari 2018-2023. Selama lima tahun kegiatan impor itu telah terjadi sebanyak ribuan kali.
"Jadi hasil penyidikan saya sudah sampaikan itu, Ron 90 atau di bawahnya itu, tadi fakta yang ada ditransaksi Ron 88 di-blendingdengan 92 dan dipasarkan seharga 92. Untuk harga itu seharga dengan Ron 92," ujar Abdul Qohar saat konferensi pers Rabu malam, 26 Februari 2025.
Pertamina, kata Qohar, membeli minyak mentah jenis RON 92, tapi yang datang adalah BBM jenis RON 90 yang pada akhirnya dioplos menjadi BBM jenis Pertamax. Namun demikian, Kejagung masih enggan membeberkan asal muasal minyak mentah itu diimpor dari mana.
"Itu banyak, saya enggak bisa satu persatu, karena itu ada ribuan kali (selama lima tahun)," kata Qohar.
Dalam kesempatan itu, Qohar membantah klaim pihak Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) yang menyebut pihaknya tidak mengoplos Pertamax. Qohar menegaskan, penyelidikan Kejagung justru menemukan bukti sebaliknya.
"Tetapi penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 atau di bawahnya ya 88 di-blending dengan RON 92, jadi RON dengan RON, jadi tadi kan tidak seperti itu," kata Qohar.
"Yang pasti kami penyidik bekerja berdasarkan alat bukti. Nah sebagaimana yang telah saya sampaikan tadi di dalam fakta hukumnya. Saya rasa itu jawabannya," tegas Qohar.
Advertisement
Peran Para Tersangka
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan peran para tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan BBM oplosan ini.
Menurut Qohar, tersangka MK dan EJ atas persetujuan RS melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92, sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang.
Kemudian MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EJ untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik MKAR dan RJ atau yang dijual dengan harga RON 92.
"Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan kor bisnis PT Pertamina Patra Niaga," kata Qohar.
Tersangka MK dan EJ kemudian melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term atau pemilihan langsung dalam waktu jangka panjang, sehingga diperoleh harga yang wajar.
"Tetapi dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot atau penunjukan langsung harga yang berlaku saat itu, sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha," kata Qohar.
Kerugian Keuangan Negara Rp193,7 Triliun
Selanjutnya, MK dan EC mengetahui dan menyetujui adanya markup kontrak shipping atau pengiriman yang dilakukan oleh JF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping, sehingga PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13 persen sampai dengan 15 persen secara melawan hukum. Dan, fee tersebut diberikan kepada tersangka MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa.
"Akibat perbuatan tersangka MK dan tersangka EC bersama-sama dengan tersangka RS, tersangka SDS tersangkaJF, tersangka AP, tersangka MKAR, tersangka DW, tersangka GRJ mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun yang bersumber dari komponen sebagaimana yang telah disebutkan beberapa waktu yang lalu itu ada lima komponen ya, saya rasa teman-teman masih ingat itu," tuturnya.
Diketahui, lima komponen itu yakni, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp21 triliun.
Qohar menyatakan perbuatan para tersangka juga bertentangan dengan Peraturan Menteri BUMN nomor per-15/MBU/2012 tentang perubahan atas Peraturan Menteri BUMN nomor per-05/MBU/2008 tentang pedoman umum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa badan usaha milik negara. Kemudian bertentangan dengan TKO nomor B03-006/PNC 400000/2022-S9 tanggal 5 Agustus 2022 perihal perencanaan material balancedan penjadwalan impor produk bahan bakar minyak.
"Perbuatan para tersangka melanggar ketentuan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," ujar Qohar.
Advertisement
